[Note: tulisan ini merupakan rangkaian dari seri tulisan perkembangan teori kuantum, dan merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya yang berjudul mengenal aljabar kuantum Dirac]
Pada masanya, kemunculan mekanika kuantum matriks membuka jalan baru bagi fisikawan-fisikawan muda untuk memecahkan teka-teki seputar atom yang belum terpecahkan sebelumnya. Contohnya, Pauli dan Dirac, menggunakan mekanika kuantum untuk mendapatkan fitur utama dari spektrum emisi atom Hidrogen. Pauli menggunakan versi mekanika matriks Heisenberg, sedangkan Dirac menggunakan pendekatan aljabar kuantum versinya sendiri. Selanjutnya, Pauli juga menggunakan mekanika baru ini untuk menjelaskan efek Stark. Jadi, mekanika matriks kelihatannya akan menjadi tempat bermain-main bagi generasi baru fisikawan kuantum. Dalam makalahnya, Pauli menulis:
"Bentuk teori kuantum Heisenberg sepenuhnya menghindari visualisasi mekanika-kinematika dari gerakan elektron dalam keadaan stasioner (orbit stabil) atom."
Pesannya jelas bahwa untuk membuat kemajuan maka kita harus melepaskan diri dari beban konseptual warisan fisika klasik dan memusatkan perhatian hanya pada apa yang dapat diamati dan diukur di laboratorium. Pemikiran untuk memvisualisasikan bagaimana sifat, gerak dan orbit atau perilaku elektron dalam atom pada keadaan stabil harus ditinggalkan.
Di sisi lain, fisikawan yang lebih tua mungkin sedikit berjuang karena kompleksitas matematika yang digunakan dalam mekanika matriks, serta kurangnya 'visualizability’ yang ditawarkan. Fisikawan-fisikawan yang lebih tua ini sudah terbiasa dengan ‘tradisi’ bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan fisika harus dapat divisualisasikan secara fisis, sehingga konsep abstrak dengan hanya sedikit ruang untuk memvisualisasikan perilaku elektron dalam atom yang ditawarkan mekanika matriks, menjadi sesuatu yang sulit diterima.
Oleh karena itu, nampak jelas bahwa arah pengembangan teori kuantum di masa-masa yang akan datang telah ditetapkan sebagai ajang unjuk gigi bagi para fisikawan muda. Namun, pada akhirnya, revolusi kuantum para kaum muda ini dikalahkan oleh terobosan dari seorang fisikawan berusia 38 tahun bernama Erwin Schrödinger, yang pada saat dia selesai merumuskan mekanika gelombangnya, maka landskap teori kuantum yang baru hampir sepenuhnya berubah.
Erwin Rudolf Josef Alexander Schrodinger adalah seorang fisikawan Austria yang lahir pada 12 Agustus 1887 di Wina, Austria, dari pasangan Rudolf dan Emily Schrodinger. Ia mendapatkan gelar doktor di bidang fisika di Universitas Wina pada tahun 1910, dan selama periode perang dunia 1 dari tahun 1914-1918 mengikuti dinas militer sebagai perwira artileri dalam pasukan Austria.Â
Pada tahun 1917, ia ditransfer kembali ke Wina dan bertugas di sana, dan pada tahun 1920 menikahi seorang wanita bernama Annemarie Bertel – lebih dikenal dengan panggilan Anny. Schrodinger sempat pindah ke Jena, lalu Stuttgart, dan kemudian Breslau sebelum mengamankan jabatan guru besar (professor) fisika teori di Universitas Zurich pada tahun 1921. Ketika tiba di Zurich, ia didiagnosis menderita TBC yang memaksanya harus banyak beristirahat. Sebagai seorang yang memiliki komitmen tinggi dalam mengajar, ditambah lagi dengan kondisi fisik yang dialaminya, maka Schrodinger hanya menyisakan sedikit waktu untuk melakukan penelitian. Bahkan, setelah sembuh dari penyakit pernapasannya pun ia tetap lemah dan cenderung mudah lelah.
Sampai pada titik ini, selama karirnya sebagai seorang fisikawan, Schrodinger mungkin cukup kenyang dengan pujian yang diperoleh atas keserbagunaannya sebagai ilmuwan yang berpengetahuan luas. Akan tetapi, dia sama sekali belum memberikan kontribusi yang penting untuk fisika, sehingga seiring bertambahnya usia, dia tidak punya banyak pilihan selain menyaksikan generasi fisikawan yang lebih muda mulai menyusulnya. Tampaknya, dia akan dikesampingkan, dan keberadaan serta pencapaiannya tidak lebih dari catatan kaki dalam sejarah fisika. Kehidupan pernikahannya juga bermasalah, karena keduanya - baik Schrodinger maupun istrinya - terlibat perselingkuhan.Â
Dalam kehidupannya di Zurich, Schrodinger memiliki beberapa teman dekat yang merupakan sesama ilmuwan, seperti fisikawan Belanda Pieter Debye, dan matematikawan Hermann Weyl. Istri Schrodinger jatuh cinta dengan Weyl, dan mereka mulai berselingkuh. Sementara istri Weyl - Helene Joseph - jatuh cinta pada fisikawan Paul Scherrer. Gejolak dalam kehidupan pribadi Schrodinger jelas mempengaruhi karir ilmiah dan pekerjaannya. Setidaknya, hal ini mengakibatkan ketidakmampuan Schrodinger dalam menerbitkan makalah pada tahun 1923.Â