Teori big bang adalah model ilmiah yang paling diterima secara luas saat ini dalam menjelaskan awal mula terbentuknya alam semesta. Menurut teori ini, alam semesta kita mengembang dari satu titik yang disebut singularitas yang menampung semua materi dan energi alam semesta. Dalam teori big bang alam semesta diperkirakan terbentuk (lahir) sekitar 13,8 miliar tahun yang lalu dan terus diperluas (mengembang) dipercepat sampai sekarang - semakin hari alam semesta mengembang semakin cepat.Â
Meskipun demikian, para astronom, ahli kosmologi, dan fisikawan masih belum yakin apa yang menyebabkan alam semesta kita terus mengembang. Mereka menyebut faktor yang mempengaruhi mengembangnya alam semesta ini sebagai energi misterius yang diberi nama energi gelap atau dark energy (baca artikel energi gelap).Â
Ketika mempelajari perluasan alam semesta, para ilmuwan juga mendapati bahwa sebagian besar materi yang ada di alam semesta mungkin dalam bentuk yang tidak teramati oleh instrumen ilmiah yang dimiliki oleh manusia saat ini. Sama halnya dengan masalah energi gelap, materi yang belum bisa diamati wujud fisik-nya ini kemudian diberi nama materi gelap atau dark matter (baca materi gelap).Â
Berdasarkan teori relativitas umum Einstein dan bukti pengamatan Edwin Hubble, diketahui secara pasti bahwa alam semesta kita terus mengembang, bahkan dipercepat dari waktu ke waktu. Jarak antar wilayah ruang angkasa yang jauh seperti galaksi-galaksi dan gugus galaksi misalnya, terus bertambah setiap saat. Oleh karena itu, jika kita membalik arah panah waktu menuju ke masa lalu maka kita akan mendapati bahwa jarak antar galaksi-galaksi dan gugus-gugus galaksi tersebut lebih dekat satu sama lain dibandingkan dengan jarak antara mereka pada kondisi sekarang.Â
Jadi, sekitar 14 miliar tahun yang lalu kita tidak akan menemukan sebuah galaksi yang berdiri sendiri, bahkan, kita tidak akan menemukan bintang ataupun planet yang berdiri sendiri atau terpisah satu sama lain, karena semuanya menyatu dalam kondisi yang sangat rapat dan padat.
Seluruh alam semesta kita dipenuhi oleh campuran homogen dari berbagai jenis partikel (materi) dan radiasi gelombang elektromagnetik. Sebagai analogi, jika kita membiarkan gas mengembang maka gas tersebut akan mendingin. Sebaliknya, jika kita menekan atau mengompres gas tersebut maka gas tersebut akan memanas. Karena itu, bisa dikatakan bahwa alam semesta memiliki suhu yang jauh lebih tinggi (panas) di masa lalu, sehingga pada usia-usia awal alam semesta, temperaturnya bisa jutaan kali lebih tinggi dari pada suhu alam semesta yang sekarang.
Seperti penjelasan sebelumnya, alam semesta kita terus mengembang sehingga jika kita kembali ke masa lalu, kita akan mendapati bahwa semua bintang, galaksi dan gugus galaksi yang kita ketahui sekarang terkompres menjadi wilayah dengan volume nol atau menjadi satu partikel titik. Dalam ilmu fisika dasar kita mengetahui bahwa kerapatan dari suatu materi adalah hasil dari massa (bobot)-nya dibagi dengan volume. Oleh karena itu, alam semesta kita pada saat usia nol memiliki kerapatan yang tidak terbatas. Bayangkan bahwa seluruh alam semesta yang kita ketahui sekarang ini dikompres atau dipadatkan sedemikian rupa menjadi seukuran 'titik'.
Dalam teori relativitas umum Einstein, materi mempengaruhi geometri ruang-waktu. Artinya, keberadaan suatu materi akan melengkungkan ruang-waktu disekitar materi tersebut (ini yang kita sebut sebagai gravitasi). Sehingga, pada keadaan dengan kerapatan materi yang tak terhingga pada usia nol alam semesta, kelengkungan ruang-waktu (gravitasi) juga tak terhingga - kondisi ini yang kemudian sering disebut sebagai singularitas.
Dengan demikian, menurut teori sains terbaik yang paling diterima saat ini, alam semesta kita bermula dari suatu kondisi atau keadaan yang disebut sebagai sebuah singularitas yang mana materi dan energi terkompresi dengan sangat rapat dalam skala yang sangat kecil. Kemudian, 'keadaan' ini mengembang (berekspansi) dengan sangat amat cepat pada detik-detik awal proses ekspansinya, ini mirip seperti sebuah dentuman atau ledakan oleh karena itu disebut 'Big Bang'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H