Pantai yang terletak di salah satu bagian dari hamparan panjang pesisir laut selatan, masuk wilayah desa Wotgalih kec. Yosowilangun kab. Lumajang, sangat ramai dikunjungi wisatawan manca desa atau manca negara - meminjam istilah petugas bagian woro-woro -  terutama pada hari raya idul fitri seperti sekarang ini. Pantai yang mengandung pasir besi kwalitas terbaik, dimana selama beberapa waktu sempat menimbulkan konflik luar biasa antara masyarakat desa anti tambang dengan pemilik modal dan pemkab, ternyata sudah lama sekali memiliki cara unik dalam mengelola kawasan wisata di desa mereka. Bekerja sama dengan pemerintahan desa ( tahun ini desa menerima kas sekitar tujuh puluh juta rupiah ), warga kemudian membentuk beberapa tim penanggung jawab, dari tim yang bertugas mengurusi karcis masuk hingga tempat parkir. Nah, bagian pengelola tempat parkir inilah yang kemudian menarik perhatian penulis. Ternyata antara tempat parkir roda empat dan dua memiliki pengelola yang berbeda, namun dengan tujuan serupa. Bahwa pendapatan yang mereka peroleh, setelah dipotong kas desa, kemudian digunakan untuk pembangunan masjid-masjid dan pesantren yang ada di desa Wotgalih. [caption id="attachment_272397" align="aligncenter" width="300" caption="Pantai Mbah Drajit (dok.pribadi)"][/caption] Untuk menuju Pantai Mbah Drajid ini ada tiga jalur masuk : 1. Dari sisi timur (Jalan raya Yosowilangun - Kencong) masuknya melalui Desa Tunjung Rejo yang terkenal sebagai desa kristen, karena mayoritas penduduknya beragama kristen 2. Dari sisi utara (Jalan raya Yosowilangun - Kunir) masuknya setelah stadion Yosowilangun belok ke selatan melewati Bulak Tal. 3. Dari sisi barat masuknya melalui desa Krai. setelah sampai di perempatan Balai Desa Kraton belok kiri. Seolah sudah menjadi tradisi, setiap lebaran masyarakat berbondong-bondong berpelesir ke pantai Mbah Drajit ini. Ada yang datang mengendarai motor, ada pula yang berombongan dengan truk atau pick up, dan tak sedikit yang membawa mobil pribadi bersama anggota keluarga yang terbatas. Panas dan debu tak menjadi halangan, juga hingar bingar musik dan operator  yang kerap berbicara di mikrofon. Membludaknya pengunjung adalah berkah bagi warga desa. Mereka mendirikan tenda-tenda kecil atau sekedar menggelar meja, berjualan makanan, kaca mata, tas, topi, dan sebagainya. Karena area tempat wisata harus menyeberangi semacam sungai dan jembatan kecil, warga desa pun memanfaatkan peluang ini dengan mengelola bersama tempat-tempat parkir ( seperti yang dijelaskan di atas ). [caption id="attachment_272407" align="aligncenter" width="300" caption="Tempat parkir yang dikelola oleh kalangan santri, lokasi terdekat dari pantai (dok.pribadi)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H