Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com)
Mengapa Jakarta tidak akan pernah berhenti menghadiahi kemacetan yang konsisten? Sampai kapanpun, kemacetan di Jakarta akan terus berkembang, tidak pernah terselesaikan. Harus ada cara-cara ekstrem yang total mempertegas memberhentikannya. Segala cara alternatif, yang memakan biaya, hanya akan mempersempit kapasitas jalan itu sendiri. Disini saya menyinggung salah satu fasilitas transportasi yang memakan hampir setengah jalan di Jakarta, yaitu busway, dan juga yang segera dalam tahap perencanaan, yaitu Mass Rapid Transition. Modern, memang, tetapi tidak cocok. Karena, sudah terlalu padat. Saya mengikuti media yang membahas tentang transportasi massal di Jakarta yang dinilai kurang. Masyarakat memberikan opininya masing-masing, pemerintah daerah merespon dan menambal keluhan tersebut. Tapi apa? Warga yang menggunakan kendaraan pribadi di Jakarta tidak berkurang, justru bertambah. Responsif, namun terlalu cepat mengambil keputusan. Saya sangat yakin, lebih dari 70% pengguna busway adalah orang-orang yang menggunakan angkutan umum (re: metromini, mikrolet, dll) sebelumnya, yang kebetulan koridor disana tepat pada tempat tujuan, dengan kata lain, satu rute dengan tujuannya. Mereka hanya bertukar kendaraan, yang notabennya adalah keduanya, angkutan umum. Jadi, ini tidak banyak mengurangi kemacetan di Jakarta, karena yang menggunakan busway adalah mereka-mereka juga. Tanyakan kepada masyarakat Jakarta, apa penyebab mereka berganti alih? Kenyamanan, rasa aman, waktu. 3 alasan tersebut, cukup mewakili beragam alasan lainnya. Itu adalah opini masyarakat Jakarta dalam kerata-rataannya. Kenyamanan adalah hak setiap warga Jakarta dalam mempergunakan fasilitas tranportasinya, bebas dari kepanasan, polusi berlebihan, bau tak sedap, kebisingan, dll. Alat transportasi yang dikelola pemda ini dinilai sudah masuk dalam kategori nyaman tersebut. Keamanan, sudah terpenuhi, dijaga oleh beberapa satuan keamanan institusi terkait. Waktu, sudah lebih dipersingkat, mengingat memiliki jalur sendiri (seharusnya). Tetapi bagaimana dengan masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi tersebut? Mereka masih saja berkeluh-kesah dengan ketiga poin yang tadi disebutkan, yang menjadi alasan untuk tidak beralih ke busway atau yang lainnya. Yang jadi permasalahannya, apakah keluh-kesah mereka benar adanya? Mengingat orang-orang yang dalam kesehariannya menggunakan angkutan umum, justru merasa busway lebih baik berdasarkan ketiga poin tadi. Kontras, tergantung kendaraan apa yang mereka gunakan sekarang. Mereka, masyarakat Jakarta yang menggunakan kendaraan pribadi terlalu sering, sudah tidak lagi jujur dengan opininya sendiri. Keluh-kesah yang diutarakan adalah opini palsu, palsu karena mereka tidak lagi mengeluarkannya dari hati terdalam. Saya sangat yakin, karena saya pun sering berjumpa dengan orang-orang demikian, bahwa mereka hanya malas ke tempat pemberhentian angkutan umum terdekat. Ingin sesuatu yang lebih instan dari yang sudah instan. Menurut saya, busway sudah instan dalam mekanisme-nya dalam mengangkut penumpang. Bukan karena kenyamanan, keamanan, dan waktu yang menjadi kendala bagi mereka, hanya saja tidak adanya koridor busway yang tepat di depan rumahnya dan hanya saja tidak ada stasiun kereta berada di depan rumahnya. Soal perencanaan pembangunan fasilitas MRT, tidak akan ada kata terurai dalam kemacetan Jakarta, karena hanya sedikit masyarakat dengan kendaraan pribadinya, yang akan berpindah-alih ke transportasi kereta yang modern tersebut. Untuk menghemat anggaran, seharusnya pemerintah memperbaiki dan memperindah saja yang sudah ada, KRL dalam kota misalnya, sudah ada jalurnya tidak perlu repot-repot membuat yang baru. Toh, MRT hanya membuat Jakarta lebih modern, bukan memperbaiki kemacetan. Jujur saja, saya lebih baik tidak modern tetapi terbebas dari hiruk-pikuk kepadatan kendaraan yang menyebabkan kemacetan. Dengan demikian, apakah kita masih akan dikalahkan opini kita sendiri? Yang tidak ingin transparan dari dalam hati kecil kita. We have to say, "Tidak perlu alat tranportasi baru, saya ingin keluar rumah sudah dalam keadaan berkendara! Saya tidak akan repot-repot jalan dahulu ke tempat pemberhentian alat tranportasi/kendaraan umum tersebut!" Jika tidak ingin dikatakan kalah dengan opininya, maka dari itu, beralih lah para warga Jakarta pengguna kendaraan pribadi. Buktikan jika opini kalian benar adanya. Pemerintah sudah menjawab apa yang dibutuhkan. Pemerintah sudah mengeluarkan otoritasnya. Pemerintah, sudah membuat dan merencanakan fasilitas transportasi massal yang diinginkan masyarakat "pengendara kendaraan pribadi". Mari kita keluarkan opini yang bersumber dari dalam hati kecil kita, walaupun kekanak-kanakan, kita harus tahu apa yang sebenarnya kita butuhkan. Agar juga, pemerintah daerah tidak salah merespon keinginan kita yang sebenarnya. Semoga Jakarta lebih baik dan selalu dalam rencana besar Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H