Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ganti Kabinet, yang Nggaji Menteri Juga Tetap Rakyat

11 Juli 2020   20:57 Diperbarui: 11 Juli 2020   20:58 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: Sindonews.com

Setidaknya pernah 40 kali terjadi pergantian kabinet di negeri ini, sejak Sejak Kabinet Presidensial tahun 1945, zamannya Presiden Soekarno, hingga Kabinet Indonesia Maju, tahun 2019 ini di bawah komando Pak Jokowi. Jumlah personel pun bervariasi. 

Yang paling sedikit ada masa darurat, tahun 1948 di bawah kepemimpinan Ketua PDRI, sejumlah hanya 12 orang. Sedangkan yang terbanyak pada masa Kabinet Dwikora II, tahun 1966, sebanyak 132 personel. Kabinet Indonesia Maju, berjumlah 34 orang.

Sejauh dan selama proses pergantian kabinet tersebut, ternyata Indonesia juga masih tetap eksis tuh? Menurut Survei Indo Barometer: Soeharto disebut sebagai presiden paling berhasil (detik.com, 2018). 

Dalam survey yang sama, Jokowi disebut sebagai lebih disukai rakyat ketimbang Soekarno (cnnindonesa. Feb. 2020). Tapi Soeharto lebih disuka warga (Vivanews, Feb. 2020). 

Kondisi bangsa ini juga masih teta gini-gini aja. Prestasi kita belum bisa dibanggakan dalam sector ekonomi. Rakyat susah mencari kerja denga penghasilan mapan. Itu intinya.

Semua tahu, ganti atau tidak Kabinetnya, orang-orang yang duduk di Kabinet tidak gratis. Mereka, kerja keras atau malas, tetap dibayar. Gajinya diambil dari pajak rakyat. Karena itu, meminta pertanggungjawaban atas hasil kerja mereka merupakan hal yang wajar.

Tidak perlu sekelas menteri lah. Di pasar saja, seorang kuli, tidak akan dibayar jika tidak menunaikan tugasnya. Lantas, apa yang rakyat bisa lakukan jika hak-hak mereka tidak didapatkan hanya karena kelalaian bapak-bapak dan ibu-ibu yang duduk di kabinet sana?

Anyway, masa kerja Pak Jokowi dan Mak Haji Ma'ruf tinggal 3.5 tahun lagi. Hitungannya sebetulnya tidak lama. Kalaupun akan terjadi pergantian cabinet dan reshuffle benar-benar terjadi, akan ada beberapa risiko.

Pertama, pengeluaran dana. Penggantian menteri dalam cabinet itu butuh proses yang tidak singkat. Juga butuh dana yang tidak sedikit. Minimal ganti setempel, ganti papan nama dan menggunakan banyak kertas. Itu belum terhitung ruangan, gedung hingga biaya pelantikan.

Kedua, penggantian menteri belum ada jaminan akan mendapatkan pengganti yang lebih baik. Jika ini yang terjadi, maka program akan makin amburadul. Kecuali ada semacam presentasi dulu terkait visi misi pejabat yang baru sebelum terjadinya pergantian.

Terdapat 7 negara yang ganti Menteri Kesehatan selama wabah Corona ini berangsung (Kompas, 2 Juli 2020). Di antaranya Belanda, New Zealand, Equador, Kirgistan, Brazil dan Chili. Presiden Mesir juga akan ganti 6 menterinya (Republika.co.id). Ini menunjukkan terlepas dari risiko pengeluaran dana sebagai akibat Reshuffle, banyak negara yang lebih milih ganti personal dalam kabinetnya. Mereka pasti sudah memiliki perhitugan rugi-laba yang matang.

Saya pribadi setuju kebijakan Rencana Reshuffle 2020. Jangan tunda Pak Jokowi!  Lakukan jika itu meruakan keputusan terbaik bagi seluruh rakyat Indonesia. Kita masih punya banyak orang yang baik dan benar di negeri ini untuk mampu menjabat sebagai menteri yang kompeten.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun