[caption caption="Golkar pecah dua (Dok : Twitlustrasi.com)"][/caption]
Golkar hasil Munas Bali belum sepakat sama sekali soal penyelenggaraan Munaslub atau Musyawarah Nasional Luar Biasa. Padahal Munaslub menjadi salah satu cara penyelamatan Golkar dari badai besar yang hampir membuat akar-akar pohon beringin tercabut semuanya. Karena yang paling memungkinkan dalam waktu dekat adalah harus segera di selenggarakan Munaslub atau Munas bersama. Terlebih lagi saat ini duo Golkar sedang mengalami kekosongan kepemipinan akibat dicabutnya SK dari Golkar Munas Ancol dan demisionernya kepengurusan Golkar hasil Munas Riau 2010 - yang merupakan perintah dari amar putusan kasasi Mahkamah Agung yang memerintahkan Golkar dikembalikan pada Golkar hasiol Munas Riau 2010.
Pelaksanaan Munaslub menjadi yang paling menentukan masa depan Golkar di kancah perpolitikan Indonesia, Terlebih lagi saat ini tak ada satu Golkar pun yang sah secara hukum. Jika Golkar hasil Munas Bali masih belum satu suara soal penyelenggaraan Munaslub maupun Munas bersama, Maka tak ada pilihan lain bagi pemerintah selain mendamaikan kedua kubu Golkar yang masih terus berkonflik hingga hari ini. Â Karena dampak dari konflik Golkar tentunya akan mmebuat iklim investasi dalam negeri terganggu. Disebabkan karena investor asing emoh untuk menanam saha di negara yang masih terus berkonflik soal politik.
Tak hanya membuat iklim investasi dalam negeri terganggu. Tetapi dampak terburuk dari konflik Golkar saat ini adalah kosongnya posisi Ketua DPR. Yang mana diketahui bahwa saat ini posisi Ketua DPR sedang di jabat oleh pelaksana tugas (plt) yang sesungguhnya perlu pula diketahui bahwa kewenangan dari plt adalah terbatas dan tidak bisa menjalankan kewenangan dan mengambil keputusan yang strategis. Tak hanya terbatas, tetapi kekosongan posisi Ketua DPR dalam waktu yang cukup lama juga dipastikan akan berdampak secara langsung terhadap tiga fungsi DPR, yaitu legislasi, anggaran dan pengawasan.
Keterlibatan oleh pemerintah dalam konflik Golkar menjadi sangat penting, Karena ini akan menyangkut wibawa Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Dan bisa pula dipastikan bahwa tanpa adanya upaya untuk mendamaikan duo Golkar yang kini masih terus berkonflik, dan makin tajam konflik duo Golkar.
Maka bisa dipastikan pula bahwa konflik Golkar masih panjang dan sulit untuk terselesaikan. Sudah tak ada pilihan lain lagi bagi pemerintah untuk segera mendorong Munaslub bagi Golkar karena inilah satu-satunya cara yang harus ditempuh agar posisi Ketua DPR tidak terus dijabat oleh plt yang memiliki kewenangan yang sangat terbatas. Dan tidak ada alasan hukum pula bagi pemerintah jika ingin mengakomodir Golkar masuk ke dalam pemerintahan, Karena saat ini Golkar tengah pecah atau terbelah menjadi dua.
Hal ini bukan mengada-ada karena jika mengacu regulasi hukum pada UU No 17/2014 tentang MD3, jelaslah sudah bahwa yang berhak atas kursi Ketua DPR adalah tetap dari fraksi yang sama jika ada yang mengundurkan diri. Dari ketentuan baku dalam UU No 17/2014 tersebut artinya adalah jika tidak ada atau tidak terselenggaranya Munaslub oleh duo Golkar, maka bisa dipastikan bahwa kekosongan posisi Ketua DPR akan lebih lama lagi dan tidak baik bagi demokrasi dalam negeri. Selain itu jika merevisi UU No 17/2014 tentang MD3, Hal ini sangat tidak memungkinkan lagi karena jika direvisi maka akan makin menimbulkan kegaduhan yang lebih besar lagi.
Meskipun saat ini sesepuh Golkar sudah menyuarakan atau mendorong keras agar Golkar menyelenggarakan Munaslub, Dorongan tersebut sama sekali tidak di amini oleh Golkar hasil Munas Bali. Karena yang diincar oleh Munas Bali kubu Aburizal Bakrie saat ini adalah untuk mendapatkan legalitas dari pemerintah.
Jika pemerintah berupaya untuk mendamaikan duo Golkar, Maka hal tersebut dirasa cukup dan tak perlu mengajak masuk Golkar ke dalam pemerintahan. Dan oleh karena itulah Presiden Jokowi harus hati-hati menyikap manuver kubu Aburizal Bakrie yang sebenranya dapat berubah duri dalam daging jika di akomodir ke dalam pemerintahan.
Karena untuk mengajak Golkar masuk ke dalam pemerintahan tentunya akan menjadi tidak baik bagi pemerintahan, Terlebih lagi saat ini pemerintah sedang butuh partai-partai yang berposisi sebagai penyeimbang alias di luar pemerintahan. Selain itu jika Presiden Jokowi ingin mengajak masuk Golkar maka perlu dipertimbangkan secara matang-matang, karena sikap Golkar Munas Bali sekarang sangat mencerminkan bahwa sedang mengemis-ngemis atau bahkan memohon agar legalitas dari pemerintah segera dikeluarkan.
Selain hanya mengejar legalitas, pertimbangan lain jika ingin mengajak Golkar masuk ke dalam pemerintahan juga sangat perlu sekali dipertimbangkan hal ini guna untuk mencegah makin kuatnya dominasi Jusuf Kalla dalam pemerintahan. Karena dibeberapa kali kesempatan terlihat jelas Jusuf Kalla lebih mendominasi pemerintahan, salah satunya merujuk pada soal kisruh yang terjadi dalam PSSI.