Remaja merupakan tahap transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa, ditandai dengan pertumbuhan fisik yang cepat, sehingga membutuhkan asupan gizi yang memadai termasuk zat besi. Namun remaja merupakan masa yang rentan dari sudut pandang gizi. Salah satu masalah gizi dan kesehatan pada remaja putri adalah Anemia (Giyanti & Wahtini, 2016).
Anemia diartikan sebagai suatu gambaran yang terjadi pada saat tubuh manusia kekurangan kadar Hemoglobin serta hitung Sel Darah Merah dan Hematokrit (Ht) di bawah rentang normal. Kadar Hb normal pada usia dewasa berkisar antara >12 mg/dl pada wanita dan >13 mg/dl pada laki-laki. Pada anak usia 6 bulan -- 6 tahun berkisar > 11 mg/dl, 6-14 tahun berkisar > 12 mg/dl (E. E. Agustina & Fridayanti, 2017).
Fungsi Hb sebagai protein pembawa oksigen yang terletak di Sel Darah Merah. Hb merupakan jenis protein dan bagian dari Sel Darah Merah yang kaya akan zat besi serta memberikan warna merah pada darah. Hemoglobin juga berperan dalam afinitas (daya gabung) terhadap oksigen sehingga terbentuk oksihemoglobin di sel darah merah yang akan dibawa ke paru-paru dan seluruh tubuh. Tubuh yang memiliki kadar Hb rendah akan menimbulkan kekurangan oksigen pada semua jaringan tubuh, termasuk telapak tangan dan konjungtiva (Dardjito & Anandari, 2016)
Kekurangan Hb dalam rentang waktu yang cukup lama dapat menimbulkan gejala lanjutan. Pada remaja putri yaitu pada masa pertumbuhan akan mudah terinfeksi, kebugaran tubuh berkurang, semangat belajar dan prestasi menurun, sehingga pada saat akan menjadi ibu memiliki resiko tinggi. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar, mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi tidak optimal, menurunkan kemampuan fisik, muka menjadi pucat (Trianingsih & Oktavia, 2022).
Hingga menimbulkan dampak buruk dalam waktu jangka panjang saat kehamilan dan 2 kelahiran seperti berisiko tinggi mengalami kematian ibu, bayi, atau bayi lahir dengan BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah). Oleh karena itu, masalah anemia perlu di cegah dan diatasi sejak remaja.
Cara penanggulangan dan pencegahan anemia sudah banyak dilakukan oleh Puskesmas dan pelayanan kesehatan lainnya, seperti menjalankan program suplementasi gizi melalui pemberian makanan maupun produk zat gizi, pemberian tablet besi dan vitamin A, program fortifikasi bahan makanan seperti fortifikasi besi pada tepung serta program edukasi gizi. Namun prevalensi anemia gizi besi hingga kini masih tetap tinggi (P. P. Agustina, 2019).
Remaja putri menjadi golongan yang rawan mengalami anemia karena mereka mudah dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan, termasuk dalam pemilihan makanan. Persepsi remaja putri yang salah mengenai bentuk tubuh sehingga membatasi asupan makanan, konsumsi sumber protein hewani yang kurang, serta 3 mereka kehilangan zat besi lebih banyak akibat menstruasi setiap bulannya (Laily et al., 2022).
Anemia pada remaja juga dapat disebabkan oleh kebiasaan atau gaya hidup yang kurang baik. Faktor risiko gaya hidup remaja yang kurang baik seperti makan atau nutrisi yang tidak seimbang, merokok, penggunaan obat-obatan, pengaruh polusi lingkungan, stress, makanan siap saji, dan tidak adanya dukungan dalam meningkatkan kesehatan seperti dukungan motivasi untuk makan sehat.
Penelitian yang dilakukan oleh (Bagni et al., 2014) menyatakan terdapat hubungan antara intake nutrisi dengan kejadian anemia pada remaja terjadi karena kurangnya intake makanan yang mengandung zat besi. Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh, zat gizi terbagi menjadi dua golongan yaitu zat gizi makro yang terdiri dari karbohidrat, lemak dan protein, serta zat gizi mikro yaitu mineral dan vitamin (Kemenkes, 2017). Asupan zat gizi remaja dipengaruhi oleh kebiasaan makan dan pola konsumsinya. Kebiasaan makan remaja sendiri akan berdampak pada kesehatannya diperiode kehidupan selanjutnya. Makanan yang dikonsumsi merupakan gambaran dari berbagai faktor diantaranya kebiasaan makan keluarga, teman sebaya dan adanya iklan pada media sosial serta ketersediaan pangan (Wirjatmadi & Andriani, 2012)
Pola makan remaja yang masih belum baik yaitu makanan instan dan junk food, makanan-makanan jajanan yang kurang bergizi seperti goreng-gorengan, coklat, permen dan es. Sehingga makanan yang beraneka ragam tidak dikomsumsi sedangkan pada kelompok usia ini sangat disibukkan dengan berbagai macam aktivitas fisik membuat status gizi remaja kurang. Remaja putri pada umumnya mempunyai karakteristik kebiasaan pola makan tidak sehat antara lain tidak sarapan, diet tidak sehat dan malas minum air putih. Berbagai faktor yang memicu terjadinya masalah gizi pada usia remaja antara lain adalah kebiasaan makan yang buruk (Suryani et al., 2015). Faktor lain adalah pemahaman gizi yang keliru, kesukaan yang berlebihan terhadap makanan tertentu, promosi yang berlebihan melalui media massa, masuknya produk-produk makanan baru (fast food) yang berasal dari negara lain secara bebas mempengaruhi kebiasaan makan para remaja.
Remaja putri seperti ini rentan mengalami kekurangan zat gizi akibat akses yang terbatas untuk pelayanan kesehatan/gizi atau jarang terpapar atau mendapatkan edukasi/penyuluhan gizi khususnya mengenai anemia. Pengetahuan anemia yang kurang akan mempengaruhi pemilihan makanan yang bersifat membantu dan menghambat penyerapan besi dalam tubuh. Semakin sering mengonsumsi makanan yang menghambat (inhibitor) Fe maka akan mempengaruhi status besi dalam tubuh seseorang. Status besi dalam tubuh yang cukup pada saat awal masa remaja dapat mengurangi kecepatan pertumbuhan remaja, karena defisiensi besi dapat mengurangi selera makan, asupan makan dan energi.