Menteri Agama, Fachrul Razi, sebagaimana yang dilansir CNN Indonesia. "Caranya masuk mereka gamang; pertama dikirimkan seorang anak yang good looking, penguasaan Bahasa Arabnya bagus, hafiz (hafal AlQuran), mereka mulai masuk." Kata Pak Manteri Fachrul. Â
Sebagai warga negara, sekaligus orang Aceh, saya sebetulnya 'malu', membaca pernyataan PakKontan, Fahri Hamzah (FH) ikutan comment,: "Lapor pak Menteri Agama, Subuh ini di Masjid saya banyak orang #GoodLooking. Laporan selesai." Tulis FH di Twitter.
Muhammad Said Didu juga tidak ketinggalan,: "Ayo laki-laki ganteng dan perempuan2 cantik, mari kita ramaikan masjid. Dulu pake jenggot dan celana cingkrag dituduh radikat-srkng orang klimis pun dituduh radikal." Demikian yang saya kutip dari Repelita (5/9/2020).
Pernyataan Pak Fachrul tendensius. Tidak didukung data. Kami orang Aceh, tersinggung. Karena di Aceh banyak juga orang-orang yang cakep, good looking, hafiz yang bahasa Arabnya bagus. Dan itu sudah berlangsung berbad-abad.
Kalau yang bicara orang lain, barangkali saya pribadi tidak merasa 'sakit hati' lah. Lha ini yang bicara orang Aceh.
Malu Jadi Orang Aceh
Saya tahu Pak Manteri asli Aceh. Kelahiran Banda Aceh, Pak Fachrul yang umurnya 73 tahun, seperti kakek saya, pasti tahu bagaimana watak dan karakter rakyat Aceh. Karena karakteristik Aceh inilah sehingga Aceh diperlakukan khusus di negeri ini. Aceh masuk dalam kategori Daerah Istimewa sejak 1959.
Aceh diberikan kewenangan khusus untuk mengurus sendii urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakatnyaterutama terkait agama, peradatan dan pendidikan. Hal ini sesuai dengan Keputusan Pendaa Menteri Republik Indonesia nomor 1/Missi/1959.
Saya besar di pondok pesantren. Di Aceh saat ini terdapat 1.207 pondok pesantren, dengan jumlah santri 243.890 orang, Madrasah Diniyah Taklimiyah 404 lembaga, jumlah santri 24.172 orang dan TPQ 5.027 lembaga dengan jumlah santri 275.562 Â (AcehTribunnews.com, 28/7/2020). Â
Selain saya, adik-adik juga belajar di pondok. Kami yang di Aceh barangkali lebih tahu kondisi kami di lapangan, ketimbang Pak Menteri Agama yang di Jakarta.
Dari sisi pendidikan ini, orang Aceh yang pintar-pintar termasuk Pak Menag, pasti tahu mengapa bisa pandai dan terpilih jadi Manteri. Tidak lain karena peran sekolah atau pendidikan Islam di Madarasah. Pintarnya orang Aceh di Madarasah, bukan berarti lantas 'ngawur'.