Mohon tunggu...
-
- Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jayabaya -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Marah Besar, Semua Terdiam

8 Desember 2015   07:50 Diperbarui: 8 Desember 2015   07:55 10621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Presiden Jokowi marah besar (Dok: Kompas.com)"][/caption]

Presiden Jokowi marah besar setelah mendengar rekaman lengkap Ketua DPR, Setya Novanto yang bersama-sama dengan pengusaha beken, Riza Chalid yang mencatut namanya untuk meloloskan renegoisasi perpanjangan kontrak karya Freeport. Ini adalah kali pertama Presiden Jokowi marah besar, bahkan disebut pula Presiden Jokowi sudah menahan amarahnya pada Setya Novanto sejak siang hari, barulah kemudian saat berbicara dengan wartawan, Jokowi meluapkan amarah terbesarnya tersebut.

Bahkan saat menjadi Walikota hingga menjadi Gubernur DKI Jakarta, Presiden Jokowi tidaklah pernah sekali pun meluapkan amarahnya hingga sebesar itu. Kemarahan bsar Presiden Jokowi terhadap Setya Novanto bisa dimaknai sebagai bentuk ketegasan dan sikap tak bisa ditawar-tawar terkait kasus yang kini tegah membelit Ketua DPR, Setya Novanto. Dan diyakini pula bahwa Kejaksaan Agung yang berada langsung dibawa lembaga kepresidenan akan makin mengebut penyelidikan dugaan permufakatan jahat yang dilakukan oleh Setya Novanto yang mencatut nama Jokowi yakni dnegan menyebut Jokowi minta 11% saham. Jokowi yang dianggao lemah selama ini terbantah sudaj, pihak-pihak yang selama ini bermain diharapkan menyudahi permainan nya kalau tak ingin Jokowi marah lebih besar lagi.

Kemarahan Presiden Jokowi kali ini juga berhasil membuat Mahkamah Kehormatan Dewan terdiam. Sebelumnya diketahui bahwa Mahkamah Kehormaran Dewan pasca pemangkiran pertama yang dilakukan oleh Riza Chalid belum ada kepastian sama sekali kapan Mahkamah etik DPR tersebut akan kembali memanggil orang yang dalam rekaman tersebut mengancam akan menjatuhkan Jokowi jika Freeport tak diperpanjang.

Namun setelah mendengar Jokowi marah besar dan meluapkan amarahnya yang tak tertahankan sejak siang yang ditunjukan kepada Setya Novanto, Akhirnya Mahkamah Kehormatan Dewan barulah bergerak cepat yakni akan kembali memanggil Riza Chalid dan mengancam akan menjemput paksa jika kembali mangkir.

Kemarahan Presiden Jokowi adalah sangat wajar karena apa yang dilakukan oleh Setya Novanto sebagai Ketua DPR, yang merupakan representasi dari 240 juta rakyat Indonesia adalah sebuah kesalahan besar sekaligus memang sangat tak etis dan sangat tak pantas jika legislatif yang merupakan mitra kerja dari eksekutif justru membuat keonaran yang luar biasa. Keonaran besar yang dibuat oleh Setya Novanto berdampak jelas terhadap kinerja DPR, Fungsi DPR, Legislasi, anggaran dan pengawasan kian tak jelas.

Jokowi memang seharusnya demikian yakni marah besar karena selama ini Mahkamah Kehormatan Dewan hanya menganggap Jokowi sebgaai pResiden yang biasa-biasa saja, Tetap setelah kemarahan Jokowi yang khusunya ditunjukan terhadap Setya Novanto, Maka Mahkamah Kehormatan Dewan harus bersikap fair dan adil dalam mengusut kasus Novanto, dan diyakini pula bahwa sidang tertutup kemarin terjadi setelah adanya negoisasi politik dalam jumlah besar apalagi sebelumnya Wakil Ketua MKD, Junimart Girsang menyebut ditawarkan dana hingga 27 miliar.

Soal harga diri seorang kepala negara yang juga simbol negara menjadi alasan utama bagi Jokowi untuk marah terhadap Novanto, karena sesungguhnya apa yang dilakukan oleh Novanto bukan hal biasa dan ini makin menunjukkan bahwa semakin banyak kaum kapitalis yang menolak keras tethadap segala pembenahan dan perbaikan serta pemberantasan mafia yang dilakukan oleh Jokowi selama ini, karena hal tersebut sangat menganggu mereka yang sudah menikmati kue besar dari berbagai lini (sektor).

Tak jelasnya fungsi DPR tercermin dari sikap Komisi III DPR yang hingga kini masih menggantung nasib calon pimpinan KPK. Padahal masa tugas kelima pimpinan KPK saat ini akan berakhir serentak pada 16 desember mendatang. Namun jika dipahami lebih jauh terkait lambannnya langkah DPR dalam fit dan proper test delapan calon pimpinan KPK tak lain tujuannya adalah untuk membuat Presiden Jokowi kembali menerbitkan Perpu untuk mengangkat kembali Pelaksana Tugas (plt) pimpinan KPK.

Karena dengan begitu rencana besar Komisi III DPR untuk membuat KPK makin lemah hampir terwujud, Karena jika KPK kemmabli dipimpin oleh plt maka bisa dipastikan semua yang ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK akan sangat mudah menggugat keputusan KPK tersebut, Karena kewenangan yang dimiliki oleh plt sangatlah terbatas dengan pengertian bahwa kewenangan plt jauh lebih kecil dari kewenangan yang seharusnya. Apalagi saat ini diketahui bahwa KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi terhadap hasil audit Petral yang melibatkan Riza Chalid.

Dan jika Riza Chalid kemudian menjadi tersangka oleh KPK, Secara otimatis akan menyeret banyak petinggi partai politik dari KMP, terutama Demokat yang diyakini akan terseret dalam kasus ini karena selama 10 tahun rezim sebelumnya, Mafia Migas dibiarkan bebas mengeruk habis kekayaan alam negeri ini hingga berakibat kerugian negara sampai 250 Triliun. Dan jika sudah demikian, KPK tidak dimpimpin oleh pimpinan resmi tetapi oleh plt, Maka akan sangat rentan untuk terjadinya gugat menggugat praperadilan ke Pengadilan Negeri dan bisa dipastikan pula dengan kewenangan tersebut akan berdampak pada kekalahan KPK, Karena didalam UU No 30/2002 tak ada satu pasal pun yang menyebut KPK dapat dipimpin oleh plt.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun