"Ayo kak, naik ke sini. Ini robot yang setiap hari kami tonton dari depan rumah kami. Kakak juga punya robot seperti ini kah di kota?" Ucap salah seorang anak yang dipanggil 'Dak' oleh temannya.
Katanya 'Dak' berarti (maaf) Babi. Konon, nama orang-orang di sini disematkan suatu hal yang unik dari tragedi ketika sang bunda mengandungnya atau bahkan saat melahirkan. Mungkin Bundanya 'Dak' saat itu sedang mengidam Babi, hehe.
Aku mendekati robot-robot itu, dan seketika aku tertegun. Alangkah hebatnya warga kampung ini, sudah bisa mengoperasikan alat berat secanggih ini. Ada truk molen, ada beko, dump truck, buldoser, dan alat berat lainnya.
"Selamat sore, Mam" tegur salah seorang bapak tepat dari arah kiriku. Dan baru kutahu, panggilan 'Mam' adalah panggilan terhormat kepada seorang lelaki yang dituakan.
"Sore pak. Maaf, saya Rico. Saya dari Bandung dan..." jawabku terputus karena bapaknya langsung mengajakku singgah ke ruamahnya. Tanpa harus berpikir ulang, aku langsung mengiyakan. Dialah pak Guntur.
Sesampai di kediamannya pak Guntur,
"Oh, jadi Mam dari Bandung? Rencana tinggal di mana dan berapa lama Mam?" Tanya pak Guntur.
"Sebentar Mam," Belum juga aku menjawab Pak Guntur pergi sebentar ke belakang dan berbisik-bisik pada seorang wanita masih muda dan parasnya tidak seperti wanita pada umumnya di kampung ini. Aku tidak tahu apa yang sedang mereka perbincangkan.
"Iya, bagaimana tadi Mam?" Tanyanya lagi padaku.
"Begini Mam, saya senang sekali menulis. Tulisan saya itu seputar perjalanan hidup saya di desa-desa yang jauh dari desa saya dibesarkan. Berjalan dari desa-ke desa sudah menjadi cita-cita saya sejak kecil. Saya senang sekali tinggal di kampung seperti kampung kita ini.Â