Mohon tunggu...
-
- Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jayabaya -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Setya Novanto Mundur, 2 Kubu Golkar Beda Rasa dan Gejolak Internal Golkar Jilid II

21 Desember 2015   14:44 Diperbarui: 21 Desember 2015   15:00 1166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Rotasi Posisi- Setya Novanto menggantikan posisi Ade Komarudin sebagai Ketua Fraksi Golkar di DPR, sedangkan Ade Komarudin menggantikan posisi Setya Novanto sebagai Ketua DPR (Dok: Kompas.com)"][/caption] Pasca mundurnya Setya Novanto dari posisinya sebagai Ketua DPR, Kini internal partai Golkar kembali bergejolak, yakni dua kubu Golkar yang sudah terpecah-pecah sudah mulai menyusun dan mengatur strategi untuk merebut posisi yang ditinggalkan oleh Setya Novanto.

Posisi strategis tersebut telah mampu membuat internal partai Golkar kembali bergejolak dan diyakini gejolak yang terjadi kali ini akan lebih mengikis Golkar lebih dalam lagi. Dan prediksi penulis sebelumnya akan potensi gesekan antar 2 Golkar sepertinya akan terbukti dengan sikap beda rasa dua kubu Golkar dalam memutuskan pengganti Setya Novanto. Hanya saja saat itu penulsi memprediksi Dave Lakosno yang akan dipasang Agung, Namun politik yang sangat dinamis membuat Agung lebih memilih Agus Gumiwang. Baca: http://www.kompasiana.com/rickyvinando/final-golkar-akhirnya-memutuskan-pilih-ade-komarudin-dan-potensi-gesekan-2-golkar-bakal-terulang_5673364710977308048b4569

Gejolak jilid II dalam internal Golkar bermula dari keputusan Ketua Umum Golkar hasil munas Bali, Aburizal Bakrie yang telah memutuskan bahwa Ketua Fraksi Golkar saat ini, Ade Komarudin ditunjuk menggantikan Setya Novanto sebagai Ketua DPR, dan juga tetap memberikan posisi strategis Golkar pada Setya Novanto di DPR, Yakni berupa posisi sebagai Ketua Fraksi Golkar, dan tentunya penunjukan langsung dan tidak ada koordinasi maupun dialog, pembicaraan antar dua kubu Golkar yang tengah bertikai ini kian memperuncing konflik di tubuh beringin.

Bahkan yang terkini. Semalam, Golkar hasil Munas Ancol yang dipimpin oleh Agung Laksono resmi membuka Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar, dan juga kembali mengelolarakan semangat untuk menggelar Munaslub. Jika melihat kondisi yang demikian, kika nantinya Munaslub tersebut kembali terselenggara, Maka dua Ketua Umum Golkar dari dua kubu, yakni Aburizal Bakrie dan Agung Laksono diharapkan untuk menahan diri dan tidak lagi mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Golkar, Karena jika keduanya tidak mau menahan diri, Maka bisa dipastikan, lambat laun Golkar akan ditinggal oleh konstituennya, Terlebih lagi kebohongan Aburizal yang menyebut bahwa Golkar menang telak dibanyak daerah dalam Pilkada serentak, 9 Desember lalu.

Kembali ke selera kedua kubu soal Ketau DPR pengganti Novanto. Akibat kesalahan fatal yang dibuat oleh Aburizal Bakrie yang langsung menunjukan dan memutuskan Ade Komarudin sebagai Ketua DPR pilihan Golkar munas Bali. Kini gejolak pertanda bahwa gejolak Golkar jilid II akan berlangsung dalam waktu dekat ini, Hal ini tercermin dari keputusan Golkar hasil Munas Ancol yang telah memutuskan menunjukan Agus Gumiwang Kartasasmita sebagai Ketua DPR pilihan Golkar hasil Munas Ancol.

Tentunya penunjukan dua orang sebagai calon pengganti Setya Novanto dari partai yang sama dan sedang terbelah akan makin membuat masa depan Golkar akan makin mustahil untuk bisa diselamatkan, Karena untuk dapat menunjuk calon pimpinan DPR, Maka dibutuhkan tandatangan dari Ketua Umum dan Sekjen, dan tidak memungkinkan bagi Golkar hasil Munas Bali untuk ikut mengajukan nama Ade Komarudin sebagai Ketua DPR seleranya Golkar Bali, Karena keputusan Mahkamah Agung yang memenangkan kasasi Golkar Aburizal Bakrie tidak dapat diterima , Lantaran keputusan tersebut adalah janggal, yakni mengembalikan struktur kepemimpinan Golkar pada Munas Riau 2009, dan sesuatu yang sudah mati, Tidak dapat hidup kembali.

Lain ceritanya dengan Golkar Agung Laksono yang secara hukum memang memiliki alasan yang kuat untuk mengajukan calon Ketua DPR berdasarkan seleranya, hal ini disebabkan oleh Golkar versi Munas Ancol yang hingga kini masih memegang keabsahan dari pemerintah, yakni SK Menteri Hukum, dan HAM. Yang itu artinya adalah bahwa yang memang memiliki legalitas untuk mengajukan calon Ketua DPR- jika UU No 17/2014 belum direvisi, adalah tetap dari fraksi yang sama yakni, Golkar.

Namun tunggu dulu, Golkar saat ini sudah terbelah menjadi dua, Golkar munas Bali dan Golkar munas Ancol, dan ada dua Ketua Umum dan Dua Sekjen. Nah, dengan begitu jika melihat dan memahami secara benar, Maka yang berhak mengajukan pengganti Setya Novanto adalah Golkar kubu Agung Laksono. Mengapa, Karena Golkar hasil munas Ancol inilah yang masih memiliki legalitas untuk mendudukan kadernya sebagai Ketua DPR, Jadi bukan mengacu pada putusan kasasi Mahkamah Agung yang memenangkan kubu Aburizal, yakni mengembalikan kepengurusan Golkar pada hasil Munas Riau 2009.

Bahkan rencana Menteri Hukum dan HAM, Yasona Loly yang akan mencabut SK Golkar Munas Ancol diyakini hanya akan membaut Golkar berada di titik nadir. Pasalnya jika memang SK dicabut, dan Yasonna mengakui yang sah adalah Golkar hasil Munas Bali, hal ini makin mendekatkan partai tua tersebut ke jurang kehancuran yang kini memang sudah mengintai Golkar dalam setahun terakhir.

Yasonna harus paham, Bahwa dalam hukum bukan hanya mutlak mengacu pada putusan saja, karena hukum juga mengenal logika. Maka secara logika dan akal sehat, sangat sekali untuk bisa diterima keputusan kasasi yang memutuskan kepengurusan Golkar dikembalikan pada hasil Munas Riau 2009, karena sesuatu yang sudah mati, tak mungkin bisa hidup lagi. Sederhananya, Jika Golkar sudah menggelar Munas, dalam hal ini merujuk pada Munas Bali, Maka Munas Riau 2009 secara otomatis sudah tidak berlaku lagi, dan yang berlaku adalah yang memegang SK Menteri Hukum dan HAM, yakni Golkar Munas Ancol, Bukan justru ingin mencabut SK tersebut.

Maka untuk menghindari agar Golkar tidak makin hancur lebur, Maka disarankan terhadap Mahkamah Agung untuk menganulir keputusan kasasi yang mengembalikan Golkar pada kepengurusan hasil Munas Riau 2009, Karena sesungguhnya jika dilihat dan dicermati bersama keputusan tersebut sesungguhnya sarat akan kepentingan politik, yang sebenarnya sudah sangat jelas terbaca, Apalagi sebelumnya kuasa hukum Golkar hasil Munas Bali juga memiliki kedekatan dengan hakim PTUN yang juga memenangkan gugatan Golkar Munas Bali dan di Mahkamah Agung sebenarnya hanya memperkuat putusan hakim PTUN yang sebelumnya diketahui memiliki kedekatan antar individu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun