Digandengnya Prabowo waktu era SBY bukannya tanpa agenda.
Dua-duanya dapat untung. Mereka menandatangai Perjanjian Batu Tulis d Bogor tahun 2009. Di mana Mega harus membantu Prabowo di Pilres 2014. Namun Prabowo kalah. Mega berada di atas angin saat heronya terpilih, Jokowi.
Periode Jokowi ini adalah masa keemasan PDIP. Merasa di besar, tidak sedikit kader PDIP yang lupa. Ini bisa dilihat dari kasus KKN, dimana pejabat Korup banyak yang berasal dari PDIP.
Menurut (23/9/2014) , daftar Parpol penyumbang koruptor terbanyak adalah PDIP (157 kader), Golkar (113 kader), Demokrat (49) dan PAN (41 kader).
Pada tahun 2018 misalnya, dari 21 Kepala Daerah yang ditangkap KPK, 8 di antaranya dari PDIP (38%), 5 orang dari Golkar 23.8%, 2 (9.5%) dari PAN dan 2 (9.5%) dari Nasdem.
Selama periode 2014-2019 data dari Indonesian Corruption Watch (ICW), menyebutkan, partai politik yang paling banyak melakukan korupsi adalah Golkar, PDIP, PAN dan Demokrat berada pada 4 golongan korupsi besar (Databox, 15/9/2019).
Bumerang bagi PDIP
Sesudah korupsi, akhir-akhir ini ramai polemik Puan terkait Sumatera Barat, "Semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang memang mendukung Negara Pancasila." Pernyataan ini menuai protes keras dari banyak kalangan (Tempo, 5/9/2020).
Pernyataan ini dianggap sebagai bentuk arogansi PDIP sehingga seorang tokoh Papua, Christ Wamea berharap semoga ke depan tidak hanya Sumbar yang tanpa PDIP, tapi seluruh Indonesia. Kader Demokrat ini menilai, PDIP sebagai sumber masalah (Repelita, 7/9/2020).
Dampak dari pernyataan Puan ini juga menampar PDIP yang resmi memutuskan mundur dari Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Sumatera Barat (Repelita, 7/9/2020). Setelah pasangan calon gubernur (Cagub) dan wakil gubernur, Mulyadi-Ali Mukhni yang diusung PDIP, mengembalikan mandat ke partai besutan Megawati.
Ini merupakan sebagian bukti, jika PDIP tidak cerdas dalam menyikapi dan membina kadernya dengan baik, bukan tidak mungkin, nasibnya seperti yang disampaikan oleh Christ Wamea. Bisa jadi pula tumbangnya PDIP, Mega atau Puan tinggal menunggu giliran.
Malang, 7 September 2020
Ridha Afzal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H