Mohon tunggu...
Rico Mangiring Purba
Rico Mangiring Purba Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Mantan aktivis mahasiswa di Lampung, pernah menekuni dunia jurnalistik sebagai reporter di beberapa media lokal maupun koresponden media nasional. Menulis opini dan beberapa sajak di blog pribadi, facebook, dan diterbitkan di beberapa media. Blog: ricoempe.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Nature

Hutan Indonesia: Menyemai Asa di Hutan Warisan Dunia

1 April 2013   09:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:55 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Lestari alamku, lestari desaku dimana tuhanku menitipkan aku nyanyi bocah-bocah dikala purnama nyanyikan pujaan untuk nusa…

Bait-bait di atas merupakan salah satu lirik dari lagu milik grup band papan atas Indonesia “Boomerang”, salah satu grup band Indonesia yang masih peduli akan keberadaan alam Indonesia yang kian hari keadaannya kian kritis.

Hutan Indonesia sebagai tempat tinggal berbagai jenis makhluk hidup saat ini hanya tersisa 54 % dan itupun keadaanya dalam status sekarat. Hutan Indonesia merupakan rumah bagi 12% dari jumlah spesies binatang menyusui/mamalia, pemilik 16% spesies binatang reptil dan ampibi, 1.519 spesies burung dan 25% dari spesies ikan dunia (WALHI). Sebagian diantaranya adalah endemik atau hanya dapat ditemui di daerah tersebut.

Hutan Indonesia telah mengalami kerusakan yang membutuhkan waktu beratus-ratus tahun untuk mengembalikannya kedalam keadaan semula. Indonesia adalah negara yang saat ini memiliki tingkat deforestasi yang cukup tinggi, dalam dua puluh tahun terakhir Indonesia kehilangan hampir sekitartiga juta hektar hutannya, yang berarti dalam satu hari Indonesia kehilangan hutan sekitar enam belas kali luas lapangan sepakbola! Bahkan data hutanindonesia.com menyebutkan bahwa Jambi dalam kurun waktu 10 tahun ini saja sudah kehilangan 1 juta hektar luas hutannya.

Menurut salah satu lembaga yang juga bergerak dibidang keanekaragaman hayati Wildlife Crime Unit (WCU), jika Indonesia tidak mengambil tindakan tegas bagi para perusak hutan maka pada tahun 2015 nanti adalah tahun terakhir dari hutan Indonesia.

Sumatera sebagai pulau terbesar kedua di Indonesia mempunyai potensi alam yang sangat luar biasa, mulai dari keanekaragaman jenis satwa maupun tumbuh-tumbuhan. Hal ini juga telah mendorong adanya beberapa pusat konservasi di pulau Sumatera.

Mulai dari ujung utara Aceh, Taman Nasional Gunung Leuseur, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Taman Nasional Tesso Nilo, Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Berbak, Taman Nasional Way Kambas dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang terletak di ujung paling selatan pulau sumatera. Beberapa Taman Nasional yang telah disebutkan diantaranya telah mendapat pengakuan dan pengesahan dari UNESCO melalui lembaga khususnya yaitu Komite World Heritage sebagai situs warisan dunia.

Satu diantaranya adalah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), yang sebelumnya berstatus Suaka margasatwa, memanjang dari Provinsi Lampung sampai Provinsi Bengkulu. Hutan ini merupakan salah satu taman nasional yang telah disahkan oleh Komite World Heritage sebagai situs warisan dunia.

Potensi yang dimiliki taman nasional ini diantaranya adalah meliputi jenis tumbuhan yang terdiri dari pidada (Sonneratia sp.), nipah (Nypa fruticans), cemara laut (Casuarina equisetifolia), pandan (Pandanus sp.), cempaka (Michelia champaka), meranti (Shorea sp.), mersawa (Anisoptera curtisii), ramin (Gonystylus bancanus), keruing (Dipterocarpus sp.), damar (Agathis sp.), rotan (Calamus sp.), dan bunga raflesia (Rafflesia arnoldi).

Tumbuhan yang menjadi ciri khas taman nasional ini adalah bunga bangkai jangkung (Amorphophallus decus-silvae), bunga bangkai raksasa (A. titanum) dan anggrek raksasa/tebu (Grammatophylum speciosum).

Selain itu Taman Nasional Bukit Barisan Selatan merupakan habitat bagi beruang madu (Helarctos malayanus malayanus), badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis), harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), tapir (Tapirus indicus), ungko (Hylobates agilis), siamang (H. syndactylus syndactylus), simpai (Presbytis melalophos fuscamurina), kancil (Tragulus javanicus kanchil), dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata).

Perubahan dan pengembangannya dari Suaka Margasatwa menjadi Taman Nasional tidak lain adalah perwujudan upaya konservasi untuk melindungi dan melestarikan kekayaan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.

Walaupun demikian, dengan keberadaannya sekarang sebagai taman nasional ternyata tidak berpengaruh besar bagi penyelamatan lingkungan jika dilihat dari masih banyaknya kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh tangan-tangan manusia. Keberadaan masyarakat sekitar yang melakukan alih fungsi hutan untuk dijadikan areal perkebunan merupakan penyebab utama selain para pelaku illegal logging yang tertarik akan kayu dari hutan TNBBS.

Hasil hutan khusunya kayu merupakan salah satu bisnis yang menggoda tidak hanya kalangan pengusaha namun juga para pejabat-pejabat pemerintahan. Hal ini dikarenakan besarnya permintaan akan pengadaan kayu tidak hanya bagi komoditas dalam negeri namun juga untuk di ekspor.

Negara-negara pengimpor kayu-kayu Indonesia biasaya berasal dari China, Amerika Serikat dan Jepang. Besarnya permintaan dari ketiga negara ini memengaruhi bisnis dibidang perkayuan di Indonesia, baik melalui jalur yang benar ataupun yang tidak.

Tanggung jawab pemerintah dalam hal ini harus dipertanyakan terkait diterimanya prinsip bahwa hutan dikuasai negara demi untuk kepentingan rakyat, hal ini di amanatkan di dalam UUD 1945 dan ditindaklanjuti dengan berlakunya UUPK Nomor 5 tahun 1967 yang diperbaharui dengan UU No. 41 tahun 1999 beserta peraturan pelaksananya.

Namun dari sekian banyak regulasi yang ada saat ini ternyata belum mampu menjaga hutan kita. Sampai saat ini Indonesia telah menetapkan lebih dari 150 daerah konservasi namun hal ini tidak mengurangi tekanan terhadap perusakan-perusakan dibidang kehutanan.

Hal mendasar yang mengakibatkan terjadinya kerusakan-kerusakan ini tentunya terletak pada tanggung jawab masing-masing individu yang meliputi :


  • Minimnya kesadaran politik
  • Tekanan untuk melakukan korupsi dan suap
  • Moralitas yang rendah dan minimnya insentif bagi kinerja yang baik
  • Dana yang tidak memadai
  • Tentangan berbagai pihak (Masyarakat dan Swasta)

Tanggung jawab inilah yang perlu dibina dan ditunjang oleh pemerintah sebagai pengelola berbagai kepentingan negara demi kesejahteraan rakyat.

Partisipasi Masyarakat

Menyoroti bencana alam yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir di Indonesia, nampaknya diperlukan suatu kajian yang mendalam dan tindakan berkelanjutan dalam penataan dan pengelolaan masyarakat dan kawasan hutan.

Karena sebagaimana diketahui bahwa yang melatarbelakangi terjadinya semua bencana ini bersumber pada kerusakan alam yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia, yang kondisinya sudah sangat kritis. Dan tentunya kerusaan yang terjadi diakibatkan masih lemahnya penerapan hukum dalam bidang lingkungan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah.

Selain upaya dari pemerintah, penyelamatan lingkungan sudah menjadi tanggung jawab bersama seluruh lapisan masyarakat. Selain karena terbatasnya aparat jagawana, masyarakat adalah kelompok yang berkepentingan langsung terhadap lestarinya hutan sebagai sumber kehidupan mereka.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk meningkatkan peran serta masyarakat dengan melakukan pendidikan-pendidikan berwawasan kehutanan, pelatihan-pelatihan penyelamatan lingkungan, serta sosialisasi peraturan yang merata kepada semua lapisan masyarakat.

Dan memberikan kepada masyarakat hal-hal apa saja yang dapat dilakukan melalui media hukum jika terjadi permasalahan yang menyangkut soal-soal kehutanan. Karena sebagaimana disebutkan hutanindonesia.com ada sekitar 33.000 desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan di Indonesia. Dan dari puluhan ribu desa itu, hampir sebagian besar terjadi konflik-konflik kehutanan yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.

Selain hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya beberapa hal penting yang harus diperhatikan dan harus dibenahi oleh pemerintah ialah :


  • kemampuan mendeteksi adanya pelanggaran.
  • tanggapan (respons) yang cepat dan pasti (swift & sure response),dan
  • sanksi yang memadai.

Namun selain tentang penegakan hukum lingkungan kita tidak boleh melupakan upaya-upaya perbaikan struktural di tubuh pemerintahan dan pengadilan. Bagaimanapun, terwujudnya clean and good government, independence of judiciary (peradilan yang bebas dan mandiri) sangat menentukan keberhasilan ketiga jenis penegakan hukum lingkungan di atas.

Bencana yang terjadi di Bogor, Jakarta, Jambidan beberapa daerah lainnya di Indonesia beberapa saat lalu sebetulnya tidak perlu terjadi jika penegakan hukum lingkungan telah dimaksimalkan, yang sekarang harus dilakukan adalah bagaimana menyelamatkan sisa alam Indonesia sebelum bencana yang lain menyusul dengan perangkat hukum yang telah ada saat ini.

Menyemai asa di TNBBS--dan hutan warisan dunia di Indonesia-- merupakan harapan tidak hanya bagi masyarakat Lampung tetapi juga masyarakat dunia, seperti halnya hutan Papua yang milik masyarakat internasional (hutanindonesia.com). Dan yang harus diperhatikan bagi pemerintah Indonesia bahwa saat ini TNBBS bukan hanya milik Indonesia tetapi sudah menjadi milik seluruh bangsa di dunia, dan TNBBS bukanlah titipan nenek moyang tetapi pinjaman dari anak cucu kita!

Salam lestari.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun