Di kompleks perumahan kami, rumah paling ujung, penghuninya bekerja di Irak, seorang insinyur minyak. Biasanya dua bulan sekali pulang.Â
Tapi dalam tiga bulan terakhir ini tidak nampak. Besar kemungkinan karena pandemi corona ini. Dampaknya memang luar biasa.Â
Bukan hanya liburan para pekerja migran. Sistem kerja pun, pekan lalu saya ikuti sebuah seminar online terkait pekerja lepas pantai di Qatar, yang biasanya terjadi pergantian shift dua minggu sekali, diubah menjadi 4 minggu. Tidak sedikit yang mengeluh, imbasnya juga pada besarnya upah.
Tahun 2018 lalu, remittance BRI dari TKI mencapai Rp 153.6 Trilliun (Katadata). Devisa negara yang diperoleh dari pekerja migran kita sejumlah 4.3 juta, sekitar 8.7% dari jumlah APBN kita tahun 2020. Rata-rata per bulan mencapai Rp 38 Trilyun (CNBC, 2019). Sebuah jumlah yang cukup besar, yang juga kena hantaman.
Menurut Kepala Balai Pelayanan Penempatan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BNP3MI) Yogyakarta, Suparjo, ada 53 negara tujuan pekerja migran Indonesia.Â
Yang terbanyak di Korea Selatan dan Malaysia. Eropa, Amerika, Australia, dan Timur Tengah merupakan beberapa wilayah negara tujuan Pekerja Migran Indonesia (PMI).Â
Korea Selatan banyak diminati karena gajinya tinggi. Para pekerja migran ini bekerja di sektor manufaktur pabrikan. Mayoritas lulusan SMA/SMK. Kini tidak lagi lancar prosesnya. Sebanyak 38.000 PMI diprediksi akan pulang ke Indonesia akibat corona ini (Kompas, Mei, 2020).Â
Sementara puluhan ribu yang gagal berangkat. Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah memulangkan 433 calon PMI yang gagal berangkat karena pandemi ini di lokasi penampungan perusahaan penyalur buruh migran di Bekasi 17 April 2020 lalu.Â
Penghentian penempatan ini terjadi di 209 negara, termasuk penempatan di Malaysia, Singapore, Taiwan, Hongkong, Korea, Saudi Arabia, dan lain-lain.
Karyawan yang bekerja pada perusahaan jasa penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) tulang punggung ekonominya bertumpu pada bisnis ini. Terdaftar ada 444 perusahaan P3MI per Juni 2019 (BNP2PMI).Â
Lantaran Covid-19 ini, aktivitasnya terancam gulung tikar sementara dan mereka belum tahu kapan mulai aktif lagi. Setidaknya selama 3 bulan terakhir, mandeg kegiatannya.Â