PNS. Jadi wajar mengharap turunnya hujan emas dari langit. Dan bener juga. Hari ini gajinya cair. Kantor Pos ramai sekali antrian bapak-bapak dan emak-emak, yang mau ambil Gaji ke-13. Senang sekali. Jangankan yang menerima. Yang melihat saja ikutan senang.
Kemarin, di group WA saya, kayak Malam Lebaran. Ramai sekali ngobrol soal Gaji ke-13. Maklumlah, merekaDi rumah kami, Ayah dan Mamak pegawai negeri. Keduanya berstatus sebagai guru di Sigli Aceh. Tentu saja kami sangat senang. Momen seperti inilah salah satu yang terindah jika jadi PNS, di samping Pensiun nanti.
Harapan Orangtua
"Abang...ini ada beberapa lowongan jadi PNS di Sigli, tidak tertarik ikutan?" Tanya sepupu saya suatu hari tahun lalu. Dengan halus, saya menolaknya meskipun ada peluang emas.
Siapa yang tidak tertarik dengan status Pegawai Negeri Sipil (PNS)? Di Aceh, setiap orangtua mendambakan anak-anaknya jadi PNS.Â
Dalam hati saya bertanya, kalau semua orang jadi PNS, ngantornya di mana? Itu yang pertama. Yang kedua, duitnya siapa untuk bayar? Yang ketiga, kerja di bagian apa? Dan yang keempat, terus yang kerja di sektor swasta siapa?
Makanya, ketika Mamak saya menawarkan jadi PNS, saya mikir-mikir, biarlah teman-teman lain yang lebih berhak jadi PNS di Aceh untuk mengambilnya. Sementara saya yang sudah terlanjur keluar daerah, berada di Jawa saat ini, ingin tatangan lain yang lebih besar.
Siapa tahu kelak saya bisa nyabet penghargaan Bintang Mahaputera Nararya karena mengkritik kebijakan Istana terkait PNS dan Gaji ke-13 ini.
Mindset PNS
Dari dulu saya ingin beda. Bukan berarti tidak senang dengan PNS. Hanya saja saya mengerti bahwa hidup itu pilihan. Saya orangnya 'susah diatur'. Saya juga kurang nyaman dengan rutinitas. Nah, untuk jadi PNS itu butuh ketekunan, kerajinan dan rutinitas. Tidak bisa ditawar.
Saya suka bebas. Artinya, mau kerja atau tidak, terserah. Mau libur hari Kamis atau Senin, juga tidak masalah. Makanya, yang saya rintis pada awal karir ini adalah bagaimana ke depan agar saya bisa hidup mandiri, tanpa ketergantungan kepada Pemerintah.
Oleh sebab itu, saya selalu mengajak teman-teman untuk tampil beda. Ayolah...., jangan mimpi terus jadi PNS jika ingin berubah. PNS itu ya.... gitu-gitu saja hidupnya. Kalau kita dirikan wirausaha, jangankan Gaji ke-13, gaji ke-25 juga bisa diraih! Â
Terlebih, kemampuan Pemerintah mengangkat kami, lulusan pendidikan Keperawatan hanya 15% dari total lulusan yang berjumlah lebih dar 40.000 per tahun. Saya tidak menyalahkan Pemerintah. namun kalau mindset kita hanya PNS, kita tidak bakalan maju.
Keterlibatan Semua Pihak
Sebetulnya, kalau mau berfikir jernih, kita generasi muda ini banyak yang bisa dibuat. Ada banyak pekerjaan yang bisa dilakukan tanpa menjadi PNS. Â Hanya saja, untuk mendapatkannya kita butuh dukungan. Mulai dari orangtua, teman-teman, lingkungan sekitar, masyarakat, juga negara.
Tanpa dukungan tersebut, mustahil bisa terealisasi. Contoh nyata. Saat ini di Aceh, perawat yang membuka bisnis Homecare belum terlihat tanda-tandanya. Guna memulainya, butuh bukan hanya keberanian, tetapi juga modal fisik, dana serta dukungan semua pihak.
