Mohon tunggu...
Ricky Arnold Nggili
Ricky Arnold Nggili Mohon Tunggu... Administrasi - Writer, Trainer & Researcher

Menjadi pemimpin dimulai dari dalam diri dan memberikan pengaruh pada lingkungan sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia dalam Kungkungan Identitas Kelompok

16 Januari 2017   18:03 Diperbarui: 16 Januari 2017   18:18 1017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesenjangan antara miskin dan kaya, kaum awam dan kaum cendekiawan, terpelajar dan tidak terpelajarn, menghantar pada keberpihakan kekelompok-kelompok tertentu. Banyak orang bersembunyi dibalik kelompok agama, profesi, dan komunitas tertentu. Hal ini membuat kehidupan dalam masyarakat yang majemuk akan lebih sulit untuk dijalani. 

Pada situasi ini, banyak orang mulai untuk mempertanyakan kembali identitas yang lebih tepat dalam kehidupan bersama. Dalam berbagai ruang-ruang diskusi, Identitas Nasional dipertanyakan kemampuannya untuk menjaga identitas sosial. Bahkan peristiwa disintegrasi dan makar menjadi hal yang mudah ditemui seiring semakin bertambahnya umur bangsa ini.

Apakah hal tersebut hal yang lumrah dalam semakin dewasanya sebuah negara? Apabila kita menjawabnya menggunakan pendekatan psikologi manusia. Maka pada umur 71 tahun, sudah seharusnya negara ini menjadi negara yang matang dan lebih bijaksana. Diharapkan seluruh warga negaranya telah mampu untuk menerima perbedaan dan hidup secara harmonis. Namun dalam usia sebuah negara, kematangan dan kebijaksanaan tidaklah dapat diukur sesuai dengan perkembangan psikologis manusia. 

Amerika Serikat sebagai negara besar dan terkenal budaya demokrasinya, baru berhasil memahami dan memilih presiden secara demokratis tanpa melihat warna kulit pada usia 200-an tahun. Apabila dikaitkan dengan perkembangan psikologi manusia, maka kondisi Indonesia saat ini masuk dalam tahap identitas berlawanan dengan kekacauan identitas, dalam perkembangan psikososial tentang kepribadian manusia oleh Erik Erikson. 

Tahap ini dikenal dengan masa publer.Pada tahap ini individu manusia berupaya membentuk identitas egodan mempertahankannya dari berbagai ancaman. Hal ini terjadi karena adanya kepekaan terhadap perubahan sosial. Pada tahap ini akan terjadi penderitaan yang berat, karena adanya perbenturan antara identitas yang diyakini dan realitas saat ini. Krisis identitas terjadi dan dapat berujung pada terciptanya sebuah identitas baru, yang hadir dari dialektika antara identitas lama dan realitas kebutuhan akan identitas baru saat ini. Menurut Erikson, hal ini akan membawa individu pada kemandirian ego dan memahami realitas diri yang harus dijalaninya.

Dengan demikian secara manusiawi, benturan identitas pasti akan dilalui oleh individu dalam kehidupan sosial, dan bahkan dalam kehidupan bernegara saat ini. Indonesia setelah masuk dalam masa reformasi, mengalami masa puber. Masa dimana terjadi berbagai benturan identitas, yang mana hadir seiring dengan berkembangnya teknologi  globalisasi. 

Keterbukaan dan liberalisasi membuat setiap orang bebas untuk membentuk identitasnya sendiri dan bersatu dalam sebuah komunitas untuk menjaga identitasnya. Identitas Nasional diuji dan mengalami masa krisis yang teramat berat. Sakan-akan Pancasila dan UUD 1945 menjadi sebuah karya historis yang sudah tidak cocok lagi dengan liberalisasi saat ini. Semua orang ingin kembali ke identitas sosial dan mengesampingkan identitas Nasional. Kelompok dan kotak-kotak perbedaan lebih jelas kelihatan, ketimpang persatuan dan rasa persaudaraan.

Pada masa inilah restorasi dibutuhkan untuk membantu mengarahkan individu serta sumber daya sosial bangsa ini agar kembali mengenal entitas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada masa puber, kita berupaya untuk mengenalkan diri dan membentuk diri untuk diperkenalkan kepada dunia. Dan pada masa inilah gerakan untuk kembali pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 harus dilakukan. Masyarakat akan mengalami krisis identitas, yang akan mengarahkan mereka pada penemuan identitas asali yakni sebagai bangsa dan Negara Indonesia. 

Untuk itu dialektika dalam berbagai bentuk saat ini, merupakan waktu yang tepat untuk melakukan restorasi. Nilai-nilai kebangsaan dan kenegaraan harus menjadi kunci utama untuk masuk dalam era globalisasi dan menghadapi liberalisasi. Dengan kotak-kotak perbedaan, Indonesia akan menjadi negara yang lemah. Akan tetapi lewat persatuan dan integrasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat, Indonesia akan menjadi Negara yang besar dan berdikari di dunia internasional.

Ricky Arnold Nggili

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun