Gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan kepada Basuki Thajaya Purnama atau Ahok akan dilakukan besok, Selasa 15/11/2016. Â Namun pelapor Ahok mengatakan bahwa mereka ada amunisi baru yakni 3 yurisprudensi, yakni kasus Alexander Aan, Â Arswendo, dan sandal berlafal Allah di Gersik, yang bisa digunakan sebagai yurisprudensi sekaligus sebagai alasan hukum agar kasus penistaan agama yang dituduhkan kepada Ahok agar ditingkatkan ke tahapan penyidikan. Benarkah 3 Yurisprudensi tersebut sama dengan kasus penistaan agama yang dituduhkan kepada Ahok.
Kasus Arswendo secara hukum adalah berbeda dengan kasus yang dituduhkan terhadap Ahok. Mengapa berbeda?
Kasus Arswendo yang terjadi tahun 1990 bermula dari Arswendo yang membuat polling di Tabloid Monitor , siapa tokoh idola menurut para pembaca. Menurut hasil polling yang dirilis Tabloid itu, Nama Arswendo masuk ke dalam urutan ke-10, dan nama nabi ada diurutan ke-11. Atas polling itu Arswendo dijatuhi hukuman 4 tahun penjara. Kasus Arswendo berbeda dengan kasus Ahok,karena:
- Ada wujud perbuatan/actus reus yang dilakukan Arswendo. Wujud perbuatan itu dilakukan dalam bentuk dilakukannya polling di Tabloid Monitor  dan keputusan memasukan nama nabi adalah membutuhkan pikiran.
- Nah sedangkan dalam kasus Ahok tidak ada wujud perbuatan, yang ada hanya perasaan. Kesengajaan yang dimaksud adalah yang telah diwujudkan dalam bentuk perbuatan yakni memasukan nama nabi. Dan yang harus dibuktikan dalam kasus Ahok adalah terkait dengan unsur dengan sengaja, karena kesengajaan harus bisa dibuktikan. Dalam kasus Ahok tak ada perbuatan apapun.
Kasus sandal berlafal Allah di Gersik juga berbeda dengan kasus Ahok, mengapa?
- Ada perbuatan yang diwujudkan dalam bentuk kesengajaan yang sudah dilakukan yakni dengan sengaja membuat lafal Allah pada sendal, Kesengajaan terlihat  pada keputusan pelaku yang memutuskan membuat lafal Allah pada sendal dan perbuatan itu adalah membutuhkan waktu dan bahan pembuatan sendal. Karena sepatutnya pelaku sudah mengetahui dan menyadari bahwa perbuatannya tersebut adalah sangat bertentangan dengan hukum dan agama. Nah, sedangkan dalam kasus Ahok sama sekali tidak ada kesengajaan yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan. Tak ada perbuatan apapun dalam kasus Ahok.
Kasus Alexander Aan juga tak sama dengan kasus Ahok, karena:
- Ada kesengajaan yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan yakni mengunggah komentar di Facebook, artinya menulis komentar dan ini membutuhkan proses berpikir, termasuk pula mengunggah gambar yang telah melalui proses keputusan terkait gambar mana yang dipilih untuk diunggah di Facebook. Dan perbuatan itu dilakukan dengan sengaja karena pelaku yang memutuskan melakukannya. Perbuatan menggunggah atau menulis komentar dan gambar adalah bentuk dari perbuatan. Nah, sedangkan dalam kasus Ahok tak ada perbuatan apapun yang dilakukan Ahok. Â
Yang membuat kasus Ahok berbeda dengan 3 yurisprudensi di atas adalah:
- Adanya transkrip yang dibuat Buni Yani dan keputusan mentraskrip video berdurasi kurang lebih 1 jam 40 menit adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, karena jika tidak senjaja, tak perlu dilakukan transkrip. Bahkan Buni Yani sendiri telah mengakui ada satu kata yang hilang, yakni kata ‘’pakai’’. Hilangnya kata ‘’pakai’’ tak mungkin jika tidak dilakukan dengan sengaja, karena jika tidak sengaja bagaimana logikanya jika hanya kata yang paling penting kata ‘’pakai’’ yang hilang...Sehingga 3 yurisprudensi di atas adalah berbeda, karena semuanya sudah diwujudkan dalam bentuk perbuatan. Dalam kasus Ahok tak ada perbuatan apapun.
- Makna kata ‘’pakai’’ yang hilang dari transkrip tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan makna kalimat dalam kalimat yang orisinilnya. Dan dalam 3 yuriprudensi di atas, tak ada yang ditranskrip maupun disunting, semua dalam 3 yurisprudensi di atas bisa dikatakan dilakukan dalam keadaan yang sadar. Dan dalam kasus Ahok tak ada alasan hukum kasusnya ditingkatkan ke tahapan penyidikan karena sudah ada penghilangan satu kata yang begitu penting. Dan penghilangan satu kata penting itu telah dibuktikan dengan video yang orisinilnya yakni ada kata ‘’pakai’’.
Â
*) Keterangan Gambar: Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok (dok: Kompas.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H