Mohon tunggu...
Ridha Resti Fauzia
Ridha Resti Fauzia Mohon Tunggu... -

\r\n\r\n\r\n" Kesalahan adalah alasan mengapa setiap orang harus belajar :) "\r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika Anak Memiliki Sahabat Imajiner, Normalkah!

16 Juni 2014   18:56 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:30 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teman Kawan dan Sahabat

Apa arti teman kawan dan sahabat bagi anak usia 2 tahun ke atas? Apakah anak ingin “bersahabat imajiner” adalah anak yang sehat? Teman adalah orang yang mempunyai hobi, minat yang sama, sekalipun usia yang berbeda. Kakak, bapak, ibu, paman, bibi, dan teman lingkungan adalah teman bagi anak. Sedangkan kawan adalah orang yang ada di lingkungan yang membantu anak agar terpuaskan kebutuhannya untuk bermain. Jadi, kawan hanya berlaku sesaat sesuai kebutuhan waktu itu. Sahabat bagi anak bukan hanya untuk diajak main tetapi dapat diajak berkomunikasi, bertukar pikiran, dan ikut merasakan apa yang dihayati anak. Sahabat adalah orang yang punya usia, jenis kelamin serta taraf perkembangan yang sama dengan anak itu. Biasanya sahabat selalu menuruti apa yang dikehendaki anak dan seia sekata.

Bila kita kaji dari kehidupan awal yakni pada usia bayi, bayi akan puas bermain dengan siapa saja. Sikap interaksi bayi dengan siapa saja akan membuat hati bayi senang dan gembira. Bayi terus berkembang dan mulai merespon lalu berbicara. Penghayatan dirinya diungkapkan melalui bahasa atau komunikasi.

Menjelang usia 2 tahun, anak memerlukan kerjasama sosial. Kerjasama sosial melalui bermain apabila dilakukan anak bersama orang dewasa dapat cukup menyenangkan. Tetapi belum tentu akan terbina kerjasama sosial jika dengan sahabat seusia. Mengapa? sahabat seusia biasanya punya keinginan yang berbeda dan juga ingin berada pada posisi yang benar dan tidak mau mengalah.

Pengaruh kultur sosial kehidupan di mana orang tua sibuk bekerja, kakak pergi ke sekolah,  maka anak usia 2 tahun lebih enjoy dengan sahabat imajiner. Dengan sahabat imajiner akan mendapat kepuasan hati dan kepuasan diri. Pada usia 2 tahun ke atas anak beralih dari permainan fungsi menuju permainan ilusi atau permainan fantasi.

Imajinasi Anak

Bermain fantasi sangat disukai anak usia 2-6 tahun, seperti main masak-masakan, kereta api, dan perang-perangan. Pada usia ini, fantasi sangatlah penting dalam kehidupan anak. Jadi bila ada anak yang berfantasi pada saat ia sedang menggambar atau membentuk dengan tanah liat atau plastisine, berikan kesempatan kepadanya untuk mengembangkan fantasinya. Jangan katakan bahwa gambarnya jelek atau ciptaan tanah liatnya tidak bagus. Anak yang selalu dicela fantasinya akan mengalami CD (Creativity Drop).

Pada saat anak berada dalam nuansa fantasi yang kokoh dan kebutuhan untuk mengembangkan interaksi sosialnya meningkat, berati anak membutuhkan seorang sahabat. Bila anak tidak memperoleh sahabat yang sesungguhnya anak akan berlari ke persahabatan imajiner.

Anak usia 2-6 tahun biasanya berimajinasi tentang seorang sahabat. Perkembangan interaksi sosial diperlukan untuk membentuk kematangan diri menjadi individu yang mandiri sebagai makhluk sosial. Dalam perkembangan berinteraksi social, anak perlu belajar untuk bertata krama dalam relasi sosialnya. Hidup bersosialisasi sangat penting untuk tumbuh kembang karena anak membutuhkan social help atau bantuan sosial.

Setelah anak berusia 3 tahun dan atau lebih apalagi bagi anak yang sering ditinggal orang tuanya baiknya segera masuk dalam pengasuhan seperti day-care. Anak belajar bergaul secara riil dengan teman sebaya dan belajar untuk menerima situasi nyata. Dapat pula anak belajar pada nursery school atau kelompok bermain yang dimiliki oleh taman kanak-kanak. Pengasuhan day-care ataupun nursery school melatih anak untuk belajar mandiri dan mau menerima kenyataan kalah atau menang dalam keterampilan bermain bersama.

Sampai Kapan Anak Boleh Punya Sahabat Imajiner?

Dampak psikologis jika anak tidak dilatih untuk bergaul dengan teman sebaya antara lain:

1. Rasa rendah diri

Anak usia 2-6 tahun membutuhkan suatu situasi bergaul dengan teman sebaya. Anak mulai mampu membandingkan kegiatan dan prestasinya dengan kegiatan dan prestasi teman sebaya. Jika prestasi anak kurang berhasil, akan menimbulkan rasa rendah diri pada anak. Jika rendah diri sering timbul, anak akan memandang dirinya rendah dan karenanya akan menjadi landasan tumbuhnya rasa rendah diri.

2. Cemburu pada teman sebaya

Cemburu berkembang apabila anak kaku bergaul dan cemburu terhadap keberhasilan prestasi teman. Cemburu membuat anak tidak bahagia dan juga membuat anak lain menolak dia sebagai teman bermain.

