Ketika Corona mewabah, sistem pendidikan di dunia ini berubah. Di negara-negara maju, perubahan sistem ini tidak begitu 'mengejutkan', karena mereka sudah terbiasa dengan dinamika perubahan. Mereka  sudah memiliki sarana dan prasarana teknologi yang mendukung. Tinggal poles di sana-sini, kemudian jalan.
Indonesia ini beda. Meskipun China, India dan USA yang luas daratannya melebihi Indonesia, penduduknya hanya tinggal di satu daratan yang sama. Indonesia ini, ada 17.000 pulau, 3000 di antaranya dihuni. Pemerintah menghadapi tantangan yang sangat besar. Pemerintah perlu bekerja extra keras bagaimana agar seluruh penduduk yang menyebar di ribuan pulau ini, hidupnya bisa sejahtera.
Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 menyebutkan tujuan nasional yaitu (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) memajukan kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosia bagi seluruh rakyat Indonesia. Â
Kesejahteraan yang disebut dalam Pembukaan UUD 1945 ini memiliki makna suatu keadaan di mana kita bisa merasakan sejahtera (kesejahteraan social  dan ekonomi), aman dan tenteram (kesejahteraan Jiwa).Â
Menurut UU (Undang-Undang) Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial Pasal 1 ayat (1) Â yang berbunyi "Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya". Adapun kesejahteraan jiwa adalah yang berkaitan erat dengan rasa aman dan tenteram.
Pandemi Covid-19 ini telah mengakibatkan hidup tak aman, tidak tenteram. Covid-19 juga mengakibatkan terganggunya hampir semua industri bisnis dari berbagi sektor, termasuk bidang pendidikan. Dampak wabah Covid-19 terhadap perekonomian kita sangat dahsyat. Pada triwulan pertama 2020 ini pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara mitra dagang Indonesia tumbuh negatif: Singapura -2.2%, Hongkong -8,9%, Uni Eropa -2,7% dan China mengalami penurunan sampai minus 6,8%.
Pandemi Covid-19 telah merubah perilaku masyarakat dunia di semua kalangan. Ini menjadi tantangan yang sangat berat ke depan bagi kalangan pendidikan, tidak terkecuali dosen. Dosen, selain menghadapi ancaman pandemi virus Corona, kehidupan sosial ekonomi mereka juga menghadapi risiko terpuruk.
Bagaimana secara ekonomi Dosen berkompromi? Â
Sebagai warga kalangan akademik, dosen ditantang untuk membuat inovasi-inovasi terkait penyelenggaraan pendidikan ini. Dosen yang menurut aturannya harus mengikuti protocol kesehatan di era New Normal, mau tidak mau harus menyesuaikan diri dengan semua kondisi ini.
Dua hal penting yang perlu disiapkan oleh dosen adalah mempelajari teknologi online learning dan mempelajari teknologi pengajaran gaya baru. Dua hal ini menjadi tantangan, sekaligus peluang.
Tantangannya adalah, jika dosen tidak sanggup mempelajari teknologi baru, akan ditinggalkan. Bukan hanya oleh mahasiswa, namun kampus. Bayangkan, dosen di era digital ini, mau tidak mau, setuju atau tidak, harus memiliki HP Android. Bahkan, disarankan memiliki laptop, serta jaringan internet. Lebih bagus lagi Wifi di rumah. Bukan pulsa yang jaringan dan kualitas tayangannya tidak sebaik Wifi.
Ini semua memakan biaya. Memang, dengan hanya mengajar dari rumah, dosen tidak perlu transport, mengenakan dasi dan bermotor. Otomatis ini hemat waktu, tenaga dan bensin. Â Akan tetapi, bukan berarti dosen tidak keluar dana untuk kepentingan proses belajar mengajar yang menggunakan teknologi informasi ini.