Dear Kompasianer,
Pagi ini saya terkejut dan tersenyum simpul setelah membaca berita di salah satu media online, dimana Nazaruddin mencoba menyuap aparat penegak hukum Kolumbia. Disatu sisi saya tidak dapat berkata apa-apa, tetapi di sisi lain saya sangat bangga dengan Nazaruddin yang sudah memperkenalkan budaya Indonesia di negeri orang. Nazaruddin sang duta budaya Indonesia sudah menunjukkan dan langsung mempraktekkan bahwa inilah budaya Indonesia yang sudah berurat berakar kuat dan dipegang teguh dimana pun dia berada. Budaya yang makin berkembang dan modern apalagi diantara pemimpin Republik ini. Kebanggaan saya terhadap Nazaruddin ini juga tidak dapat dikesampingkan dengan pendapat yang mengatakan bahwa "budaya" itu adalah sesuatu yang diasosiasikan dengan yang positif. Bagi saya, apa yang menjadi tradisi birokrasi di negara ini, yang (mau tidak mau) "dianggap" mewakili seluruh rakyat Indonesia ditunjukkan dengan sangat vulgar di luar negeri. Intinya, tidak usah malu dan munafik, kalau budaya kita memang masih begitu.
Tetapi sayang, oh sayang.. ternyata aparat penegak hukum di Kolumbia memiliki budaya yang berbeda dengan aparat penegak hukum di Indonesia. Bagi saya, ini adalah hanya permasalahan perbedaan budaya diantara Indonesia dan Kolumbia saja. Dan aparat Kolumbia telah menunjukkan bagaimana perbedaan budaya itu seharusnya telah membuat aparat penegak hukum negara ini harus meninggalkan budaya yang telah berurat berakar tersebut dan membuat satu budaya yang baru yang bisa membawa perubahan bagi bangsa yang sedang depresi ini.
Seharusnya Nazaruddin juga mengeluh dan curhat kepada aparat di Kolumbia sebagai pelengkap budaya yang telah dia tunjukkan.
Akhir kata, saya hanya bisa mengatakan.. "Saya prihatin.."
Regards
Ricky E. Saragih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H