Seiring waktu kita dapat menyimak permasalahan kebakaran hutan yang menimbulkan asap kabut menjadi bola liar, bahkan menjadi kesempatan berpolitik bagi beberapa cecunguk. Berpolitik melalui penderitaan orang lain.
Banyak cecunguk yang pura-pura bertanya, seolah-olah mereka tidak memahami, atau tidak memperhatikan bahwa Pemerintah Pusat telah berupaya semaksimal mungkin untuk menangani permasalahan tersebut. Semakin kreatif, bahkan secara tidak sungkan sibuk berfoto ria, mencari konsep foto yang dapat menunjukkan penderitaan ketimbang ikut membantu menangani permasalahan secara langsung.
Sebelum kita melangkah lebih jauh lagi, kita harus betul-betul memahami alur permasalahan yang ada, kebakaran hutan terjadi karena ada oknum-oknum yang sengaja membakar hutan, mereka membakar hutan demi kepentingan materi pengusaha-pengusaha sawit, maka itu sebaiknya kita mempelajari lebih lanjut, siapakah mereka, pengusaha-pengusaha sawit yang secara sengaja melakukan pembakaran lahan demi memperkaya diri mereka masing-masing?
Sedangkan Pemerintah Pusat telah berupaya semaksimal mungkin untuk menangani permasalahan tersebut, Pemerintah Pusat telah menggelontorkan anggaran sebesar Rp. 1.25 triliun kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), itu belum termasuk dari anggaran yang juga digelontorkan untuk Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah dan TNI/Polri.
Jokowi bersama dengan jajaran Pemerintah Pusat telah merumuskan berbagai solusi dan telah dilaksanakan, membangun sekat kanal, pemadaman kebakaran melalui armada udara, mengarahkan ribuan pasukan TNI/Polri untuk meningkatkan pengawasan lahan serta ikut memadamkan kebakaran hutan. Kita sudah mengupas peran Pemerintah Pusat, selanjutnya apa yang telah dilakukan Bupati/Walikota/Gubernur anda? Kita memahami bahwa untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan, dibutuhkan pencegahan, pencegahan melalui pengawasan. Melihat secara wewenang melalui pemahaman Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah memiliki peran dalam pengelolaan daerah masing-masing, mereka memiliki tanggung jawab dalam proses pencegahan, pengawasan, tetapi apa mereka telah melakukan pencegahan tersebut secara maksimal? Jangan-jangan mereka menjadi bagian dari lingkaran setan?
Jika semua permasalahan langsung ditujukan kepada Jokowi, Presiden Republik Indonesia, maka itu kita tidak membutuhkan Bupati/Walikota/Gubernur lagi. Kesimpulan, menanggapi permasalahan itu, ya jangan pura-pura tolol, nanti betul-betul jadi tolol tidak tertolong lagi, jangan ikut-ikutan jadi cecunguk yang sok pintar berpolitik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H