Kubu Raya – Hasil survei terbaru dari Citra National Network (CNN) mengungkapkan bahwa pasangan Sujiwo-Sukiryanto atau yang dikenal dengan JIKIR mencatatkan tingkat elektabilitas dan penerimaan tertinggi di antara kandidat calon bupati dan wakil bupati Kubu Raya lainnya. Namun, di balik angka-angka yang terlihat menguntungkan bagi pasangan ini, terselip sejumlah kelemahan metodologis yang dapat menimbulkan keraguan akan keakuratan hasil survei tersebut.
Survei yang dilakukan pada 31 Oktober hingga 3 November 2024 dengan melibatkan 1.200 responden ini mencatatkan bahwa pasangan Sujiwo-Sukiryanto memiliki tingkat keterkenalan sebesar 79,4% dan penerimaan sebesar 83,8%, jauh di atas pasangan lainnya. Dari segi elektabilitas, pasangan ini memperoleh 50,3% dalam simulasi terbuka dan naik menjadi 51,3% dalam simulasi tertutup.
Meskipun hasil survei tampak menunjukkan dominasi pasangan JIKIR, berbagai kelemahan dalam penelitian ini menimbulkan keraguan. Pertama, survei dilakukan dalam periode waktu yang sangat singkat, yaitu hanya tiga hari, yang bisa mempengaruhi stabilitas data. Waktu yang terbatas ini tidak cukup untuk menggambarkan representasi opini publik secara akurat, terutama jika ada perubahan situasi atau isu lokal yang cepat.
Selain itu, pihak CNN tidak menjelaskan secara rinci metode sampling yang digunakan dalam survei ini. Apakah survei dilakukan secara acak atau dengan sampel yang ditentukan sebelumnya tidak disebutkan, sehingga sulit memastikan representasi masyarakat Kubu Raya dalam survei ini. Bahkan, data demografi responden seperti usia, jenis kelamin, atau latar belakang ekonomi tidak diungkapkan, padahal karakteristik ini penting untuk mengukur relevansi hasil survei terhadap masyarakat yang lebih luas.
Yang lebih mengkhawatirkan, survei ini dilaksanakan tepat setelah debat publik pada 30 Oktober. Kondisi ini berpotensi menimbulkan bias temporal, di mana opini responden dapat dipengaruhi oleh penampilan debat yang masih segar dalam ingatan mereka, sehingga hasilnya mungkin tidak menggambarkan pandangan jangka panjang.
Tidak adanya transparansi mengenai sumber pendanaan survei juga menjadi tanda tanya besar. Ketika tidak dijelaskan apakah ada afiliasi atau dukungan finansial dari pihak tertentu, hasil survei berpotensi dianggap bias. Tanpa transparansi ini, sulit menepis anggapan bahwa survei ini mungkin disusun untuk menguntungkan salah satu pasangan calon.
Tulisan ini hadir sebagai tanggapan atas berita yang diunggah akun pontianakinformasi, yang menunjukkan dominasi pasangan JIKIR dalam survei terbaru. Namun, kelemahan-kelemahan yang terungkap dalam penelitian ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai kredibilitas dan akurasi hasil survei tersebut. Publik berhak mendapatkan hasil survei yang lebih transparan dan metodologis, sehingga pandangan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan aspirasi masyarakat Kubu Raya tanpa bias.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI