[caption caption="Presiden Direktur PT.Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin (Metrotvnews.com)"][/caption]
Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan pada Kamis lalu, dengan agenda memeriksa Presiden Direktur PT.Freeport Indonesia, Maroef Sjamsuddin kian memperjelas dan makin menyudutkan posisi Ketua DPR, Setya Novanto yang dilaporkan oleh Menteri ESDM, Sudirman Said ke Mahkmah Kehormatan Dewan karena mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam upayanya untuk memuluskan perpanjangan kontrak karya PT.Freeport Indonesia yang masa kontrak karyanya akan berakhir pada 2021 mendatang.
Dalam pemeriksaan Mahkamah Kehormatan Dewan yang berlangsung hingga Jumat pagi pukul: 00:35 menit, Kesaksian-kesaksian yang disampaikan oleh bos Freeport Indonesia tersebut kian menelanjangi peran-peran Setya Novanto dalam rekaman tersebut. Maroef mengakui bahwa rekaman yang diputar oleh Mahkamah Kehormatan Dewan pada Rabu (02/12/2015) malam, adalah rekaman yang memang ia rekam sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Menteri ESDM, Sudirman Said yang sudah lebih dulu diperiksa sebagai saksi namun seolah didudukan sebagai seorang yang bersalah alias terdakwa oleh pimpinan dan anggota Mahkamah Kehormatan Dewan yang mulia.
Pengakuan Maroef akan rekaman tersebut kian membuat posisi Ketua DPR, Setya Novanto makin tak jelas, Apalagi saat ini diketahui bahwa Kejaksaan Agung sudah membuka penyelidikan kasus ‘’Papa Minta Saham’’ yang melibatkan Setya Novanto selaku Ketua DPR, Yang mana dalam rekaman berdurasi 1 jam lebih tersebut, Setya Novanto adalah pihak yang paling aktif dalam upayanya meyakinkan bos Freeport Indonesia, Maroef Sjamsuddin, yakni dengan menyebut nama Menteri Korrdinator Politik, Hukum dan Keamanan, Bahkan nama Luhut disebut hingga 66 kali agar bos Freeport tersebut yakin, Namun rupanya dalam pertemuan ketiga, Bos Freeport tersebut mengaku bahwa dia yang berinisiatif merekam percakapan Setya Novanto dan seorang pengusaha, Riza Chalid, Karena menurut Maroef keduanya berbicara tak pantas dan tak etis, Karena membahas persoalan bisnis tanpa mengajak Komisi VII DPR-RI, yang membawahi Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.
Bahkan dalam persidangan yang berlangsung sampai Jumat pagi, Â pukul: 00:35, Maroef juga menyebut bahwa sudah berupaya dua kali untuk menghentikan pembicaraan Setya Novanto dan Riza Chalid, dan pada upaya kedua tersebutlah, Upaya bos Freeport berhasil menghentikan pembicaraan Setya Novanto dan Riza Chalid, yang menurut bos Freeport dirinya risih mendengar pembicaraan dua orang tersebut. Yang membuatnya risih adalah karena Maroef merasa bahwa bukan dalam kapasitas keduanya untuk membicarakan persoalan bisnis dalam hal perpanjangan kontrak karya Freeport, Terlebih lagi perpanjangan kontrak karya Freeport sedang dibahas bersama pemerintah dan PT.Freeport Indonesia.
Namun, Meskipun demikian tetap ada saja upaya-upaya yang tak pernah padam untuk membela Setya Novanto oleh pimpinan maupun anggota Mahkmah Kehormatan Dewan. Ridwan Bae, Kahar Muzakir dan Adies Kadir dari Fraksi Golkar, yang merupakan fraksi Setya Novanto juga secara bertubi-tubi menyerang Sudirman Said ketika Sudirman memberikan diperiksa sebagai pelapor pada Selasa (02/12/2015), Bahkan Ridwan Bae, yang terus mempertanyakan legalitas sidang terbuka. Ini makin menujukkan bahwa Ridwan Bae yang merupakan orang Setya Novanto ini berpura-pura lupa bahwa, didalam Peraturan DPR No 2/2015, dijelaskan bahwa sidang Mahkamah Kehormatan Dewan dilakukan secara tertutup, kecuali dinyatakan terbuka. Padahal sebelumnya sudah ada kesepakatan bahwa sidang dilakukan secara terbuka.
Begitu pula dengan Kahar Muzakir yang pada pemeriksaan Sudirman Said seolah-oleh menyudutkan habis Sduirman yang seharusnya dihargai, dilindungi dan dihormati, Karena Sudirman hanya berniat untuk memulihkan kembali citra DPR yang sudah terlanjur sangat buruk di mata rakyat Indonesia. Kahar mempersoalkan legalitas rekaman. Persoalan ini sebenarnya sudah jelas, Bahwa beberapa hari sebelum digelarnya persidangan dengan agenda memeriksa Sudirman Said sebagai pelapor pada Selasa (02/12/2015), Bos Freeport Indonesia, Mareof Sjamsuddin sudah menyatakan bahwa dia yang merekam pembicaraan Setya Novanto dan Riza Chalid tersebut tujuannya adalah untuk menghindarkan Mantan Wakil Kepala BIN tersebut terjerat UU Tindak Pidana Korupsi di Luar Negeri yang berlaku di Amerika Serikat.
Dari penjelasan tersebut saja sebenarnya sudah dipahami atau bahkan sangat gampang untuk dipahami oleh orang sekelas Kahar Muzakir, bahwa Maroef harus tunduk terhadap hukum yang berlaku di Amerika Serikat, Karena yang menunjuk Maroef menjadi Presiden Freeport Indonesia bukalah pemerintah Indonesia , Melainkan langsung ditunjuk oleh bos Freeport yang perusahaanya bermarkas di Arizona. Phoenix, Amerika Serikat. Begitupun di Indonesia, Dalam kacamata hukum Indonesia, Penyadapan dan perekaman adalah dua hal yang sama, dan sama-sama diperbolehkan oleh UU dan tidak dilarang oleh UU, Hal tersebut merujuk pada UU No 11/2008 tentan Informasi dan Transaksi Elektronik.
Namun upaya-upaya pembelaan yang secara terang-terangan dipertontonkan oleh anggota Mahkamah Kehormatan Dewan yang berasal dari Koalisi Merah Putih tersebut makin menunjukkan bahwa memang ada upaya nyata mereka untuk menghentikan kasus ‘’Papa Minta Saham’’ yang melibatkan Ketua DPR, Setya Novanto. Upaya itu terlihat sehari sebelum sidang , dimana anggota Mahkamah Kehormatan Dewan dari fraksi Golkar, Ridwan Bae, Kahar Muzakir dan Adies Kadir serta Sufmi Dasco dari Gerindra yang menginginkan agar kasus tersebut ditutup saja oleh Mahkamah Kehormatan Dewan.
Namun upaya pembelaan yang dilakukan oleh loyalis Setya Novanto membuat mereka kalah strategi, Awalnya hampir semua anggota Mahkamah Kehormatan Dewan yang tergabung dalam koalisi Merah Putih menolak jika rekaman tersebut diputar, Namun lewat voting, Akhirnya kalah juga, dan setelah rekaman diputar, Semua rakyat Indonesia tahu betul bahwa Setya Novanto adalah sosok yang tamak. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sudah sangat geram dengan Novanto. Bahkan JK menyebut bahwa ‘’Ketua DPR sudah hilang’’. Makna yang bisa ditangkap dari ucapan JK tersebut adalah bahwa JK sudah sangat marah besar terhadap koleganya tersebut, Bahkan JK juga menyebut ini adalah skandal terbesar yang pernah terjadi di Indonesia.
Melihat kemarahan Jusuf Kalla dan Presiden Jokowi yang sebelumnya juga mengatakan bahwa ‘’Ora Sudi’’ jual-jual nama saya. Kian membuktikkan bahwa saat ini strategi Jokowi-JK untuk memenangkan pertarungan politik sudah sangat tebaca. Sebelumnya dapat dipahami terjadi pertarungan politik yang sangat amat luar biasa antara Jokowi-JK-Luhut-Sudirman Said melawan Koalisi Merah Putih, Aburizal Bakrie-Prabowo Subianto-KMP yang terlihat jelas memasang tembok yang kokoh untuk melindungi Novanto dari ancaman penggulingan dari kursi Ketua DPR, yang sesungguhnya adalah harga diri bagi Aburizal Bakrie karena sudah gagal melaju pada Pilpres 2014 lalu. Kini pertarungan politik tersebut sudah berhasil dimenangkan oleh Jokowi-JK-Luhut-Sudirman Said. Hal itu tercermin dari Luhut yang, Mengaku siap membuka semuanya jika diperlukan keterangannya sebagai saksi, Ini mengingat nama Luhut paling banyak disebut oleh Setya Novanto dan Riza Chalid, yakni ampai 66 kali penyebutan.