Mohon tunggu...
Rico Mangiring Purba
Rico Mangiring Purba Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Mantan aktivis mahasiswa di Lampung, pernah menekuni dunia jurnalistik sebagai reporter di beberapa media lokal maupun koresponden media nasional. Menulis opini dan beberapa sajak di blog pribadi, facebook, dan diterbitkan di beberapa media. Blog: ricoempe.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Di Taman Ismail Marzuki

8 April 2013   16:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:31 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tempat itu aku akan selalu mengenangnya seperti ini; adalah dirimu dengan sebuah senyum anak anjing yang menggemaskan. Berdiri di siang yang teduh di Taman Ismail Marzuki. Di pengujung tahun yang padanya kita tak sama-sama menyaksikan kembang api di Jakarta, di dekat Tugu Tani. Karena saat itu kita adalah teman lama yang saling menyapa. Entah angin musim mana yang membawa kita melaju di arah mata angin yang sama. Tapi kita tahu itu bukan angin yang biasa-biasa saja. Ia semakin kencang dari waktu ke waktu, memaksa kita yang bersisi-sisian bersidekap. Agar senantiasa hangat terpelihara. Setiap perjalanan mestilah memiliki tujuannya. Dan perjalananku adalah menujumu, yang berdiri dan menanti di pulau ini. Karena perjumpaan itu telah berkawin dengan sesuatu yang belum kita namai. Namun ia melahirkan sesuatu yang kuberi nama; rindu. Kepadamulah ia selalu tertuju. Inilah perasaan yang lahir dan dibesarkan dalam sebuah masa. Jarak menambahkan bobotnya sementara waktu mengujinya. Dan pada rentang masa yang sama-sama tak mungkin lagi kita pura-pura abai akannya, kita menyepakati menamainya; Cinta. --- Adalah api pada malam yang dingin, begitulah engkau buatku. Dekap pelukmu adalah sumbu api yang abadi. Adalah kabut selepas hujan. Adalah embun yang mencumbu daun, begitulah kau menuntaskan dahaga.  Kecup manismu adalah rinai hujan dan kita bersua di bianglala. Nanti di suatu masa, katamu, kita harus lahir kembali sebagai rama-rama. Di sebuah hutan yang sepinya menyemarak, di dekat anak sungai, di sebuah ranting yang terhindar dari angin, kau akan menungguku sebagai kepompong. Cinta, katamu, tuhan yang ciptakan, tapi disini agama memisahkan. Gulung gemulung tawa dan airmata disapukan pada bibir pantai kita. Ada yang selepas gerimis, ada juga yang sebelum senja. Membawa pasir dan buih-buih kebahagiaan dari pantai ini. Tapi tak perlu engkau risau, apa yang dibawanya pergi akan dikembalikannya lagi. Begitulah aku memercayainya. Dan sesederhana itulah aku memercayai apapun yang kelak membawamu pergi akan mengembalikannya lagi padaku. Gadisku, yang pipinya berkilau dipulas cahaya matahari, adalah kepingan waktu yang padanya pernah kutitipkan rindu seribu subuh. Dan masih akan kutunggu sekuat tubuh memanggul windu dari subuh ke subuh. Hingga sublim segala peluh. Randu yang berdiri di pematang itu penanda bagi siapa saja yang datang. Rindu yang kerap kali datang ini adalah tanda betapa kau begitu kusayang. Adalah sajak ini yang sengaja kusiarkan. Tentang seseorang yang kelak padanya kami akan saling meninggalkan. Tentang perjumpaan yang sebetulnya juga adalah sebuah perpisahan. Tentang cinta yang saling menggenggam tapi mesti melepas. Karena kami hanyalah satu dari sebagian. Engkau pasti tahu cinta itu hanyalah batu yang dilemparkan anak-anak ke arah sungai, ia bisa saja tenggelam dan berhenti pada dasar sungai yang menjadi jodohnya atau ia akan terbawa arus ke hilir dan bersemayam di muara. Bisa juga ia dikembalikan ke tepian. Seperti itulah kugambarkan tuhan melemparkan cinta. Serampangan.Yang beruntung sudah barang tentu yang dilemparkan dan tenggelam, karena ia tak mesti terseret arus dan terantuk bebatuan lain. Nikmatilah kekasih waktu yang tak lebih panjang dari malam ke pagi ini. Inilah sajak untukmu. Kurangkai dari keindahan namamu. Maret, 2013 (Disadur dari blog pribadi penulis: akurimba.blogspot.com)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun