[caption caption="Aburizal Bakrie-Agung Laksono (ilustrasi Detikcom)"][/caption]
Blunder besar yang dilakukan oleh Setya Novanto semakin memanas. membuat banyak elit Golkar marah. Prediksi publik bahwa setelah Setya Novanto dijatuhkan sanksi sedang berupa dicopot dari pimpinan dan alat kelengkapan dewan, Setya Novanto akan meredup kariernya, kali ini meleset total. Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak tinggal diam dan manggut-manggut melihat drama politik yang dipraktekkan oleh Setya Novato akhir-akhir ini. Membiarkan semua manuver yang dilakukan oleh Novanto saat ini sama saja seperti masuk dalam jebakan batman. Menjadi jebakan batman karena kalau dibiarkan akan menggangu suara fraksi terhadap kebijakan yang mau diambil oleh pemerintahan.
Bagi Presiden Jokowi, tindakan Setya Novanto yang dengan gampangnya merombak atau merotasi dan memasukan para loyalisnya ke alat kelengkapan dewan DPR-RI itu sudah amat menyebalkan dan tak bisa dibiarkan, terlebih lagi saat ini tak ada satu pun Golkar yang mendapat legalitas dari pemerintah. Itu artinya Novanto sama sekali tidak mempunyai hak untuk merombak komposisi Golkar di parlemen. Tindakan Novanto yang merombak atau merotasi dengan memasukan loyalis-loyalisnya yang setia membelanya di sidang etik saat Novanto tersandung kasus ‘’Papa Minta Saham’’ adalah tindakan yang amat sangat memalukan juga sangat tidak etis, lantaran Novanto sudah bersalah secara etik. Tindakan Novanto yang menandatangani perombakan di alat kelengkapan dewan dengan menandatanganinya sendiri  sudah mengiris-iris perasaan 250 juta rakyat Indonesia dan mengubur hidup-hidup harapan rakyat melalui didudukannya loyalis Novanto di alat kelengkapan dewan tersebut. Karena apa yang dipertontnkan oleh Novanto tersebut menggambarkan bahwa saat ini Novanto ingin menjunjukkan bahwa dia bebas melakukan apa saja yang dapat menyakiti hati 250 juta rakyat Indonesia.
Perbuatan memalukan dan tidak etis yang dilakukan oleh Setya Novanto itu jelas telah merusak habis sekigus merendahkan harkat dan martabat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dimata parlemen dunia internasional. DPR adalah lembaga negara yang patut dihormati oleh setiap anggotanya yakni dengan tidak melakukan perbuatan yang memalukan, tidak patut dan tidak etis sebagaimana yang dilakukan oleh novanto dengan merombak susunan F-Golkar di alat kelengkapan dewan.
Menjadi tidak patut dan tak etis karena berdasarkan putusan etik Novanto dijatuhkan sanksi sedang berupa pencopotan dari pimpinan dan dilarang menduduki jabatan di alat kelengkapan dewan. Dengan kata lain kini Novanto masih terus bermanuver dengan menunjukkan kehebatannya yang didukung enuh oleh Aburizal Bakrie, yang kini masih diusahakan untuk dilengserkan melalui Munas rekonsiliasi, yang juga mendapat pertentangan serius dari Aburizal Bakrie dan konco-konconya. Tetapi Jokowi lebih cerdik dari Aburizal Bakrie yakni membiarkan Kala bermanuver dan pada ujungnya Aburizal Bakrie akan dilengserkan melalui Munas rekonsiliasi.
Tingkah laku memuakan Novanto tersebut bertolak belakang dari revolusi mental yang jadi jargon utama Jokowi yang mati-matian memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Korupsi yang terjadi di negeri ini sudah menyebar di semua lini ataupun aspek dalam kehidupan berbanga dan bernegara. Novanto sudah seharusnya memenuhi panggilan Kejaksaan Agung untuk diperiksa terkait kasus dugaan permufakatan jahat dengan meminta saham pada PT.Freeport Indonesia dengan mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla beberapa waktu lalu. Dan tidaklah berlebihan pula jika Setya Novanto dicap sebagai pengkhianat bangsa dan negara, karena dalam posisi Golkar yang sedang vakum, Novanto masih bebas mendudukan loyalis-loyalisnya di lembaga negara yang merupakan wujud aspirasi dari 250 juta rakyat Indonesia tersebut.
Mewujudkan terselenggaranya Munas rekonsiliasi pada Maret mendatang adalah harga mati dari pertarungan Jokowi-Kalla menghadapi Setya Novanto yang hingga kini masih didukung habis-habisan oleh Aburizal Bakrie. Pelaksanaan Munas rekonsiliasi tersebut menjadi taruhan bagi pemerintahan, terutama bagi Kalla untuk dapat melengserkan Aburizal Bakrie dari posisinya saat ini sebagai Ketua Umum Golkar yang terpecah menjadi dua. Pecahnya Golkar tak lain disebabkan oleh Aburizal Bakrie yang saat Pilpres lalu ingin membawa Golkar mendukung Prabowo Subianto-Hatta Radjasa yang mana dukungan tersebut bertolak belakang dengan keinginan hampir sebagian elit Golkar saat itu yakni ingin membawa Golkar mendukung Jokowi-Kalla yang saat itu menjadi kompetitor Prabowo Subianto-Hatta Radjasa.
Keras kepalanya Aburizal Bakrie terlihat dari sikapnya yang tak mau ikut serta dalam menyelenggarakan Munas rekonsiliasi yang sudah diputuskan oleh Mahkamah Partai Golkar yang dipimpin Muladi. Jusuf Kalla, BJ Habibie, Akbar Tandjung dan beberapa sesepuh Golkar lainnya pun masih ia lawan terus , tetapi perlawanan-perlawanan yang akan dilakukan oleh Aburizal Bakrie akan segera berakhir dimana Munas rekonsiliasi tersebut dipastikan akan terselenggara dengan mulus yakni dengan keberhasilan Kalla melengserkan Aburizal Bakrie.
Menjadi terselenggara dengan mudah karena saat ini Jusuf Kalla sudah mengambil alih penyelesaian konflik internal Golkar yang makin hari makin runcing ini. Tak ada pilihan lain bagi Jusuf Kalla untuk mensukseskan penyelenggaraan Munas rekonsiliasi yang rencananya akan diselenggarakan pada Maret mendatang, karena hanya melalui cara inilah Kalla dapat melengserkan Aburizal Bakrie dengan mudah dan jika keberhasilan melengserkan Aburizal Bakrie juga akan membuat jaringan-jaringan mafia parpol dalam Golkar akan terpotong habis seiring lengsernya Aburizal Bakrie. Karena hanya melalui Munas rekonsiliasi inilah Aburizal Bakrie dapat dilengserkan. Meskipun Aburizal Bakrie telah memutuskan akan tetap menyelenggarakan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas ) Golkar pada 23-24 Januari mendatang, penyelenggaraan tersebut menjadi tidak berarti apa-apa lantaran saat ini tak ada satu pun kepengurusan Golkar yang sah.
Meskipun peluang melengserkan Aburizal Bakrie sangat besar, perlu pula diantisipasi manuver-manuver politik Setya Novanto di DPR yang hingga kini masih didukung habis-habisan oleh Aburizal Bakrie, bahkan sikap Aburizal Bakrie yang mendiamkan Novanto bebas merotasi alat kelengkapan dewan dari F-Golkar di DPR menunjukkan betapa bebas dan kuatnya perlindungan yang diberikan oleh Aburizal Bakrie terhadap Setya Novanto, apalagi saat ini keberhasilan Setya Novanto merombak dan memasukan loyalis-loyalisnya mengindikasikan bahwa saat ini Aburizal Bakrie tengah pasang badan untuk Setya Novanto, hal ini juga terlihat dari sikap Aburizal Bakrie yang mendiamkan dan berarti mendukung ketidakhadiran Setya Novanto yang tidak memenuhi panggilan yang sudah dua kali dilayangkan oleh Kejaksaan Agung.
Dan sudah tak ada pilihan lain lagi bagi Kalla kecuali melengserkan Aburizal Bakrie karena kuatnya dominasi Aburizal Bakrie ini dapat berakibat fatal terhadap pemerintahan dimana ini menyangkut betapa pentingnya keputusan setiap fraksi di alat kelengkapan dewan terhadap kebijakan pemerintah, terlebih lagi saat ini Setya Novanto juga sudah mengatur strategi yang sangat apik untuk lolos dari jeratan Kejaksaan Agung , yakni terus mempermasalahkan alat bukti dalam kasus yang menjeratnya tersebut.