Mohon tunggu...
Ridha NurHafifah
Ridha NurHafifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Political Science'21

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Demokrat Merapat ke Prabowo. Akankah Bertahan sampai Pilpres?

26 September 2023   09:05 Diperbarui: 26 September 2023   09:22 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Persoalan menuju pilpres 2024 memang sedang ramai-ramainya dibicarakan oleh semua orang dari berbagai usia dan kalangan serta di berbagai media atau platform. Salah satu persoalan yang cukup menggemparkan adalah mengenai Partai Demokrat yang akhirnya memutuskan keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) dan bergabung mendukung lawan mainnya, yaitu Prabowo.

Partai Demokrat secara resmi mengumumkan bahwa akan mendukung dan bergabung ke dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mengusung Prabowo sebagai calon presidennya. Hal ini disampaikan langsung oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di kediaman Prabowo di Hambalang, Bogor.

Bergabungnya Partai Demokrat ke koalisi Prabowo membuat sejumlah persepsi dan spekulasi muncul di kalangan masyarakat maupun para pengamat politik. Salah satu praduga sementara adalah karena Anies Baswedan tidak menggandeng AHY sebagai calon wakil presidennya, yang kemudian membuat AHY dan SBY memutuskan keluar dari koalisi tersebut. Namun, ternyata spekulasi sementara tersebut dibantah. Alasan sebenarnya adalah karena Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang terdiri dari Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang mengusung Anies Baswedan memutuskan menggandeng Cak Imin dari PKB secara resmi tanpa ada persetujuan Partai Demokrat terlebih dahulu, hal ini membuat SBY dan AHY merasa tidak dihargai dan seakan-akan tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan yang terbilang penting itu. Untuk itu, Partai Demokrat lebih memilih untuk memutuskan keluar dari koalisi partai pendukung Anies.

Momentum ini menandai bahwa dukungan terhadap Prabowo selaku capres meningkat, mulai dari Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), dan juga Partai Demokrat. Koalisi yang mendapat dukungan paling banyak dari parlemen ini disebut-sebut sebagai koalisi "gemuk". Adapun koalisi gemuk ini juga belum mempunyai jaminan bahwa pasti akan menang dalam pemilihan. Melihat dari pengalaman-pengalaman koalisi gemuk yang sudah-sudah.

Selain itu, persepsi dan spekulasi yang mencuat di berbagai platform ini juga bersifat macam-macam atau beragam. Ada tanggapan yang positif dan tanggapan yang negatif pula. Tanggapan positif dari merapatnya Partai Demokrat ke koalisi Prabowo ini dinilai baik daripada terus kecewa dengan koalisi Anies dan menjadi tidak andil dalam keikutsertaan pemilu 2024. Namun, banyak juga masyarakat yang kecewa dengan bergabungnya Partai Demokrat ke koalisi Prabowo karena dianggap tidak sesuai dengan tindakan atau citranya selama ini. Hal itu dinyatakan karena selama ini SBY dikenal banyak mengkritik pemerintahan Presiden Jokowi, akan tetapi justru bergabung dengan Prabowo yang notabene mendukung program keberlanjutan pemerintahan Presiden Jokowi. Partai Demokrat terutama SBY  dinilai tidak konsisten dengan apa yang selama ini diungkapkan. Bakal calon Wakil Presiden dari Prabowo juga belum diumumkan secara resmi, masih desas-desus dan isu-isu belaka saja siapa yang akan maju. Masyarakat juga menilai bergabungnya Partai Demokrat akan memiliki andil besar dalam penentuan bacawapres Prabowo ini.

Mengenai pertanyan apakah Partai Demokrat akan terus bertahan sampai menjelang pilpres 2024 atau di tengah jalan nanti akan berubah haluan lagi? Untuk saat ini, belum ada pendapat atau pernyataan resmi tentang pertanyaan itu. Namun, perpolitikan di Indonesia memang dikatakan cukup dinamis yang artinya dapat terus berubah-ubah, begitu juga dengan para partai-partai politik yang bergabung dengan koalisi. Jika calon presiden dan wakil presiden belum terdaftar secara resmi di Komisi Pemilihan Umum (KPU), maka koalisi partai masih dapat berubah. Perubahan dukungan Partai Demokrat terus menjadi sorotan publik dan media massa. Jika melihat hubungan SBY dengan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) sepertinya tidak memungkinkan lagi untuk kembali mendukung koalisi tersebut, walaupun partai-partai yang tergabung di koalisi tersebut masih berharap SBY dan Demokrat mau kembali.

Lalu beralih kepada partai politik koalisi pendukung Ganjar Pranowo, yang sudah cukup sebenarnya untuk maju dalam pencalonan pilpres tanpa harus berkoalisi dengan partai lain. Namun, koalisi pendukung Ganjar ini mendapatkan dukungan juga dari sejumlah partai, seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Melihat hubungan SBY dan Megawati selaku Ketua Umum PDIP belum mendapat perhatian serius lagi semenjak pertemuannya September lalu. Ini dinilai memungkinkan bahwa kedepannya SBY dan Partai Demokrat akan terus berada di Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk mendukung Prabowo. Terlebih antara Prabowo dan SBY atau AHY tidak memiliki hambatan komunikasi politik.

Pendukung Partai Demokrat yang kecewa dengan keputusan Anies Baswedan menggandeng Cak Imin sebagai pasangannya juga kemungkinan akan beralih untuk memilih Prabowo, walaupun tentu jumlah pendukung partai tidak sebanyak jumlah pendukung calon, akan tetapi perpindahan haluan dukungan Partai Demokrat ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk mendukung Prabowo juga pasti akan memiliki dampak pada jumlah suara yang dihasilkan di pilres 2024 nanti. Hal itu dinilai sebagai salah satu dari dampak positif keberpihakan Demokrat kepada Prabowo.

Seperti yang sudah disinggung di atas, bahwa kemungkinan Partai Demokrat akan terus maju mendukung koalisi Prabowo. Hal ini juga dilihat dari beberapa hasil survei, salah satunya dari Indonesia Polling Stations (IPS) yang merilis survei terbaru mengenai elektabilitas calon presiden. Hasil survei tersebut menyatakan bahwa Prabowo Subianto muncul sebagai nama calon yang memiliki elektabilitas paling tinggi untuk saat ini, disusul dengan nama Ganjar Pranowo, lalu Anies Baswedan. Melihat hal ini peluang kemenangan yang diraih Prabowo juga mungkin akan lebih besar dan pastinya akan menguntungkan, walaupun memang tidak bisa dapat dipastikan. Apalagi melihat Prabowo yang belum mengumumkan siapa yang akan menjadi pasangannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun