Mohon tunggu...
....
.... Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Analis Politik-Hukum Kompasiana |

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kasus Mirna: Secara Hukum, Jessica Bisa Bebas, Mengapa?

27 April 2016   19:17 Diperbarui: 2 Mei 2016   23:36 12446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Penyidik Polda Metro Jaya hari ini memastikan memperpanjang masa penahanan Jessica Kumala Wongso tersangka kasus tewasnya Wayan Mirna Salihin yang tewas setelah meminum es kopi Vietnam di Olivier Cafe pada akhir Desember 2015 lalu. Masa perpanjangan penahanan ini terhitung mulai Jumat, 29 April 2016.

Memang benar keputusan penyidik ini sudah sesuai dengan hukum acara pidana, dimana untuk perbuatan pidana yang diancam 9 tahun atau lebih adalah 120 hari. Dimana masa penahanan adalah selama 120 hari mulai dari penahanan yang dilakukan oleh penyidik selama 20 hari, penuntut umum selama 40 hari, Kejaksaan selama 30 hari dan Pengadilan selama 30 hari.

Yang menjadi masalah sampai hari ini tak kunjung terjawab oleh Polda Metro Jaya adalah mengenai bukti apa yang dimiliki oleh penyidik Polda Metro Jaya sehingga menetapkan Jessica sebagai pelaku tunggal (Sampai sejauh ini). Terlebih lagi diketahui bahwa setelah penetapan Jessica sebagai tersangka pada tanggal 30 Januari lalu, Penyidik Polda Metro Jaya melakukan penggeledahan pada tanggal 3 Februari di rumah Jessica.

Tentu penyidik yang melakukan penggeledahan itu melakukan identifikasi serta melengkapi alat bukti lainnya yang diduga memiliki hubungan dengan kematian Mirna. Dan perlu diketahui bahwa barang-barang yang disita dalam penggeledahan tersebut sama sekali tidak memiliki kaitannya dengan tewasnya Mirna.

Dari hasil penggeledehan pada tanggal 3 Februari lalu penyidik menyita gumpalan tisu, pengeras suara, komputer, laptop dan CPU, Kartu kredit, rekening bank. Ini adalah penggeledahan kedua setelah sebelumnya pada tanggal 12 Januari penggeledahan juga dilakukan di rumah Jessica. Dari semua barang-barang yang disita penyidik jika dikaitkan dengan alat bukti pasal 184 KUHAP adalah menjadi tidak berarti apa-apa secara hukum. Menjadi tidak berarti apa-apa secara hukum karena gumpalan tisu yang disita sama sekali tidak memiliki kaitan tewasnya Mirna.

Menjadi pertanyaan besarnya adalah kalau gumpalan tisu itu disita, apa yang mau dilap oleh Jessica? Jika penyidik berkeyakinan gumpalan tisu itu memiliki kaitan dengan kematian Mirna (Untuk mengelap celana) , maka pertanyaan selanjutnya adalah jika benar Jessica yang menuangkan sianida ke es kopi Mirna, lalu kemudian tersisa sianida di celananya, maka pertanyaan besarnya selanjutnya lagi adalah mengapa bagian paha Jessica, paha kiri maupun paha kanannya tidak menunjukan gelaja iritasi? Padahal sianida adalah zat kimia yang cepat reaksinya bahkan bisa membuat kulit iritasi jika terkena cairan mematikan tersebut.

Harusnya kalau penyidik ingin melakukan penyitaan yang disita adalah sampah yang ada di rumah Jessica. Dan pertanyaannya jika sampah bercampur tisu itu sudah dibuang ke tempat sampah, maka yang harus dilakukan oleh penyidik adalah mencari sampah tersebut ke tempat pembuangan sampah, karena ini lazim untuk mengungkap tabir gelap sebuah kasus.

Tetapi yang anehnya mengapa penyidik tidak menyita atau mengindentifikasi sampah yang ada di rumah Jessica kalau sampah itu belum dibuang ke tempat sampah di sekitar rumah Jessica? Menjadi tanda tanya besar apa manfaat terbesar dari menyita gumpalan tisu tersebut? Tidak ada manfaatnya sama sekali secara hukum karena tisu ini tidak menjadi petunjuk apa-apa dalam kasus tewasnya Mirna.

Begitupun dengan penyitaan pengeras suara yang ikut disita oleh penyidik. Lha, apa hubungannya pengeras suara dengan kematian Mirna? Tidak ada petunjuk sama sekali , karena pengeras suara juga tidak bisa dijadikan sebagai petunjuk untuk mengungkap siapa pembunuh Mirna yang sebenarnya , karena tewasnya Mirna tidak ada sangkut-paunya sedikit pun dengan alat tersebut, apalagi dengan komputer dan CPU yang juga tidak bisa jadi petunjuk dalam kasus kematian Mirna yang tewas akibat menyeruput es kopi Vietnam di Olivier Cafe, Grand Indonesia pada akhir 2015 lalu.

Yang harusnya disita oleh penyidik saat itu bukan gumpalan tisu, pengeras suara, komputer apalagi CPU tetapi yang harus disita oleh penyidik saat itu adalah baju yang dipakai Jessica saat bertemu dengan Mirna, juga meja yang menjadi saksi bisu tewasnya Mirna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun