Mohon tunggu...
-
- Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jayabaya -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Melawan Kebocoran di Mana-mana dan Mulai Menebas Pedang Keadilan

8 Desember 2015   18:02 Diperbarui: 8 Desember 2015   18:11 6318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Presiden Jokowi sedang marah besar (Dok: Kompas.com)"][/caption]

Anggapan bahwa Presiden Jokowi adalah Presiden yang lemah, yang tak berdaya dan penakut terbantah sudah setelah semalam Presiden Jokowi melalui Breakingnews yang disiarkan oleh Metro TV meluapkan amarahnya untuk pertama kali ke publik dan rakyat Indonesia. Selama ini sosok Jokowi dikenal sebagai sosok yang sangat lembut, baik, bersahaja, tak mudah marah, tak mudah tersinggung , mendadak berubah drastis, dan meluapkan amarahnya yang ditunjukannya kepada Ketua DPR, Setya Novanto.

Bahkan Jokowi sempat menahan rasa amarahnya sejak pagi hari hingga akhirnya amrahanya meledak bak ledakan yang cukup keras yang akhirnya membuat orang kini merasa sadar dan mengerti sepenuhnya bahwa sebenarnya Jokowi sebagai Presiden yang sangat tegas, berani dan tak ada sikap kompromi baik politik maupun kepentingan-kepentingan yang dapat mengadaikan kepentingan bangsa dan negara.

Amarah Jokowi yang diluapkannya didepan awak media dengan mengacungkan jari telunjuk menginsyaratkan bahwa sosok Jokowi kini sudah sangat berubah dari tegas menjadi sangat tegas dan dari anggapan lemah berubah menjadi powerfull. Kemarahan Jokowi ini juga ada kaitannya dengan persidangan di Mahkamah Kehormatan Dewan yang dengan agenda mendengarkan keterangan Setya Novanto, yang diputuskan oleh Kahar Muzakir, Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan yang memimpin jalannya sidang kemarin.

Hal tersebut tercermin dari sikap Jokowi yang tak mau namanya dicatut-catut oleh Ketua DPR, Setya Novanto. Selama ini diketahui bahwa bisnis haram yang dijalankan oleh Setya Novanto bersama kroni-kroninya tersebut sudah berhasil mengeruk kekayaan alam negeri ini, bahkan dalam dua tahun terhitung periode 2012-2013, berdasarkan hasil audit, Setya Novanto bersama koleganya yang juga pengusaha yang sangat beken bahkan disegani dan ditakuti oleh pengusaha minyak dan gas baik dalam maupun luar negeri, berhasil membuat Indonesia tersandera impor BBM yang berkepanjangan dan akhirnay mereka pun menguasai 250 Triliun uang negara dari hasil minyak dan gas yang selama ini menyandera Indonesia.

Hal ini tentunya kian membuktikan bahwa Setya Novanto dan Riza Chalid memang merupakan pemain utama yang selama ini dilindungi oleh rezim sebelumnya, Namun permainan kotor tersebut akhirnya berakhir setelah Jokowi resmi menjadi Presiden Republik Indonesia. Dengan tegas Jokowi menyatakan mencabut subsidi BBM sekaligus membubarkan Petral yang merupakan ‘’sarang tawon’’ bagi para perampok negeri zamrud khatulistiwa ini.

Terlebih lagi dalam perisngan kemarin, Setya Novanto membantah semua isi keterangan yang terdapa dalam rekaman tersebut, Bahkan Setya Novanto menyebut bahwa rekaman yang direkam oleh Maroef Syamsoeddin, Presiden Direktur PT.Freeport Indonesia itu adalah ilegal dan tak ketinggalan pula, Sudirman Said juga turun dijadikan sasaran tembak oleh Novanto dalam persidangan yang digelar secara tertutup kemarin.

Yang lebih mengejutkan lagi, Novanto hanya diperiksa selama 3 jam, sedangkan Sudirman Said dan Maroef Syamsoeddin diperiksa rata-rata diatas 7 Jam, terkesan bahwa Mahkmah etik DPR tersebut hanya terpaksa memeriksa Setya Novanto, dan dibalik sikap keterpaksaan tersebut tersirat pesan bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan seolah-olah menunjukkan independensinya, Namun yang terjadi justru sebaliknya, yakni independensi yang mulia-mulia tersebut sudah luntur dan habis. Padahal sesungguhnya yang mulia-mulia tak mampu untuk mencopot Setya Novanto melalui sanksi etik Mahkamah itu sendiri.

Bahkan dalam persidangan yang berlangsung tertutup kemarin, Setya Novanto membacakan 12 pembelaannya yang mana dari ke dua belas pembelaannya tersebut sudah dapat dismpulkan bahwa Setya Novanto membantah semua isi rekaman dan tak mengakui semua rekaman yang berurasi 1 jam 20 menit tersebut. Misalnya persoalan legal standing yang kembali diungkit, padahal sudah jelas legal standing Menteri ESDM adalah berdasarkan pasal 1 ayat 10 Peraturan DPR No 2/2015 tentang Tata Beracara Mahkamah.

Tak hanya soal itu saja Novanto juga menyebut bahwa rekaman itu ilegal. Yang jadi pertanyaan sederhananya adalah apakah semua rekaman CCTV yang dipasang diperkantoran juga ilegal, Jika sudah demikian maka makin jelas kualitas yang dimiliki oleh seorang Ketua DPR, Setya Novanto, dan kualitas yang dimilikinya tersebut berdampak pada fungsi legislasi yang sangat memperihatinkan, Karena tak ada UU yang berhasil disahkan kecuali Perpu yang kemudian disahkan menjadi UU, dan jika sudah demikian maka dapat disimpulkan bahwa Setya Novanto gagal total memimpin lembaga negara yang terhormat tersebut, sampai-sampai ia harus mencatut nama Jokowi dan JK.

Bahkan jika dilihat dari pola pikirnya yang mneyebut bahwa rekamna itu ilegal kian meyakinkan penulis bahwa Setya Novanto tidak dapat membedahkan perbedaan antara perekaman dan penayadapan. Didalam pasal 31 UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memang ada kata ‘’rekaman’’ namun maksud rekaman dalam pasal tersebut bukanlah bagian dari rekaman yang sesungguhnya.

Karena perekaman adalah tindakan yang dilakukan pada saat perbincangan itu terjadi, sedangkan penyadapan ini dilakukan secara diam-diam yakni dengan meletakkan alat sadap sehingga seseorang tersebut akan tersadap oleh alat sadap tersebut. Jadi sudah jelas perbedaan antara perekaman dan penyadapan.

Dan jika Setya Novanto mempermasalahkan soal rekaman yang dianggapnya ilegal dan menggunakan pola pikir yang salah, Maka dapat disimpulkan pula bahwa Novanto juga menganggap perekaman yang biasanya dilakukan oleh awak media juga termasuk ilegal, karena sudah disebarluaskan ke media tanpa memberitahu yang bersangkutan, terutama soal kutipan yang biasanya dikutip oleh banyak media. TV Parlemen yang ada di gedung DPR yang menyiarkan sidang terbuka dan menyebarluaskannya juga termasuk ilegal. Jika pemikiran Novanto sudah demikian maka ironisnya juga Indonesia bisa memiliki wakil rakyat seperti ini.

Namun kegelisahan Novanto akan dirinya yang segera terjerat oleh Kejaksaan Agung tampaknya makin dekat. Hla ini seiring makin ngebutnya Kejaksaan Agung menyelidiki dugaan korupsi sekaligus permufakatn jahat yang secara terang-terangan dilakukan oleh Novanto dan Riza dalam rekaman tersebut.

Apa yang dilakukan oleh Novanto dan Riza juga sudah memenuhi unsur pasal 88 KUHP, yakni dua orang atau lebih sudah bersepakat melakukan kejahatan, kejahatan yang dilakukan jelaslah sudah yakni, ingin menjatuhkan Jokowi jika kontrak Freeport di putus, sedangkan unsur korupsi yakni pasal 12 UU No 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi  dan pasal 15 UU No 31/199 tentang Tindak Pidana Korupsi juga sudah terpenuhi, karena Novanto meminta saham listrik tenaga air di Urumuka , Papua sebesar 49%. Dan itu adalah sebuah perbuatan yang korup dan tak bisa dimaafkan terlebih lagi adanya makna makar dalam upaya penggulingan Jokowi jika Jokowi tak memperpanjang kontrak Freeport.

Memamg untuk membersihkan lantai yang sudah teramat kotor kita membutuhkan sapu raksasa yang amat sangat bersih, dan saat ini kita sudah memilikinya. Presiden Jokowi juga saat ini terlihat sangat tegas yakni dengan menyikat habis para mafia yang selama ini bercokol selama puluhan tahun dan itu dibiarkan oleh rezim-rezim sebelumnya. Saat ini pedang keadilan sudah mulai ditebaskan oleh Jokowi terhadap mafia-mafia yang selama ini merampas keadilan dinegeri ini.

Faktanya, semenjak Jokowi makin agresif adan tanpa kompromi dalam menghabisi jejaring mafia, makin kuat pula serangan-serangan yang dilakukan oleh mafia. Meskipun pedang perampas keadilan tersu ditebas oleh mafia-mafia, Jokow pun tak segan-segan menembas pedang keadila guna mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam sila kelima Pancasila yang merupakan falsafah bangsa Indonesia. Dan tentunya amarah besar yang ditunjukkan Jokowi kemarin jelas sudah sedikit memberikan ketenganga karena tak lama lagi mafia yang selama ini dibiarkan bercokolan bebas akan segera tamat permainan yang selama ini dimainkannya.

Namun kemarahan yang sudah duluapkan oleh Presiden Jokowi tentunya akan membawa dampak negatif yang sangat besar terhadap partai-partai yang tergabung Koalisi Merah Putih. Besok, 9 Desember 2015 adalah pilkada serentak yang akan digelar di 250 daerah dan tentunya dampak paling buruk yang kemungkinan terjadi adalah semua calon kepala daerah-wakil kepala daerah yang berasal dari KMP akan baru merasakan pil pahit akibat perbuatan partai mereka selama ini. Diketahui bahwa saat debat pilpres lalu, Ketua Umum DPP Gerindra, Prabowo Subianto sempat berkoar-koar akan menambal semua kebocoran jika memenagkan pilpres namun pada faktanya justru kebocoran itu ada didekat mantan Jenderal itu sendiri. Kebocoran ada dimana-mana dan kita semua sudah tahu siapa yang sengaja membocorkan itu semua, Makanya saat ini Jokowi sudah mulai menebaskan pedang keadilan yang mana selama ini keadilan hilang dirampas oleh para mafia yang berdiri kokoh dan menjadi sumber kebocoran Indonesia selama ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun