Kayaknya teman-teman kuliah sepakat. Yang disebut sukses itu idealnya adalah kombinasi atau gabungan dari pencapaian tiga aspek yakni perolehan kekayaaan, terkenal namanya dan professional pekerjaannya.Â
Dari ketiga kriteria itu, yang boleh ditawar ada dua: terkenal dan professional. Terkenal bisa ditawar, karena tidak sedikit orang yang sukses tanpa mempedulikan ketenaran. Demikian pula professional. Orang ingin sukses, tapi tidak mau kuliah, atau ikut pelatihan yang tersertifikasi. Yang penting: kaya.
Sebut saja Bob Sadino, Susi Pudjiastuti, Andy F. Noya, MH Ainun Najib, Ajib Rosidi, dan Andrie Wongso. Mereka dinilai oleh public sebagai figure yang sukses. Apa kebetulan? Tidak ada yang kebetulan dalam hidup ini.
Pertanyaannya adalah, apa kriterianya dan pada umur berapa harus sukses? Saya mengidentifikasi ada tiga kriteria yang harus dijadikan sebagai pertimbangan ukuran keberhasilan.
Pertama, mau bekerja apapun.
Saya punya teman. Fahmi namanya. Saat ini lagi kuliah ambil S2 di sebuah kampus negeri terkenal di Banda Aceh. Dibesarkan dalam kalangan keluarga sederhana, Fahmi punya tekad luar biasa. Sambil kuliah S1 waktu itu, Fahmi sudah memulai usaha dengan jualan pulsa. Di Aceh, seperti halnya di banyak tempat di negeri ini, semua orang butuh pulsa. Prospeknya menurut Fahmi besar.
Di Aceh, bisnis ini menurut Fahmi bisnis model begini sangat menjanjikan. Sementara di Malang, saya heran. Di tempat saya tinggal saat ini, beda. Orang tidak banyak jualan pulsa sebagaimana yang ada di Aceh. Apa cukup jualannya model online ya? Saya tidak melihat banyak orang berjajar jualan pulsa seperti di Aceh. Di Banda Aceh misalnya, yang namanya penjual pulsa itu ramai banget. Fami memanfaatkan golden opportunity ini. Dia geluti bisnis 'kecil' ini dari bawah.
Mulailah dia menjual eceran. Hari demi hari, minggu demi minggu, dan bulan pun berganti tahun. Kami yang tidak begitu memperhatikan bagaimana prosesnya, tiba-tiba melihat Fahmi sudah punya toko jualan pulsa di lima tempat, dalam kurun waktu 4-5 tahun. Cepet banget. Of course saya tidak akan bandingkan Fahmi denga Ibu Susi atau Bapak Bob Sadino.
Yang saya salut adalah, dalam usia yang relatif muda, saat masih kuliah saja, ide yang Nampak simple ini, sudah ada. Fahmi konsisten dengan passion nya. Hasilnya, dia bisa kuliah dengan duit sendiri. Dengan dana sendiri dia bayar program pasca sarjananya. Dia tidak sia-siakan masa mudanya hanya dengan bermain Hape, motor atau sekedar ngobrol, duduk ramai-ramai di Warung Kopi sebagaimana banyak pemuda Aceh lakukan.
Fahmi tidak menganggap bahwa jualan pulsa itu pekerjaan orang-orang kecil dan sepele. Sungguh saya sempat dibuat 'iri'. Di usia 25 tahun, mampu berdiri sendiri, tidak bergantung pada orangtua. Jumlah penghasilannya bukan jadi kriteria sukses menurut saya. Karena besarnya income itu relatif. Namun lepas dari hidup ketergantungan orang lain, harusnya lebih utama. Saya bisa katakan bahwa Fahmi, termasuk kategori orang sukses.
Kedua, dalam keadaan apapun.
Sosok kedua yang saya kenal adalah mas Akhir Fahruddin. Asal Sumbawa. Dari keluarga teramat sederhana. Saat kuliahnya, dia repot bagaimana mendapatkan biaya. Sesaat sesudah wisuda, dengan predikat mahasiswa terbaik, Cum Laude, Ayahandanya meninggal. Nyaris tidak ada lagi tulang punggung bagi keluarganya. Cita-citanya kerja di manca negara. Hebatnya, tercapai. Luar biasa.