Guna mendirikan yayasan Homecare ini minimal punya partner, teman-teman sesama perawat yang minat, butuh kantor, pasang iklan, kerjasama dengan pihak RS, perawat, dokter, manajemen pusat layanan kesehatan lain, lembaga pendidikan, serta lembaga Pemerintah yang memberikan izin. Â Tanpa ada dukungan dari semua yang saya sebut di atas, bisnis Homecare tidak akan jalan. Â
Kalau Dikritik Dikira Benci
Saya suka memberikan masukan pada teman-teman terkait apa yang bisa dikerjakan. Kalau saya bilang jangan jadi PNS karena ribet birokrasinya, dianggap saya benci. Padahal, realitasnya memang demikian.
Memang ada beberapa kebijakan Pemerintah yang belum sepenuhnya terealisasi. Misalnya, belum terwujud diangkatnya tenaga honorer. Ini yang kadang membuat para honorer kadang 'marah'.
Persoalannya, yang diurus Pemerintah memang banyak. Hanya saja, kesalahan Pemerintah juga apabila membuat janji, kemudian ternyata tidak ditepati. Otomatis bikin rakyat marah.
Apalagi kalau kita lihat tenaga kesehatan yang kerja di ribuan pusat layanan kesehatan yang dibayar murah selama ada yang lebh dari 10 tahun. Bagaimana nasib mereka ke depan jika tidak ada jawaban yang pasti dari Pemerintah? Akhirnya dilontarkan kritikan-kritikan pedas pada Pemerintah Daerah hingga Pusat, khususnya para politikus.
Sayangnya, kadang kita tidak bisa membedakan antara kritikan dan kebencian. Hal yang abu-abu ini tidak jarang dipersepsikan sebagai sesuatu yang negative. Ujung-ujugnya, bila tidak hati-hati, jangan-jangan teman-teman bisa masuk Bui.
Fahri Hamzah, Fadli Zon dan Rocky Gerung
Tiga orang ini, walaupun secara pribadi tidak ada hubungan dengan saya. Kadang saya suka jalan fikirannya. Secara langsung atau tidak, jika berfikir positif apa yang dikemukakan mereka adalah demi kebaikan kita semua, warga negara dan bangsa Indonesia.
Kalau Fahri Hamzah misalnya disebut sebagai orang yang banyak omong, lha namanya saja orang DPR, memang kerjanya cuma ngomong. Demikian pula Fadli Zon dan Rocky Gerung yang kerjanya sebagai senior, ngomong doang. Mau kerja, kerja apa? Duit mereka punya, nama baik? Sudah terkenal. Jadi apalagi yang dicari?
Kalau soal ada yang membenci, jangankan mereka, Rasullullah Muhamad SAW saja, manusia terbaik di muka bumi ini dimusuhi oleh kaumnya sendiri.
Saya ingin berfikiran seperti mereka. Out of the box. Tidak selalu selaras dengan cara pandang orang banyak. Termasuk mau jadi PNS dan dapat Gaji ke-13.
Bagi saya, untuk membangun negeri ini tidak harus jadi Pegawai Negeri. Jadi apa saja dan siapa saja serta di mana saja itu bebas dan dilindungi undang-undang. Sepanjang tidak merugikan masyarakat, bangsa dan negara.
Kalau soal penghargaan, saya tidak pernah mikir. Lagi pula, siapa mau memberi penghargaan kepada saya yang belum apa-apa ini? Perkara Fahri Hamzah atau Fadli Zon atau Rocky Gerung, yang akan dipanggil ke Istana untuk menerima Tanda Jasa Bintang Mahaputera Nararya atau tidak, itu saya tidak peduli. Toh piagam yang mereka terima, tidak akan sanggup mengubah nasib saya. Â
Yang penting bagi saya di masa mendatang adalah harus dapat penghasilan yang melebihi Gaji ke-13. Titik! Â
 Â
Malang, 11 August 2020
Ridha Afzal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H