Mohon tunggu...
rdnsh
rdnsh Mohon Tunggu... Akuntan - Art lover

Salam kenal, semoga hari-hari anda menyenangkan :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku dan Dugaanku

14 Agustus 2019   19:49 Diperbarui: 15 Agustus 2019   14:40 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Maaf bu,"

Kutatap dia dengan sinis. Aku kembali kekamar dan berbaring dikasur. Lalu dia menghampiriku dan menawariku sarapan namun aku menolaknya.

Keesokan harinya perawatku tidak datang lagi. Seperti biasa, dia tidak memberi kabar padaku. Padahal hari ini jadwalku untuk pemeriksaan ke rumah sakit. Biasanya perawatku yang mengantarkanku ke rumah sakit. Akhirnya aku meminta suamiku untuk pulang lebih cepat agar bisa mengantarku ke rumah sakit.

Setibanya kami di rumah sakit, aku dan suamiku menuju bagian administrasi. Setelahnya aku langsung menemui dokter Vian. Dia ada dokter spesialisku. Setelah melakukan seluruh pemeriksaan, akhirnya aku dan suamiku pulang. Dokter Vian menyarankan kami untuk mengambil hasil pemeriksaan dalam dua hari kedepan.

Sudah tiga hari sejak aku melakukan pemeriksaan, perawatku masih saja tidak ada kabar. Amarahku mulai memuncak. Aku dan suamiku mencoba menghubunginya namun tidak ada jawaban. Pada akhirnya, suamikulah yang mengantarkanku lagi ke rumah sakit untuk mengambil hasil pemeriksaanku.

"Hah?" aku dan suamiku saling memandang. Kedua tanganku mulai bergetar. Kakiku mulai melemas. Jantungku berdegup kencang saat itu. Aku tidak dapat mengontrol ekspresiku. Yang jelas aku dan suamiku benar-benar tidak mempercayai hal ini.

"Gak mungkin dok! Dokter bercanda?" tanya suamiku sambil mendekatkan dirinya pada dokter Vian. Aku terdiam kaku. "Apakah hasil pemeriksaan ini terlihat sebuah candaan? Ibu Viona sudah sembuh dari kanker. Tidak ada jejak kanker dalam tubuhnya. Meski masih harus melakukan perawatan rutin, namun saya tidak menemukan adanya kanker di tubuh Ibu Viona. Sejujurnya saya kaget dan takjub. Kanker stadium tiga tiba-tiba hilang.." dokter Vian tidak melanjutkan penjelasannya. Kulihat dokter Vian terdiam. "Bersyukurlah pada Tuhan, hanya karena-nya lah penyakit kanker anda sembuh," lanjut dokter Vian pelan. Aku masih dalam diamku. Aku menatap hasil pemeriksaanku dan memang benar apa kata dokter Vian. Suamiku memelukku erat. Tanpa kusadari air mataku mulai membasahi pipiku. Mungkin hari itulah hari paling bahagia bagi kami.

Malam harinya kami mendapat kabar. Perawatku, dia meninggal dunia. Anak perawatku memberi penjelasan bahwa selama ini sang Ibu menderita leukimia. Benar, bahwa perawatku ke rumah sakit saat tidak datang kerumahku. Namun satu hari menjelang kematiannya, perawatku drastis melemah. Sang anak menangis saat memberikan penjelasan lewat telepon. Lalu aku termenung dalam lamunanku. Hatiku yang awalnya bahagia, berubah sekejap menjadi gelisah. Baru kali ini aku merasakan sakit hati yang sangat dalam. Sekujur tubuhku lemas. Tanpa kusadari aku sudah berada diatas kasurku. Berbaring dan menatap sekitarku. Suamiku memelukku erat. Aku menangis tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Aku merasa bahwa suamiku mengerti apa maksudku.

Pagi itu sejuk dan cerah. Cahaya mentari mulai menyinari kulitku. Aku mulai melangkah keluar untuk menghangatkan diriku dibawah sinar mentari pagi. Aku menghela nafas panjang. Sungguh, udara yang sangat sejuk.

Sungguh, saat ini hatiku sakit. Bahkan selama ini aku tidak dapat mengingat nama perawatku. Selama ini aku menduga bahwa perawatku lebih sehat dariku.

Aku menduga bahwa perawatku tertawa dibelakangku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun