Tanah Merah merupakan sebuah kampung yang letaknya berdempetan dengan Depo Plumpang di Kecamatan Koja, Jakarta Timur. Perselisihan antara keduanya dimulai sejak tahun 1960-an, yang menjadi titik awal untuk sengketa lahan tersebut. Penduduk yang tinggal di daerah tersebut mengalami kesulitan dalam memperoleh surat kepemilikan tanah karena lahan itu sejatinya dilarang untuk dihuni, sehingga banyak dari mereka yang tinggal secara ilegal. Situasi ini diperparah oleh adanya tumpang tindih hak kepemilikan dari berbagai pihak, baik swasta maupun pemerintah.
Sengketa antara mereka mulai muncul pada tahun 1974, ketika PT. Pertamina melakukan pembebasan lahan untuk mendirikan terminal tangki Bahan Bakar Minyak (BBM), sementara pada waktu itu, masyarakat setempat telah mulai membangun di sekitar area Depo Plumpang. Masalah ini kemudian memunculkan ketidakjelasan mengenai hak kepemilikan lahan di Tanah Merah.
Pada tahun 2009, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan usaha relokasi di bawah kepemimpinan Gubernur Fauzi Wibowo. Namun, proses relokasi untuk menghimpun masyarakat di sekitar Depo Plumpang tidak berjalan lancar, karena sejumlah penduduk menolak keras relokasi tersebut dengan alasan sudah lama tinggal di kawasan itu.
Setelah Anies Baswedan terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2014, dia mengeluarkan surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sementara untuk penduduk Tanah Merah, yang dianggap sebagai solusi tengah. Dengan keluarnya IMB ini, warga merasa seolah mereka terlindungi dari masalah tumpang tindih kepemilikan. Namun, Anies pada waktu itu mengungkapkan bahwa IMB ini hanya berlaku selama tiga tahun, yang berarti warga harus memperpanjang IMB tersebut pada tahun 2021.
Situasi semakin rumit setelah terjadinya kebakaran di Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Plumpang PT. Pertamina pada Jumat, 3 Maret 2023, yang mengakibatkan setidaknya 19 korban jiwa. Kerugian yang diderita oleh warga bukan hanya bersifat material, tetapi juga immateril akibat dari kebakaran itu. Isu ini semakin berkembang ketika diketahui bahwa tanah yang ditempati oleh penduduk Tanah Merah tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Setelah lebih dari satu tahun menunggu, warga Kampung Tanah Merah akhirnya berhasil memenangkan gugatan mereka. Informasi ini disampaikan oleh Faizal Hafied, ketua tim advokasi warga Tanah Merah, kepada mereka yang menjadi korban kebakaran. Dalam putusannya, majelis hakim memutuskan bahwa PT. Pertamina telah melakukan tindakan yang melawan hukum yang merugikan penduduk dan terbukti bersalah serta diharuskan untuk membayar ganti rugi.
Proses eksekusi dari putusan hakim dan penyelesaian sengketa secara umum masih menghadapi banyak tantangan. Konflik ini mencerminkan isu agraria yang lebih besar di Indonesia, terutama yang terkait dengan tumpang tindih lahan. Oleh sebab itu, komunikasi antara semua pihak perlu ditingkatkan untuk menemukan solusi terbaik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H