Tidak ada yang tahu pasti penyebab wafatnya Fatimah Az-Zahra. Dalam pandangan yang masyhur di kalangan Sunni, beliau meninggal dunia karena kesedihan yang berlarut-larut akibat kehilangan ayahnya, Rasulullah SAW. Hal ini mengingat betapa erat hubungan keduanya. Ketika Rasulullah SAW dalam keadaan lemah menjelang wafat, Fatimah menangis tersedu-sedu, tidak sanggup menghadapi kenyataan akan ditinggalkan oleh ayahnya.
Sementara itu, pendapat lain menyatakan bahwa wafatnya Fatimah disebabkan oleh cedera akibat penyerangan di kediamannya. Penyerangan tersebut bertujuan untuk menangkap suaminya, Ali bin Abi Thalib, agar berbaiat kepada Abu Bakar. Pada saat itu, Fatimah yang sedang mengandung mencoba melawan, sehingga menyebabkan dirinya mengalami cedera serius dan keguguran. Pasca kejadian tersebut, kesehatan Fatimah terus menurun hingga akhirnya beliau wafat. Peristiwa penyerangan itu terjadi tidak lama setelah enam bulan kepergian Rasulullah SAW, tepatnya pada tahun 11 Hijriah (632 M). Penyerangan ini disebut-sebut dilakukan atas perintah Abu Bakar, yang dipimpin oleh Umar bin Khattab.
Di saat-saat terakhir hidupnya, ada riwayat yang menyebutkan bahwa Abu Bakar dan Umar datang menemui Fatimah untuk meminta maaf dan mengakui kesalahan mereka atas penyerangan di kediamannya. Mereka dikatakan teringat pesan Rasulullah SAW tentang Fatimah:
"Fatimah adalah bagian dariku. Siapa saja yang membangkitkan amarahnya, maka sama saja telah membangkitkan amarahku."
Kejadian tersebut membangkitkan amarah Fatimah. Saking kecewanya, beliau berpesan kepada suaminya, Ali bin Abi Thalib, agar tidak seorang pun mengetahui lokasi jasadnya kelak, termasuk Abu Bakar maupun Umar. Pemakamannya dilakukan secara rahasia, dan hingga kini tidak ada yang mengetahui secara pasti di mana makamnya.
Kepergian Fatimah Az-Zahra menjadi guncangan terhebat bagi Sayidina Ali, pria yang dikenal akan kegagahan dan keberaniannya. Bahkan, ia pernah mengangkat gerbang Khaibar yang beratnya mencapai 900 kg seorang diri. Namun, di hadapan istrinya yang telah terbujur kaku, Ali hanya mampu tertunduk lemah. Saking lemahnya, ia bahkan meminta bantuan untuk mengangkat jenazah istrinya.
Ketika Sayidina Ali menyiapkan pemakaman untuk Fatimah, ia baru menyadari bahwa tulang rusuk istrinya patah akibat kekerasan yang dialaminya. Selama ini, Fatimah menyembunyikan penderitaannya agar Ali tidak mengetahuinya. Ia menjalani semuanya dengan penuh kesabaran.
" Sekuntum Bungan turun dari surga Kembali kesurga dan meninggalkan wanginya dalam pikiran ku"
-Ali bin Abi Thalib
Fatimah Az-Zahra adalah mutiara di lautan keberkahan, lahir dari rahim seorang perempuan mulia yang tidak ada seorang pun mampu menandingi kemuliaan dan kedermawanannya. Jika harus ada hari untuk para wanita, maka tiada hari yang lebih indah daripada hari lahirnya Sayidah Fatimah. Beliau adalah teladan bagi seluruh manusia, yang menjelma segenap esensi insani.
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW bersabda, "Fatimah adalah bidadari dalam bentuk manusia. Setiap kali saya merindukan surga, saya mencium anakku Fatimah." Beliau juga mendapatkan julukan dari ibunya, yaitu Al-Kubra.