Mohon tunggu...
Muhamad Baqir Al Ridhawi
Muhamad Baqir Al Ridhawi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lagi belajar nulis setiap hari.

Blogku sepi sekali, kayaknya cuma jadi arsip untuk dibaca sendiri. Hohohoho. www.pesanglongan.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Diary

Manfaatkanlah Privilese

31 Mei 2021   21:41 Diperbarui: 31 Mei 2021   22:01 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

"Dia mah enak cantik. Cantiknya bisa ngejual. Jadi komiditi. Lihat tuh followersnya banyak. Sering dapat endors-an, paid promote." Dulu aku berpikir seperti itu dan merasa iri. Saat aku melihat selebgram sukses karena keunggulan fisik yang didapat dari lahir, atau karena takdir mubram yang hoki. Atau kalau orang zaman sekarang bilangnya "punya-privilese". Dan aku rasa ada juga yang berpikiran begitu selain aku. Aku yang dulu maksudnya. Karena---seperti lantunan sebuah lagu---aku yang dulu bukanlah yang sekarang (dibaca dengan nada).

Jikalau kita menyelidiki lebih jauh, pasti kita akan menemukan bahwasanya tidak segampang itu. Tidak sekadar modal privilese kecantikan untuk menjadi selebgram hits. Karena diperlukan juga modal dan keahlian khusus.

Misalnya, skincare yang harganya tidak murah. Dan harus rutin memakainya tiap hari pada jam tertentu. Pakaian yang modis. Dan bagaimana memilihnya pun juga tidak sembarangan. Harus mengikuti trend.  Dan bagaimana menentukan lokasi pemotretan yang cocok? Bukankah itu butuh kecakapan, keterampilan tersendiri?

Dan belum lagi soal teknik fotografinya. Ohya, tentu kita bisa delegasikan ke teman (masa' fotonya selfie terus). Sehingga yang diperlukan adalah keahlian merayu, mengajak teman yang seorang fotografer untuk mau dikendalikan, eh, maksudnya untuk mau bekerja sama. Nah, ilmu sosial-komunikasi terapan dibutuhkan di sini!

Oleh karena itu, seandainya kita juga dianugrahi privilese berupa fisik yang indah, belum tentu kita bisa seperti mereka. Atau lebih tepatnya, belum tentu kita mau menanggung beban kerepotan seperti yang mereka lalui.

Dan sebetulnya juga belum tentu kita minat menjadi seperti itu. Setiap orang pasti punya pegangan nilai yang berbeda. Tidak semua orang cakep harus jadi model kan?

Omong-omong soal privilese, menurutku semua orang itu punya privilese. Dan itu hanya berlaku pada satu hal. Hanya mendukung, menguntungankan pada satu hal. Tidak mungkin segala hal. Untuk hal lainnya pasti mereka upayakan sendiri. Bahkan hal lainnya bisa jadi anti-privilese, atau malah merugikan.

Misalnya, cewek cantik. Dia diuntungkan karena banyak orang menyukainya. Tapi ternyata, orang-orang yang menyukainya mungkin saja palsu. Mereka hanya menyukai kecantikannya, seolah memanfaatkannya sebagai simbol kepopuleran. Bukan figur dirinya seutuhnya. Bukan dirinya yang sebenarnya. Seperti karakter Aster Flores di film The Half of It. Sehingga, meskipun banyak yang menyukainya, dia perlu berusaha lebih untuk mendapatkan teman yang betul-betul tulus dengannya.

Nah, daripada mempermasalahkan privilese orang lain. Lebih baik kita kenali privilese kita sendiri. Syukurilah apa yang ada, yang kita punya. Dan mulailah fokus menata dan memanfaat yang ada biar lebih berguna. Dan kukira itulah definisi kreatif.

Manfaatkanlah yang ada. Bukan dimanfaatkan oleh yang-tidak-ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun