Dan mengenai pelaku (A) yang memutilasi bagian dua tangan, dua kaki, pangkal paha kanan dan pangkal paha kiri dengan golok juga merupakan bagian dari perencanaan? Tidak, adanya golok tidak otomatis pembunuhan ini dilakukan dengan perencanaan karena jika kembali memahami kronologi dari kasus pembunuhan disertai mutilasi ini terjadi karena disebabkan korban yang mendorong pelaku jatuh, lalu pelaku berdiri, langsung membanting dan memiting tubuh korban ke lantai.
Karena diketahui mutilasi ini tidak dilakukan pada saat setelah korban tewas dibanting ke lantai tetapi mutilasi ini terjadi pada malam hari. Dan pertanyaan selanjutnya mutilasi yang dilakukan malam hari adalah perencanaan? Bukan juga, ini merupakan bagian dari kepanikan pelaku, Sehingga tidak ada jalan lain kecuali memutilasi korban.
Untuk menguatkan argumen hukumnya bahwa ini bukan pembunuhan berencana akan kita kaitkan dengan unsur dengan rencana dahulu, yang pada dasarnya mengandung tiga unsur yaitu: Pertama. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang. Nah dalam kasus ini tidak ada keputusan yang diambil pelaku dalam suasana tenang karena semuanya berlangsung cepat dan secara spontan setelah korban mendorong pelaku jatuh ke lantai, pelaku berdiri, lalu membanting dan memiting tubuh korban ke lantai. Unsur pertama jelas tidak terpenuhi.
Unsur Kedua, Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai pelaksanaan kehendak. Dalam kasus ini jelas tidak ada waktu yang cukup bagi pelaku, karena setelah ia didorong ke lantai sampai jatuh, pelaku langsung berdiri dan membantingnya ke lantai, sehingga tidak ada waktu sejak timbulnya kehendak sampai pelaksanaan.
Semua terjadi karena pelaku gelap mata dan secara spontanitas semata. Unsur Ketiga, Pelaksanaan kehendak (Perbuatan) dengan tenang. Tidak ada ketenangan sama sekali yang ada pada diri pelaku, Ini terbukti pelaku yang kembali ke rumah kontrakan korban untuk memutilasi korban yang sudah tewas tersebut.
Lalu kemudian pelaku (A) yang meminta bantuan agar temannya yang bernama Erik membuang bungkusan yang berisi potongan tangan korban (NA) yang kemudian dibuang di pembuangan sampah di Bugel Tiga Raksa juga merupakan bukti bahwa terjadi kepanikan yang luar biasa yang terjadi di dalam diri pelaku (A). Erik dapat dikenakan pasal membantu melakukan kejahatan dan Erik menurut pasal 57 ayat 2 KUHP bisa terancam 15 tahun penjara karena kejahatan yang dibantunya ini diancam hukuman mati atau seumur hidup sesuai dengan pasal 340 KUHP.
Dan hal tersebut makin menunjukan bahwa pelaksanaan kehendak dalam keadaan tenang yang merupakan unsur ketiga dari unsur dengan rencana lebih dahulu tidaklah terpenuhi lantaran pelaku panik dan memotong kedua tangan korban.
Yang kemudian pada keesokan harinya tanggal 11 April , Pelaku menjual handphone milik korban seharga Rp. 500.000 untuk membeli gergaji yang digunakan untuk memotong bagian kaki kanan, kaki kiri, pangkal paha kanan dan pangkal paha kiri.
Dan dengan membeli gergaji pada tanggal 11 April sesudah terjadinya pembunuhan, Bagaimana logikanya kalau menyebut ini pembunuhan berencana? Dimana rencananya? Menjadi rencana apabila gergaji itu sudah disiapkan sebelumnya.
Dan hal tersebut makin menunjukan bahwa pelaku mengalami kepanikan yang luar bisa dan sampai tidak terbendung lagi sehingga unsur dengan rencana lebih dahulu yang terletak pada unsur ketiga yakni pelaksanaan kehendak dengan tenang tidaklah terpenuhi. Jadi terlalu kejam jika dijeratkan dengan pasal 340 KUHP.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H