3. Kecewa

Anak yang seringkali cemburu akan kaku dalam pergaulan. Anak yang kaku sering menyalahkan orang lain. Kemungkinannya anak akan berusaha mencari penyebab timbulnya rasa kecewa. Mungkin yang dipersalahkan adalah kakaknya atau orang tuanya. Anak yang sering kecewa kurang termotivasi untuk melakukan interaksi sosial.

4. Malu

Sikap kaku karena interaksi sosial yang kurang, menimbulkan rasa malu untuk bergerak maju. Malu akan mengarah pada prestasi yang jauh di bawah kemampuan. Karena takut gagal dan punya rasa malu seharusnya itu dapat berprestasi dengan baik nyatanya malah kurang berprestasi.

5. Jemu

Anak yang malu dan kaku, sering kali menarik diri dari kelompok teman. Sebaya. Anak akan resah dan jemu karena aktivitas permainan atau kegiatan yang tidak berkembang. Akibatnya pada penyesuaian sosial akan terlambat.

Kenalkan Dengan Permainan Kelompok

Agar anak usia 2-6 tahun tumbuh sehat dan tidak bergantung pada sahabat imajiner, orang tua belum memperkenalkan anak dengan aktivitas dan games kelompok. Melalui games kelompok, diharapkan timbul kerjasama sosial. Sekalipun kerjasama sosial dengan sahabat sebaya cukup kuat, orang tua dan guru masih bertanggung jawab memberi contoh bagi perkembangan sikap sosial anaknya, misalnya bagaimana sikap sosial yang baik, niat yang baik, kerja sama yang tulus, dan semacamnya. Melalui sikap sosial yang baik, diharapkan tumbuh toleransi dan sikap solider, sekalipun ada hal-hal yang membedakan. Melalui sikap soosial yang dibina oleh orang tua di rumah dan para guru di kelas, diharapkan pola perilaku sosial yang sehat dapat tumbuh pada anak.

Pola perilaku sosial tersebut antara lain:

1. Kerja sama

Bermain dan kreativitas, berusaha memberi peluang agar anak dapat bekerja bersama dan saling menghargai.

2. Persaingan

Persaingan dengan sahabat akan menumbuhkan dorongan atau motivasi untuk bekerja sama dengan baik. Bukan mengekspresikan persaingan dalam bentuk pertengkaran atau keseombongan.

3. Kemurahan Hati

Kesediaan bekerja sama dan bermain bersama, meningkatkan kemurahan hati dan jiwa besar menunjukkan sikap hanya memikirkan kepentingan pribadi.

4. Simpati

Anak belajar berperilaku simpati dan mengekspresikannya dalam usaha menolong sahabat secara empati.

5. Empati

Belajar memposisikan diri anak dalam posisi orang lain atau sahabat dan belajar memahami penghayatan orang lain.

6. Ramah

Melalui interaksi sosial, anak belajar mengekspresikan kasih sayangnya kepada orang lain dengan ramah.

Tak Perlu Khawatir

Bila perilaku sosial kurang dikembangkan pada usia kanak-kanak awal dan membiarkan anak hidup berfantasi dengan sahabat imajiner, maka akan dimungkinkan tumbuh pada perilaku yang tidaksosial, yang dimungkinkan tumbuh ke arah anti sosial atau sikap negativisme. Bisa juga timbulpenolakan atau ekspresi marah terhadap pihak tertentu. Perlu diwaspadai ledakan marah yang timbul akibat ketidaksesuaian anak dengan orang lain sehingga dia berpikiran negatif. Dua hal yang perlu diperhatikan ialah:

1. Agresi

Tindakan atau ancaman permusuhan dapat diekspresikan secara lisan ataupun tulisan dan dapat mengarah pada bentuk distruktif.

2. Egosentrisme

Anak kecil berpikir egosentris dan selalu mau menang sendiri yang mengarah pada bentuk egoistic.

Oleh karena itu, sahabat imaginer hanyalah sementara saja, selama anak belum diberi kesempatan bergaul di suatu kegiatan seperti day-care atau kelompok bermain. Setelah anak bersekolah dan mampu berinteraksi social, anak dapat belajar melalui kegiatan individual maupun kelompok. Melalui aneka jenis permainan akan mengantar anak untuk belajar dengan sejumlah teman, kawan, maupun sahabat. Memasuki usia “gang” pada masa kanak-kanak awal, kesadaran sosial akan berkembang lebih pesat.

Diharapkan anak akan tumbuh menjadi manusia yang dewasa dan mampu berwawasan social. Wawasan sosial akan meningkat seiring perkembangan usia manusia. Peningkatan ini berkembang karena mental maturation dan pengalaman social. Semakin pandai anak bergaul, semakin memberi andil terhadap popularitas anak. Anak yang populer mempunyai peluang besar untuk pengembangan wawasan social. Artinya, anak akan lebih peka dan tanggap sebagai manusia dewasa menghadapi kompleksitas masa depan pada era modernisasi yang penuh tantangan dan persaingan.

Referensi :

J.i.g.m. drost, s.j. dkk. (2003). Perilaku Anak Usia Dini Kasus dan Pemecahannya. Yogyakarta: Kanisius

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun