Mohon tunggu...
Ricky Ferdi
Ricky Ferdi Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat Junio

hanya sekedar orang biasa yang butuh kasih sayang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mari Bersihkan Politik Kita

27 Februari 2019   14:50 Diperbarui: 27 Februari 2019   18:35 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak kecil, mungkin kita sudah sering mendengar petuah bijak bahwa mencegah itu lebih daripada mengobati. Konsep itu rupanya tidak hanya berlaku dalam konteks kesehatan pribadi, tapi juga dalam perpolitikan dalam negeri.

Beberapa waktu lalu Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan 32 nama baru caleg (calon legislatif) yang pernah dipidana dalam kasus korupsi. Pengumuman itu merupakan tahap kedua, karena sebelumnya KPU sudah pernah mengumumkan 49 Caleg yang punya latar belakang mantan koruptor juga. Sehingga bila ditotal, ada 81 Caleg mantan napi koruptor yang akan maju di Pemilu 2019 mendatang.

Sumber: (gatra.com)

Bagi kita yang peduli dengan politik bersih, pengumuman KPU itu harus ditindaklanjuti dengan semangat anti korupsi. Kita harus mencegah terjadinya korupsi, dengan tidak memilih para Caleg yang punya rekam jejak tidak bersih.

Sebenarnya kita juga bisa menuntut pada partai politik agar mereka menciptakan politik bersih. Seolah dari 240 juta penduduk Indonesia, tidak ada orang yang berkualifikasi sehingga Parpol masih ingin mencalonkan mantan napi korupsi. Sepertinya ada yang abai dilakukan oleh Parpol saat ini, yakni memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.

Meski sebenarnya, tidak semua partai mempraktikkan pendidikan politik buruk tadi. Karena ada partai seperti Nasdem yang tidak memiliki mantan koruptor dalam daftar Caleg mereka. Komitmen seperti ini bisa kita apresiasi. Karena kita bisa melihat ada suatu itikad menciptakan politik bersih, bahkan sejak masih dalam pencalonan dan rekrutmen.

Secara moril dan budaya, pencalonan seseorang dengan rekam jejak koruptif adalah sebuah salah kaprah. Sudah jelas itu adalah pendidikan politik yang buruk, yang dilakukan oleh partai-partai politik di Indonesia.

Seharusnya ada kesadaran kolektif, yakni tidak memberikan tempat bagi para oknum-oknum yang pernah dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi.

Karena dalam demokrasi, kekuasaan yang dipegang oleh rakyat, akan diwakilkan kepada para anggota legislatif. Bagaimana mungkin kita bisa memasrahkan kekuasaan yang kita miliki pada orang-orang yang terbukti tidak amanah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun