Mohon tunggu...
Ricky Ferdi
Ricky Ferdi Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat Junio

hanya sekedar orang biasa yang butuh kasih sayang

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Produk Kedaluwarsa

27 Februari 2019   12:36 Diperbarui: 27 Februari 2019   13:32 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau kita berbelanja kebutuhan sehari-hari di supermarket atau pasar, panduan utama kita dalam membeli sebuah produk itu, paling utama kan harus liat label di kemasannya kan? Entah itu kandungan gizi, bahan pembuatan, dan yang paling penting nih, tanggal kedaluwarsanya yang kita perhatikan. Apakah aman untuk dikonsumsi atau nggak. Kita tentu gak mau dong, apa yang akan kita konsumsi atau yang akan kita berikan untuk keluarga kita untuk dikonsumsi terbuat dari bahan yang buruk untuk kesehatan, apalagi kedaluwarsa. Sama saja dengan tidak menyayangi tubuh sendiri maupun keluarga. Kalau aku sih "emoh" 

Begitu pula panduan dalam memilih produk yang kita konsumsi ini bisa dipergunakan pada aspek-aspek lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya ketika HRD memilih calon karyawan di perusahaannya. Curriculum Vitae pelamar kerja menjadi label produk yang dijadikan panduan utama dalam menilai, apakah seorang pelamar itu sesuai atau tidak dengan kriteria perusahaan? 

Begitu pula ketika kita harus memilih calon wakil suara kita di parlemen nanti. Kita ga mau dong memilih kucing dalam karung? Apa aja sih kriteria kita dalam memilih seorang calon legislative? Calon anggota DPR. Mereka ini yang bakal mewakili kita di Senayan lho. Semua aspirasi dan suara kita di pemerintah akan diwakili oleh mereka. Miris gak sih ketika masyarakat diberikan pilihan, tetapi profil caleg itu ga terbuka aksesnya untuk dipelajari sama pemilih? Ada lho partai yang menolak dengan tegas membubuhkan profil atau riwayat hidup calegnya di websitenya KPU. 

Ada beberapa partai yang justru sangat suka rela mempampangkan riwayat hidup calegnya baik di website partai maupun KPU. Ini harus kita apresiasi. Jangan ada dusta di antara kita. Hehe. Bicara tentang caleg atau wakil rakyat yang seharusnya merakyat, kita tentu tahu, dan beranggapan mereka itu korup! Banyaknya kasus korupsi yang menjerat mereka, kita jadi pesimis. Ga bisa disalahkan juga euphoria masyarakat nggak ada buat milih mereka.

Bulan lalu, KPU merilis daftar caleg mantan narapidana kasus korupsi, ini angin segar bagi kita. Akhirnya kita tahu daftar hitam yang haram untuk kita pilih. Ibarat produk makanan, masak sih kita udah tahu itu produk udah kadaluwarsa terus bahan-bahannya itu jelek semua, masih mau kita konsumsi kah? Tentu nggak dong. Ada lagi nih dari daftar yang dirilis sama KPU, ada 2 partai yang nggak mencalonkan mantan koruptor. PSI dan Nasional Demokrat - NasDem. Kalau PSI sih memang partai baru, orang - orangnya baru semua, nah NasDem partai lama, selain menampilkan kader - kader yang fresh, semangat NasDem untuk terus menggaungkan semangat Anti Korupsi terlihat dari bagaimana mereka berpolitik. Tanpa mahar politik, nah. 

Akhirnya ada satu hal yang nggak harus kita khawatirkan, korupsi dan segala turunan perbuatannya ditindak tegas oleh partai ini. Kita masyarakat akhirnya nggak perlu khawatir mengenai latar belakang mereka dalam hal korupsi, yang pasti caleg yang diajukan sudah dipastikan bersih semua, tanpa dosa masa lalu. Begini kan enak, kita milih berdasarkan program - program serta visi-misi caleg untuk konstituen atau daerah pilihannya. Kalau aku sih, sesuai dapil, udah naksir tuh milih mbak Eva Yuliana, selain pinter (stafsus kemendag), dia dari dulu selalu concern terhadap pasar rakyat, program-programnya untuk wong cilik.  Nah, tercerahkan kan? Udahlah, jangan kita pilih caleg yang mantan koruptor, sama saja dengan membeli produk makanan yang udah jelek, kedaluwarsa lagi. Sayangi diri kita dan keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun