Mohon tunggu...
Ridha Elfitra Hibaturrahma
Ridha Elfitra Hibaturrahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UPN "Veteran" Yogyakarta

Sangat menyukai dan tertarik untuk berkecimpung di dunia kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Activism dan Slactivism, Perubahan Nyata dalam Gerakan Sosial Digital. Apakah itu Nyata?

3 Desember 2023   20:07 Diperbarui: 4 Desember 2023   10:02 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dinamika dari gerakan sosial telah mengalami pergeseran transformative. Tidak dapat dipungkiri, bahwa media sosial telah mengubah cara manusia berkomunikasi, berinteraksi, dan menerima informasi. Saat ini, penyebaran informasi dan diskusi mengenai isu politik biasanya dilakukan melalui media sosial. Generasi millennial yang lahir bersamaan dengan kemajuan teknologi memanfaatkan media sosial sebagai public sphere untuk berpartisipasi dalam politik. Media konvensional yang bias karena pengaruh kepemilikan dan penanam modal, dinilai tidak memuaskan generasi masa kini dalam menyediakan informasi mengenai isu sosial politik, sehingga sosial media menjadi kanal utama. 

Pernyataan diatas, menimbulkan pertanyaan tentang keampuhan activisme modern melalui media sosial ini. Activisme adalah upaya yang dilakukan untuk memperjuangkan perubahan sosial, politik, ekonomi, atau lingkungan dengan tujuan untuk mencapai kebaikan yang lebih besar. Activism dalam dinamika digital diplomasi adalah upaya yang dilakukan untuk memperjuangkan perubahan sosial, politik, ekonomi, atau lingkungan melalui media digital seperti internet dan media sosial. 

Namun, tindakan politik di media sosial menciptakan fenomena yang dikenal sebagai slacktivism, sebuah istilah yang menggabungkan kata "pemalas" dan "activism." Slacktivism merujuk pada dukungan online untuk tujuan politik atau sosial, tetapi dengan usaha yang minim. Kritikus menyebutnya sebagai aktivisme media sosial yang bersifat malas, karena melibatkan sedikit waktu dan energi.

Oleh karena itu, dimana sebenarnya perbedaan antara aktivisme digital dan slacktivisme? Activisme digital dan slacktivisme adalah dua konsep yang berbeda. Activisme digital adalah aksi online yang dilakukan sebagai respon dari isu sosial yang ada. Gerakan ini biasanya tidak memerlukan komitmen atau spesialisasi, mudah ditiru dan dibagikan oleh publik serta melibatkan sistem politik yang sudah ada. Sedangkan slacktivisme adalah aksi online yang terkesan aktif dalam dukungan terhadap suatu isu atau kampanye sosial dan politik tanpa memberikan kontribusi nyata atau tindakan yang signifikan dalam dunia nyata. Dalam kata lain, aktivisme digital melibatkan tindakan online yang dapat mempengaruhi sistem politik, sementara slacktivisme hanya terbatas pada dukungan online yang tidak memerlukan tindakan nyata di dunia nyata.

Gerakan media sosial dimulai sebelum tagar mencapai tingkat kepopuleran dan bahkan sebelum tagar tersebut menjadi viral. Awalnya, gerakan ini muncul dalam konteks kehidupan sehari-hari dan pengalaman manusia di dunia offline. Akarnya terletak pada activisme sosial dan politik, serta dorongan untuk menyuarakan kebenaran yang terkadang terpinggirkan. Media sosial memberikan platform dan suara kepada mereka yang sebelumnya tidak terdengar. Meskipun sebuah tagar dapat menjadi tren global, dampaknya tidak selalu bersifat langgeng atau tahan lama.

Salah satu kritik umum terhadap gerakan media sosial adalah potensi munculnya clicktivism dan slacktivism di kalangan pengguna online. Meskipun media sosial menjadi alat penting dalam memulai gerakan sosial, partisipasi dan interaksi di dunia nyata juga memiliki peran krusial dalam mengembangkan activisme. Keberhasilan gerakan media sosial yang signifikan terletak pada kemampuannya mengintegrasikan hubungan yang kuat antara ruang online dan offline, menciptakan suatu kesinambungan yang memungkinkan gerakan tersebut untuk berkembang dan berkelanjutan.

Gerakan #MeToo merupakan salah satu gerakan media sosial yang paling popular pada tahun 2017 dan terus memberikan dampak, baik di ranah online maupun offline, selama lebih dari satu tahun. Meskipun gerakan ini awalnya mencuri perhatian dalam skala  digital, dengan cepat pengaruh gerakan #MeToo, juga merambah ke dunia nyata. Gerakan #MeToo memicu kampanye melawan kekerasan seksual di berbagai sektor dan industri, termasuk film, musik, politik, pendidikan, olahraga, militer, dan bidang kedokteran. Selain itu, langkah-langkah legislatif dan hukum telah diimplementasikan, termasuk pengesahan Undang-Undang Kongres Me Too. Berbagai kasus di pengadilan juga telah menghasilkan hukuman bagi pelaku pemerkosa dan pelaku pelecehan seksual, khususnya mereka yang memiliki kekuasaan dalam masyarakat.

Partisipasi dan tindakan dalam Gerakan Me Too melibatkan berbagai individu dan kelompok sosial, termasuk selebriti, aktivis, mereka yang telah mengalami pelecehan seksual, dan masyarakat umum. Mobilisasi gerakan ini melibatkan sejumlah platform dan ruang, seperti media sosial, lingkungan kerja, acara-acara bergengsi, dan sistem peradilan. Melalui media sosial, kesadaran terhadap gerakan ini ditingkatkan, yang pada gilirannya mendorong usaha melawan kekerasan seksual dalam ranah nyata.

Dengan demikian, gerakan media sosial tidak terbatas pada ruang online semata. Mereka lahir, disebarluaskan, dan diwujudkan baik dalam dunia maya maupun nyata. Media sosial memiliki kemampuan untuk menyebarkan pesan secara luas, memfasilitasi gerakan sosial agar dapat dipublikasikan dan diaktualisasikan di masyarakat. Dalam konteks Gerakan Me Too, peran penting media sosial terlihat dalam memberdayakan suara mereka yang sebelumnya diabaikan atau dibungkam dalam lingkungan sosial. Platform ini memungkinkan para penyintas kekerasan seksual untuk berbagi pengalaman mereka, membentuk gerakan yang dikenali melawan pelecehan seksual dengan menggunakan tagar #MeToo. 

Media sosial juga memberikan wadah bagi Gerakan Me Too untuk terhubung dengan media mainstream dan ikut serta dalam percakapan publik, yang pada akhirnya mendorong tindakan di dunia nyata. Koneksi yang dibangun oleh gerakan ini telah memungkinkan mereka memberikan dampak signifikan terhadap pemahaman dan persepsi masyarakat terkait kekerasan dan pelecehan seksual. Gerakan media sosial tidak dimulai dengan hashtag, namun dimulai dengan orang-orang yang ingin menyuarakan hal yang benar. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun