Mohon tunggu...
Ridha Greenly
Ridha Greenly Mohon Tunggu... -

Guru Perbatasan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kegagalan Negara Menjamin Kemurnian Akidah Umat

16 Februari 2011   14:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:32 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lagi - lagi ahmadiyah berulah, bentrokan fisikpun tak bias terelakkan lagi. Bentrokan yang terjadi di kampung Pasir Peteuy, kecamatan cikesik ini kontan menjadi sorotan banyak pihak. Baik pemerintah, pemuka agama, tokoh masyarakat, LSM bahkan masyarakat umum dan pihak asingpun angkat bicara.

Sungguh, kita dibuat tidak habis pikir dengan kasus ahmadiyah yang tak kunjung usai. Pemerintahpun seolah hanya bisa menghimbau, mengevaluasi namun minus solusi dan tanpa langkah yang tegas. Jadi wajar jika gesekan - gesekan terus terjadi antara ahmadiyah dan masyarakat yang dibuat resah dengan keberadaan kelompok ini. Peristiwa inipun menjadi momen yang dimanfaatkan bagi para pengusung ide - ide Sepilis (sekulerisme, pluralism, dan liberalism). Jargon HAM pun mereka gunakan untuk melindungi eksistensi kelompok sesat yang telah menodai keyakinan umat islam ini. Justru umat islam dan ormas islam yang menginginkan terjaganya kesucian agama mereka menjadi 'kambing hitam' dari masalah ini, menjadi yang disudutkan.

Tentu untuk saat ini, umat harus berpikir kritis dan waspada terhadap segala upaya untuk menjadikan umat islam sebagai pihak yang tertuduh atas setiap peristiwa kekerasan. Jangan sampai, karena merasa tertuduh umat islam justru menerima ide toleransi (dalam permasalahan akidah), pluralisme, dan kebebasan yang mereka sebarkan.

Jika permasalahan ahmadiyah ini diurai, maka kita akan menemukan beberapa penyebab yang menjadi 'bisul' menahun bagi kehidupan umat muslim di Indonesia. Yang pertama, dibiarkannya kelompok ahmadiyah tetap eksis dan mengklaim dirinya sebagai bagian dari islam dan kaum muslimin. Kedua, keberadaan individu dan kelompok pengusung ide Sepilis yang dengan mengatasnamakan HAM dan Demokrasi 'memperjuangkan' eksistensi dari kelompok sesat ahmadiyah ini. Dalam koridor demokrasi, kelompok inilah yang menjadi penghalang bagi pemerintah untuk bisa bersikap tegas memutus kesesatan ahmadiyah ini. Ketiga, ketidak tegasan pemerintah, pun dalam hal memposisikan Ahmadiyah, padahal sudah jelas bahwa ahmadiyah menyimpang dan diluar ajaran islam. Disinilah nampak jelas kegagalan pemerintah dalam melindungi keyakinan mayoritas umat islam.

Sehingga, yang dibutuhkan adalah kejelasan serta ketegasan pemerintah memilih diantara dua pilihan. Pilihan pertama, membiarkan ahmadiyah seperti saat ini dan tetap eksis. Tentu ini adalah pilihan berbahaya karena mayoritas umat islam yang merasa akidahnya dinodai oleh ahmadiyah tidak akan terus diam, dan tinggal menunggu waktu ketika kemarahan mayoritas umat islam berkobar. Pilihan kedua bubarkan ahmadiyah, dan jika ahmadiyah tetap ngotot dengan keyakinannya maka pemerintah dengan dukungan mayoritas umat islam bisa menetapkan ahmadiyah bukan lagi bagian dari islam dan menjadi agama sendiri di luar islam. Itulah yang ditunggu umat islam saat ini, kejelasan dan langkah nyata pemerintah dalam upaya melindungi keyakinan mayoritas umat islam di Indonesia. Tentu saja pemerintahpun harus terlebih dahulu mencampakkan ide - ide sepilis, agar masalah ahmadiyah dan penodaan keyakinan umat islam tidak terus terjadi. Dan kemudian menggantinya dengan penerapan syariah islam, sehingga semua masalah bisa terselesaikan dan keadilan bisa dirasakan oleh semua, termasuk non muslim seperti yang telah ditampilkan berabad-abad silam dalam sejarah kehidupan kaum muslimin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun