[caption caption="Basuki Tjahaja Purnama (Dok: Kompas.com)"][/caption]Keputusan Ahok yang telah memutuskan maju lewat jalur independen dan meninggalkan jalur partai adalah sebuah keputusan yang maha bijak dan jarang sekali dilakukan calon kepala daerah. Hampir 99% calon kepala daerah akan membujuk rayu Ketua Umum partai politik jika sudah menjelang Pilkada. Bujuk rayu yang dilakukan agar bisa meluluhkan atau bahkan melelehkan hati Ketua Umum agar calon kepala daerah yang menyembah-nyembah tersebut bisa menjadi calon kepala daerah yang diusung oleh Ketua Umum dari partai politik yang diincar.Â
Keputusan Ahok selain maha bijak juga maha berani, karena sebelumnya juga Ahok sudah menceraikan Gerindra akibat kelakuan buruk Gerindra yang tanpa malu-malu mendukung pemilihan kepala daerah dikembalikan pada DPRD. Ahok muak mendengar itu maka bercerailah Ahok dan Gerindra.
Keputusan maju lewat jalur independen adalah keputusan yang sangat beresiko tinggi, namun sekali lagi perlu ditegaskan bahwa keputusan maju lewat jalur independen adalah keputusan terhebat yang pernah diambil Ahok. Â Ada banyak rintangan, hambatan, sandungan, jegalan sekaligus celah untuk menjegal Ahok dari jalur independen.Â
Betapa ngerinya melihat resiko-resiko itu. Resiko itu sangatlah super dan sangatlah berbahaya bagi Ahok. Hambatan pun bisa saja datang dari PDIP karena sakit hati akibat ditinggalkan oleh Ahok yang secara berani melawan PDIP. Namun yang menjadi petaka lainnya adalah celaka 12 jika Teman Ahok tak sanggup mengumpulkan fotocopy KTP hingga jelang pendaftaran Ahok pada KPUD DKI Jakarta mengingat pendaftaran calon independen akan lebih cepat ketimbang calon yang maju melalui jalur partai politik. Sungguh sebuah tantangan yang sangat besar dan penuh resiko.
Namun lewat jalur independen ini pula Ahok bisa mengukur sejuah mana kesetiaan masyarakat DKI Jakarta dalam memilih pemimpin yang selama ini telah mendobrak Jakarta dengan segudang perubahan yang telah dilakukan oleh Ahok. Lewat jalur independen ini pula Ahok menguji langsung masyarakat DKI Jakarta tentang pola pilih masyarakat DKI Jakarta, apakah Ahok masih diinginkan atau tidak. Lewat jalur inilah Ahok akan mengetahui pilihan terbaik masyarakat Ibu Kota.Â
Tentu inilah satu-satunya ujian terberat yang pernah diberikan Ahok pada masyarakat DKI Jakarta. Tak menutup kemungkinan pula masyarakat akan datang berbondong-bondong demi menyerahkan fotocopi KTP-nya untuk Ahok agar bisa maju lewat jalur independen. Masyarakat DKI diyakini sudah cerdas dalam melihat hasil pembangunan yang selama ini telah dilakukan oleh Ahok dan oleh karena itulah majunya Ahok lewat jalur independen adalah ujian terbesar masyarakat DKI Jakarta. Salah pilih pemimpin, Jakarta akan kembali tenggelam.
Selanjutnya dengan keputusan yang maha bijak dan maha berani maju lewat jalur independen dan siap menanggung segala resiko yang mungkin timbul, Ahok bisa sangat fokus untuk bergerak sendiri tanpa menunggu pergerakan mesin partai. Ahok kini sudah tidak lagi menggantungkan nasibnya kepada PDIP. Majunya Ahok lewat jalur independen ini juga diharapkan agar partai politik menyadari bahwa apa yang dilakukan Ahok bukanlah upaya untuk mendeparpolisasi tetapi keputusan Ahok ini adalah sebuah terobosan baru dalam dunia politik. Memang benar setiap partai mempunyai mekanisme tersendiri untuk mengusung calonnya, tetapi lewat jalur independen pula bukan berarti mendeparpolisasi tetapi ada landasan hukumnya.
Maka oleh sebab itulah, Keputusan Ahok ini jelas membuat PDIP berada ditingkungan yang sangat tajam dan penuh liku-liku, dan bisa mengakibatlan kecelakaan politik yang sangat fatal jika terlalu ngotot berjakan cepat dengan menyiapakan lawan untuk menghadapi Ahok pada Pilgub DKI Februari  2017 mendatang. PDIP harus hati-hati betul berjalan di jalan yang penuh tikungan yang snagat tajam karena ini menjadi tantangan terbesar bagi PDIP, Karena bisa menjadi kecelakaan politik terbesar PDIP.
 PDIP harus berhati-hati melalui jalanan yang penuh dengan tikungan. Jika sikap PDIP tetap ngotot mengusung calon yang siap melawan Ahok maka bisa dipastikan suiara PDIP pada Pilge 2019 mendatang akan mengalami kemerosotan yang sangat tajam. Karena pada dasarnya publik tak ingin melihat ada partai yang mengadu pemimpin berkelas vs pemimpin berkelas, karena jika itu yang terjadi salah satu dari mereka akan ada yang kalah, dan daerah yang ditinggalkan pun tak tahu bagaimana nasib kedepannya.
Menemukan sosok pemimpin yang tegas, tanpa kompromi, tanpa ampun seperti Ahok adalah ibarat menunggu gerhana Matahari total yang sangat langka yakni hanya ada 350 tahun sekali juntuk bisa melintas pada lintasan yang sama. Kurang lebih analogi tersebut tepat untuk menggambarkan betapa langkanya pemimpin seperti Ahok yang siap bertarung dengan siapa saja termasuk PDIP hingga DPRD DKI bahkan DPR-RI terkait pemanggilannya terkait penggusuran Kalijodo.Â
Jika kita memahami analogi langkanya gerhana Matahari total dengan langkanya pemimpin seperti Ahok maka ini setidaknya bisa membuat partai politik bangun dan sadar bahwa bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami krisis kepemimpinan sehingga tak perlu mengadu pemimpin berkelas vs pemimpin berkelas, karena akan menjadi petaka bagi bangsa ini.