Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kue Kering Revolusi Industri 4.0

15 Mei 2020   01:00 Diperbarui: 15 Mei 2020   01:02 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dampak era digital dan industri 4.0 ini merambat ke mana-mana. Teknologi canggih bukan hanya dominasi elektronik dan industri. Teknologi juga tembus hingga ke dapur dan kue tradisional. Kue tradisional yang dulu ramai di zaman Orba, nyaris punah di era Digital. Kayak Badak Jawa yang hanya ada di Ujung Kulon. Generasi Millennial sudah migrasi sesuai seleranya.

Astrid (2019) mengatakan, era pasca Revolusi Industri 4.0 menyajikan ribuan tantangan, sekaligus sejuta peluang. Internet, multimedia dan konco-konconya akan ramai-ramai membawa perubahan di berbagai bidang kehidupan. Era Revolusi Industri 4.0 menjadikan timur dan barat tanpa jarak, waktu dan ruang. 

Munir (2016) mendukung pendapat Astrid. Guru Besar bidang multimedia ini menggambarkan betapa ke depan dunia multimedia begitu luas jangkauanya. Benar juga. Dari multimedia ini, kemudian bisa mencuat ide-ide gila terkait Tata Boga, food and beverages, yang membuat jenis makanan dan kue jadi tambah aneh-aneh rasa dan aromanya. 

Saat ini kita masih butuh beras agar kenyang. Di masa depan, mungkin saja ada penemuan, di mana cukup menelan satu pil, jika tujuannya agar terasa penuh dalam lambung. Persis seperti dulu sebelum computer dan internet ditemukan. Ternyata yang dulu kelihatan impossible, sekarang, everything is possible.  

Saat ini kalau ke pasar tradisional pun, jarang bisa dengan gampang menemukan murni makanan tradisional. Rata-rata jenis makanan model kini sudah di-ATM-kan. Di-Amati, di-Tiru, kemudian di-Modifikasi. Kue zaman dulu, kini dikemas beda. 

Bayangkan, sekarang ada Lapis Telo (Ketela Rambat), Kue Cubit topping modern, Kue Rangin (Pancong Coklat Keju), Martabak Manis warna warni, Surabi bernuansa Pancake, Onde-onde aneka rasa, Apem bakar, Sawut Ogiri, Lemper isi Tuna, dan lain-lain.

Ada lagi aneka kue kering yang laris menjelang Lebaran seperti Nastar, Kastengel, Putri Salju, dan Cornflakes. Di Cookpad.com, terdapat lebih dari 30.000 resep kue kering Lebaran yang enak dan sederhana. Bisa dimengerti, karena satu jenis kue jika di-ATM-kan, akan berubah jadi macam-macam. Nastar misalnya, ada yang rasa Keju, ada Kacang, ada rasa Ori.

Seorang tetangga ada yang tinggal dan menetap di Belanda. Beberapa teman-teman perawat juga ada yang bekerja di sana. Kata mereka, kue-kue yang ada di Belanda, sebagian ditemukan dengan mudah di Indonesia. Sebaliknya, yang di Indonesia pun, ada yang bisa ditemui di Belanda. Orang kita yang di luar negeri juga sangat kreatif. Bisa kerja sambil jualan kue. 

Nastar, katanya berasal dari kata 'Ananas' dan 'Taart/Tart/Pie' yang artinya Tart Nanas. Kue ini digemari oleh orang Eropa, biasanya diisi Strawberry, Blueberry dan Apel. Terbuat dari campuran adonan Terigu, Mentega, Gula dan Telur. Bentuknya bulat dengan tambahan cengkeh atau kismis di atasnya. 

Di Indonesia Nastar ini dimodifikasi, termasuk ukurannya. Demikian juga Kastengel. Kue ini juga 'Akte Kenal Lahir nya' Belanda. Berasal dari kata 'Kaastengels', kaas (keju) dan stengels (batangan). 

Di negerinya sana, Kastengel bentuknya lebih panjang sekitar 30 cm. Di Indonesia, karena tidak umum Oven berukuran besar, bentuknya diubah menjadi lebih mungil. Konon, orang Indonesia mengenal kue kering ini dari nyonya-nyonya Belanda pada masa kolonial. 

Ada juga Chese Stick atau Stik Keju yang kita gemari. Kue ini konon di Inggris bernama Pipefarces. Di Indonesia Stik Keju ini disajikan dengan saus sambal sebagai pelengkap. Rasanya gurih, cocok disantap dengan Bubur Ayam, Nasi Goreng hingga Steak.

Tiga jenis makanan kering di atas meski populer, tidak sepenuhnya ada di daerah-daerah terpencil atau desa-desa seperti Trenggalek Selatan, atau Aceh Selatan. 

Pada masa kecil kami dulu Mamak suka bikin Pan-panan, kue kering yang menurut saya ribet bikinnya. Generasi Revolusi Industri 4.0 ini 'malas' bikin kue yang berbelit. Pinginnya yag praktis, terkesan trendy. Ibu-ibu masa kini, lewat aneka perkumpulan dan arisan, sangat gemar memperkenalkan resep kue baru atau makanan yang kedengaran dan rasa serta aromanya 'wah....!'

Di tempat saya mondok, dua hari lalu terima pesanan, Kastengel, Nastar dan Semprit. Kata Ibu Santi, yang bikin adonan kue, ada permintaan dari teman-temannya, di Blitar dan Pasuruan. Lumayan buat ngisi waktu luang saat Ramadan. 

Dari pesanan tersebut, pasti ada sisa kue ekstra, bisa ikutan merasakan. Kata beliau, bahan pembuatan untuk Kastengel atau Nastar tidak sampai Rp 100 ribu. Dijualnya Rp 190 ribu untuk Kastengel dan Rp 170 untuk Naster per kilogram.

Masalahnya, bagi saya pribadi, lidah ini agak sulit diajak toleran untuk bisa menikmati kue dengan bahan dasar Keju. Barangkali karena terlalu lengket dengan selera Indonesia. Jadi, apa yang orang bilang 'enak sekali' kue-kue keringnya, bagi saya malah tidak ada yang istimewa. 

Sebaliknya, Kue Bolu yang kami sebut di Aceh nikmat, dinamakan 'Kue Kukus' di Malang, eh.....orang-orang ini malah tidak begitu doyan. Lho? Yang namanya selera itu memang kerapkali bikin susah juga untuk diajak mengerti.

Intinya, seperti kata Astrid di atas, dalam bukunya Best Seller, yang bertajuk Revolusi Industri 4.0. Bahwa dampak teknologi informasi ini terasa sekali. Sampai-sampai kue kering pun, yang dihasilkan terasa era digital, ketularan aroma industrinya. 

Hebatnya, orang kita sangat cinta dengan tanah airnya. Ibarat makan, jika belum nasi, meski sudah kenyang, akan bilang 'belum makan'. Makanya, terakit kue kering modern, orang boleh suka-suka dengan selera. Betapapun sudah banyak yang meninggalkan jajanan tradisional, ternyata masih dicari juga kue khas Indonesia. Kecuali tidak ada pilihan. 

Makanya, sambil menulis artikel ini, tepat di sebelah kiri laptop, ada dua Toples kecil. Masing-masing berisi Kastengel, sedikit Nastar dan Kue Pan-panan. Meski sebenarnya tidak terlalu demen dengan keju, eh.....teryata, saya cicipin juga.  

Malang, 15 Mei 2020.
Ridha Afzal
WA: 0823-6815-5600

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun