Mengamati dunia gender dalam kerja sangat menarik. Jadi cewek, zaman kini, sepertinya jauh lebih beruntung dalam perolehan kerja ketimbang cowok. Apalagi jika pintar, terampil dan cantik. Itu diakui oleh semua orang. Coba saja pekerja di Bank, Sales, outlet mall-mall terkenal, hotel, hingga perusahaan asuransi. Kadang kepinteran nomer sekian. Yang penting 'wajah'.Â
 Dalam perjalanan dari Lawang ke Malang, Jawa Timur, deretan puluhan perusahaan kita lewati. Mulai dari perusahaan jasa hingga manufaktur. Pabrik-pabrik plastic, kosmetik, rokok hingga pertokoan semua ada di sana, hampir serluruhnya didominasi oleh kaum Hawa.Â
Pagi sebelum masuk kerja, selalu ramai di depan pabrik, di pinggir jalan, saat istirahat di luar, hingga jam pulang serta akhir pekan saat gajian mingguan. Angkot-angkot juga ramai kaum ibu ketimbang bapak-bapak. Hanya perusahaan yang banyak butuh 'otot', seperti Karoseri, bengkel, otomotif, yang didominasi kaum bapak. Yang lain, nyaris perempuan semua.
Publik mungkin bisa memahami untuk profesi tertentu bila didominasi oleh pekerja perempuan, seperti perawa, guru atau asisten Rumah Tangga. Di RS, klinik, balai kesehatan, perawat perempuan jauh lebih banyak. Bisa dimengerti mengapa permintaan perawat perempuan yang kerja di luar negeri juga jauh lebih besar dibanding laki-laki akhir-akhir ini. Timur Tengah, Belanda, Jerman, Jepang, membutuhkan jauh labih banyak perempuan.Â
Ke Timur Tengah tiga tahun terakhir ini malah hanya perempuan yang diterima. Demikian pula untuk posisi domestic helper, pastinya perempuan yang dibutuhkan, bukan kaum Adam.
Akan tetapi pabrik-pabrik plastic, rokok, ekspor impor makanan, yang juga memiliki risiko da kerjanya juga butuh otot, mengapa lebih menyukai perempuan sebagai karyawan mereka?
Dominasi perempuan dalam dunia kerja di sejumlah sektor menjadi tanda tanya. Inilah salah satu penyebab kecemburuan sosial yang tidak terjadi di era 80-an. Kaum Adam yang notabene sebagai penanggungjawab keluarga akan mengalami 'ancaman pengangguran' lebih besar.Â
Kaum pria merasa sulit mencari kerja karena perempuan lebih disuka. Ini pula yang menyebabkan keluarga dan anak-anak merasa 'terlantar' karena kaum ibu lebih banyak kerja dari pada kaum bapak.
Mengapa demikian?
Merebaknya teknologi informasi, maraknya isyu emansipasi, persamaan gender serta tidak adanya diskriminasi membuat perempuan merasa memiliki kedudukan yang 'sama' dengan kaum pria dalam hal perolehan kerja dan penghasilan, bisa jadi penyebab. Walaupun memang, harus diakui masih banyak pula kaum Hawa yang lebih nyaman kerja di rumah, menjadi Ibu Rumah Tangga, atau bekerja tetapi tanpa meninggalkan rumah.Â
Namun bagi lainnya, yang tidak memiliki pilihan atau keterampilan yang bisa dilakukan di rumah, mereka merasa lebih enak kerja di luar rumah. Di pabrik, dibayar murah, kadang ada risiko pelecehan, dianggap 'tak masalah'.
Menurut Zeneger Folkman, pada tahun 2012, perusahaan yang dikelolanya yang fokus mempelajari kepemimpinan, melakukan jajak pendapat terhadap 7.280 perusahaan. Hasilnya, 12 dari 16 poin yang mereka kaji, ternyata kaum wanita lebih unggul daripada pria (75% berbanding 25%).Â