Begitulah sikap anak-anak saya beberapa hari ini. Karena mereka sudah tahu bagaimana asyiknya berkemah bersama anak-anak lain diantara keseriusan orang dewasa dalam acara multikultural green camp, terutama bungsu dan si tengah begitu tak sabar menunggu pelaksanaan Jambore Keadilan Iklim yang diikuti seluruh pencinta alam dan pengabdi lingkungan dari seluruh penjuru kota kami Lumajang - Jawa Timur. Jambore ini diadakan selama dua hari, tanggal 21 dan 22 besok. Bungsu saya dari jauh hari sudah menyiapkan ransel, berisi baju ganti dan snack. Sementara kakak perempuannya lebih memilih menyimpan uang jajannya untuk dibelanjakan pada hari H. Hanya abang mereka yang terlihat adem ayem, santai diciprati snack oleh si adik seraya menonton film spiderman dengan mulut yang tak berhenti mengunyah. [caption id="attachment_175743" align="alignnone" width="300" caption="si sulung dan bungsu sedang akur, seringnya sih pada jahil2an."][/caption] Tak jauh dari keduanya, si tengah sedang asyik membaca sekilas-kilas term of reference-nya Jambore Keadilan Iklim sembil bertanya ini itu pada ayahnya. "Pesertanya seratus orang ya, Yah?" Â si Ayah mengangguk, tak berhenti dari pekerjaannya mendata para peserta yang telah melakukan konfirmasi baik via sms maupun email. Seratus orang itu undangan dari luar, belum termasuk anggota komunitas dan masyarakat pinggir hutan yang telah bersama kami sejak bertahun-tahun lalu melakukan aktivitas konservasi di gunung Lemongan. Dan sangat menyenangkan karena setiap kali mengadakan sebuah acara selalu ramai apresiasi, baik dilihat dari jumlah yang hadir maupun pemberitaan di media massa maupun elektronik. Setidaknya dengan begini, kampanye lingkungan sebagai bagian dari proses penyadaran akan lebih mudah tersebar di seluruh lapisan masyarakat. Orang yang tidak tahu menjadi faham, dan yang acuh menjadi peduli. Anak-anak pun terbiasa belajar dengan cara melihat. Bahwa untuk menyelamatkan alam harus dimulai dari rumah, lalu melangkah ke wilayah yang lebih luas di sekitar kita, yaitu hutan kita. Dari rumah mereka belajar bagaimana orang dewasa mengumpulkan bibit lalu menyemai, saat tumbuh besar akan dipindah ke dalam hutan yang tandus akibat keserakahan manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab. [caption id="attachment_175744" align="alignnone" width="300" caption="sejak dini ikut menanam di hutan sekaligus menjaganya"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H