Belakangan ini ada keributan kecil di internal partai Golkar, yang disebabkan manuver Nurdin Halid yang tidak tahu malu terhadap kader-kader partai Golkar di tingkat I dan II. Mulai dari dia melantik pengurus DPD Golkar NTB, Bali dan beberapa DPD yang lain tanpa dasar hukum yang jelas; mengadakan pertemuan terselubung dengan DPD-DPD di kediaman pribadinya dan merekayasa sebuah aturan, mengintimidasi kader partai, menuding pihak lain melakukan politik uang padahal dia sendiri telah melakukan rencana jahat dan memancing kemarahan tokoh Golkar yang lain, dengan tujuan untuk memenangkan pertarungan menjadi Ketua Umum Golkar yang dihelat dalam waktu dekat.
Orang-orang seperti ini, sebagai mana penulis tekankan dalam beberapa artikel sebelumnya, haruslah tahu diri dan sadar diri, begitu juga dengan Novanto dan Idrus Marham. Nurdin Halid memiliki begitu banyak catatan hitam baik dari segi hukum maupun moral politik. Dan untuk menutupi kejahatannya jalan satu-satunya adalah ia harus menjadi ketua partai Golkar, Partai beringin menjadi satu-satunya tempat mencari perlindungan dan mencari pengamanan, akibat hilangnya “kaki-kaki politik”, pengaruh politik, kewibawaan dan posisi politik yang dapat menjadi jembatan dia untuk eksis.
Nurdin telah kehilangan semuanya, kecuali ia sebagai pengusaha hitam dan politisi hitam, dan agar ia tetap punya ruang politik walaupun hitam, maka Golkar adalah jalan satu-satunya, dengan itulah dapat kita mengerti kenapa saat ini ia begitu ambisius menjadi ketua umum Golkar, nafsu kuasanya benggebu-gebu.
Ibarat sebuah benalu yang hinggap di batang beringin, Nurdin dapat digambarkan dengan sebuah peribahasan lama mengatakan “hinggap seperti benalu”, yaitu jenis tumbuhan atau orang yang menumpang pada sesuatu lalu merusaki sesuatu yang ditumpanginya. Semacam kelakuan lintah darat yang menghisap darah korbannya hingga habis dan mati untuk mempertahankan dirinya dari kemungkinan punah.
Di tempat lain Nurdin tidak memiliki ruang, di mana-mana ia di tolak, di PSSI ia merusak dan ditolak, di Koperasian ia merusak dan di penjara, di Partai ia menjadi broker yang menjual dan mencari-cari proyek, di Sulawesi Selatan juga ia tidak lolos dalam bursa calon Gubernur, itu artinya ia juga di tolak oleh masyarakat Bugis-Makassar.Saat ini Nurdin telah menjadi manusia yang bergentayangan tidak jelas kemana akan bernaung. Oleh sebab itu ia melihat sedikit peluang diterima di Partai Golkar, karena memang Golkar adalah partai yang demokratis dan simpatik.
Lalu apa yang dicari di Partai Golkar? Dengan jelas dan tegas dapat penulis sebut satu persatu, di antaranya: mendapatkan kekuasaan sebagai ketua umum Golkar dengan tujuan untuk mengamankan proyek dan kasus-kasusnya yang sudah memenuhi buku kasus kepolisian; mengamankan posisi politik dan bisnis-bisnis yang ia tengah dijalankan agar semakin mudah ia bersolek seperti seorang pelacur yang menggoda anggota DPR Kali Jodoh; dengan menjadi ketua umum Golkar dapat menjadi posisi tawar untuk menukar dan membarter sikap partai dengan kepentingan politik dan bisnis hitamnya; di Golkar nanti ia akan mengharapkan lebih lagi untuk memperkaya dan dimanfaatkan sebagai jembatan birahi. Dengan demikian maka tidak ada niat baik, pikirannya dipenuhi dengan rencana jahat, pikiran kotor dan perilaku setan.
Sebaliknya, Golkar dibiarkan hancur berkeping-keping, dan itu tidak menjadi soal bagi orang-orang yang memiliki visi, niat dan pikiran yang sama jahatnya seperti Nurdin Halid. Sehingga tidak heran kenapa saat semua orang sedang fokus rekonsiliasi dan peroses perbaikan di Golkar menjelang Munas kedepan, ia malah melakukan rekayasa jahat atas nama partai. Sekali lagi, ibarat lintah darat, Nurdin masuk ke dubur partai Golkar dan hinggap di dalam usus partai, kemudian menghisap dan memakan habis darah serta isi perut partai, yang tinggal hanyalah tulang dan stempel. Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H