Mohon tunggu...
Rida Fitria
Rida Fitria Mohon Tunggu... Freelancer - An author of several books; Sebongkah Tanah Retak, Bunga dan Duri, Paradesha, Jharan Kencak, dll.

Ketika kita berkata, "Selamatkan bumi!" Sejatinya kita sedang menyelamatkan diri sendiri dan anak cucu dari bencana dan kepunahan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjaga Toleransi dan Meneguhkan Kebhinnekaan

17 Juli 2018   21:04 Diperbarui: 17 Juli 2018   21:37 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada dasarnya kancah media sosial kita hari ini terbelah oleh dua pemikiran yang jelas sekali perbedaannya, yaitu kalangan yang berpikiran toleran dan intoleran. Kelompok toleran cenderung menunjukkan perilaku damai, ucapan meneduhkan dan mengingatkan sesama anak bangsa untuk bersama-sama menjaga keutuhan negeri, apapun perbedaan dan keragaman latar belakang yang sejak dahulu menjadi ciri khas di tanah Nusantara. Sementara kalangan intoleran, mengarah kepada faham radikalisme dengan pemikiran yang seringkali sulit dinalar akal sehat. Ujaran kebencian/risak/fitnah terhadap pihak-pihak yang tidak sealiran/sefaham/sekubu dengan mudahnya diucapkan/dituliskan/diposting. Tak peduli jika perbuatannya telah melanggar etika, hukum negara, bahkan hukum Tuhan. 

Namun kiranya kita tidak bisa melihat persoalan tersebut secara hitam putih. Kedua pemikiran tersebut tidak ujug-ujug timbul begitu saja mempengaruhi keseharian seseorang. Pikiran damai dan bijaksana kaum toleran tentulah berasal dari perjalanan panjang para guru bangsa yang tak lelah berbagi ilmu dan manfaat untuk sesama anak bangsa, bagaimana hidup berdampingan secara damai dengan menghargai perbedaan-perbedaan. Hidup damai bukan berarti menafikan pemikiran kritis, dalam perbedaan kita tetap bisa membicarakan dan mendiskusikan banyak persoalan untuk mendapatkan solusi terbaik. Namun tanpa melibatkan kata-kata makian dan hinaan sesuai tuntunan agama yang mengedepankan budi pekerti dan akhlak yang mulia. 

Bila Aku Jadi Menag

Pertama, memperkuat jaringan kerja sama, khususnya dengan kelompok-kelompok masyarakat yang selama ini aktif menyuarakan toleransi melalui aksi nyata pendampingan ummat di Indonesia. Misalnya Gusdurian yang aktif menyelenggarakan Kelas Pemikiran Gus Dur, membahas warisan berharga sang tokoh dalam aspek Ketauhidan, Kemanusiaan, Keadilan, Persaudaraan, Pembebasan, Kesetaraan, Kesederhanaan, Kekesatriaan, dan Kearifan Lokal/Tradisi. Bekal ilmu dan contoh suri tauladan bagi kita semua yang peduli merawat Republik ini tetap kokoh berdiri dalam damai dan sejahtera sejak dalam pikiran.

Kedua, mengapresiasi tokoh-tokoh agama yang istiqomah bersyiar dan inspiratif sehingga ummat memiliki banyak tokoh panutan yang baik untuk digugu dan ditiru dalam kultur masyarakat Indonesia kita yang beragam namun tetap dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.

Ketiga, terbitkan banyak buku yang membawa pesan damai dan toleransi. Gandeng pesantren, sekolah-sekolah, forum-forum pengajian, tempat-tempat ibadah, dsb. Dalam penyebaran buku-buku tersebut.

Keempat, merangkul majlis-majlis shalawat yang gerakannya semakin meluas dan intensif untuk bersama-sama menjaga KeIndonesiaan dan kebhinnekaan kita.

Jika media dan keseharian kita dipenuhi oleh berita-berita dan laku spiritualitas yang positif, semoga yang negatif-negatif menyingkir dengan sendirinya. Tentu butuh proses yang tidak mudah untuk membuat seseorang tercerahkan, satu langkah dimulai dari kata-kata dan ucapan yang baik semoga menjadi berkat dan menghentikan orang lain menyebarkan kata-kata yang buruk.

Jayalah Indonesiaku!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun