Hari ini, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali mengelar sidang ke-22 perkara pidana kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa tunggal Jessica Kumala Wongso. Pada persidangan hari ini Penasehat Hukum menghadirkan: Ahli Psikologi, Dewi Taviana Walida Haroen, ahli Kriminologi, Eva Achjani Zulfa, dan ahli Psikologi, Agus Mauludin
Keterangan Agus Mauludin:
‘’Potensi Jessica lebih kecil daripada si pembuat kopi (peracik kopi) yang meracik kopi di dapur, karena yang di dapur tak dilihat orang daripada Jessica di bagian depan yang di lihat orang-orang’’.
Analisa: Keterangan Psikolog di atas sangat mendukung analisa yang saya buat sore tadi. Dimana dalam analisa sore tadi, Saya menghubungkan keterangan ahli Psikologi dari JPU, Antonia Ratih Anjayani dengan keterangan ahli Psikologi yang dihadirkan PH, Dewi Taviana. Yang mana Dewi Taviana mengatakan untuk menilai wajar atau tidak wajar, tidak bisa hanya melalui satu perilaku tetapi harus di lihat dari perilaku-perilaku sebelum-sebelumnya. analisa yang didukung keterangan Psikolog, Agus Mauludin
Karena dalam BAP Polda Metro Jaya ada tiga terduga penabur sianida, yakni Rangga , Agus Triono dan Jessica. Tapi yang terjerat hanya Jessica sehingga saya melebarkan ini terkait terduga yang paling potensial ketimbang Jessica. Yang mana dalam analisa saya sebelumnya saya lebih melebarkan terduga lain selain Jessica yakni Rangga, yang patut diduga, tentu dengan berbagai alasan yang logis:
Pertama. Rangga adalah barista yang meracik kopi yang menewaskan Mirna.  Mirna meminum kopi yang diracik Rangga, Mirna kejang-kejang akibat kopi yang diracik Rangga, Jessica mengambil air putih untuk Mirna. Dan yang terjadi justru Jessica berempati kepada Mirna, karena Jessica pada saat itu mengambil air putih untuk Mirna dan ini sudah menjadi fakta di persidangan dalam kamera CCTV yang pernah di putar JPU beberapa waktu yang lalu. Sehinggapada poin pertama ini telah mematahkan hingga berkeping-keping keterangan ahli Psikologi dari JPU, Antonia Ratih Anjayani:‘’Jessica bisa tampil tenang, percaya diri dan kalem. Perilaku Jessica tak lazim saat Mirna meninggal dan Jessica tak menunjukan empatinya’’.
Kedua. Jika Jessica mengambil air putih untuk Mirna berbeda dengan Rangga. Rangga tetap berada di bar dan tidak menuju ke meja nomor 54. Dan sangat janggal karena tidak masuk di akal kalau Rangga tidak ingin mengetahui apa yang menyebabkan Mirna kejang-kejang setelah menyeruput kopi buatannya tersebut. Terlebih lagi ahli mengatakan bahwa potensi lebih kepada saat peracikan kopi dilakukan, dan yang meracik kopi adalah Rangga. Dan itu artinya fakta tak terbantahkan bahwa keterangan ahli dari JPU sebelumnya  justru lebih kepada Rangga sendiri karena Rangga tak berempati dengan berdiam di bar sedangkan Jessica mengambil air putih untuk Jessica.  Dan poin kedua ini juga makin mematahkan keterangan ahli Psikologi dari JPU, Antonia Ratih Anjayani:‘’Jessica bisa tampil tenang, percaya diri dan kalem. Perilaku Jessica tak lazim saat Mirna meninggal dan Jessica tak menunjukan empatinya’’.
Sehingga pada momen ketika Rangga mulai meracik kopi, termasuk pada momen Mirna kejang-kejang sampai pada momen Rangga tetap berada di bar adalah bagian dari perilaku yang bertentangan dengan keterangan ahli dari JPU, Antonia Ratih Anjayani .Karena fakta membuktikan bukan Jessica yang tidak berempati tetapi Rangga yang tidak berempati kepada Mirna. Sehingga sangat wajar dan logis jika dilihat dari perilaku sebelum-sebelumnya sebagaimana keterangan yang disampaikan ahli Psikologi dari PH, Dewi Taviana Walida Haroen.
Sehingga saya ingin tekankan jika saya membuat analisa saya tak akan ‘asal jadi’ tetapi berdasarkan sesuatu yang logis bukan juga karena terlalu membabibuta membela Jessica. Apa buktinya? Buktinya justru analisa saya sangat sejalan dengan keterangan Psikolog, Agus Mauludin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H