Setelah sebelumya kami membahas mengenai self-love, kali ini kami mengajak anda untuk membahas mengenai body-acceptance. Body-accpetance sendiri dinilai sebagai pisau dengan dua mata.
Di satu sisi, body-acceptance dapat menjadi hal baik yang diperlukan seseorang untuk menerima dan mencoba untuk mencintai dirinya sendiri. Namun di sisi lain, body-acceptance juga sering digunakan bagi orang untuk menolak menurunkan BB meski mereka memiliki resiko kesehatan seperti obesitas.
Seperti semua hal, body-acceptance dapat menjadi baik maupun buruk tergantung pada “dosis” dan “pengunaan”-nya. Jika digunakan dengan benar dan wajar, body-acceptance dapat menjadi sangat berguna untuk memulai dan menjalankan pola hidup sehat jangka panjang.
Namun jika digunakan untuk mencari alasan untuk meningkatkan resiko kesehatan, body-acceptance dapat menjadi berbahaya. Pada artikel ini, kami akan membahas mengenai cara penggunaan body acceptance yang bermanfaat.
The Association of Size Diversity and Health (ASDAH) membuat satu prinsip yang bagus, yaitu: Health at Every Size (HAES) (1). Prinsip ini sangat berguna untuk membuat pola makan dan pola hidup sehat menjadi lebih menyenangkan, tidak membuat stress, lebih mudah untuk dijalankan dalam jangka panjang, dan dapat memberikan hasil yang lebih banyak. Prinsip HAES ini akan kami rangkum dalam 3 bagian, yaitu Mindset, Diet, dan Exercise.
HAES Mindset
Mindset dari HAES yaitu menerima dan menghormati setiap bentuk tubuh/ BB, serta menghilangkan diskriminasi, stigma, bias terhadap suatu bentuk tubuh, gender, dan lain-lain. Kami sangat mendukung mindset ini, karena pola hidup sehat (self-love dan self-respect) akan menjadi jauh lebih enjoyable dan menjadi lebih mudah untuk dijalankan dalam jangka waktu panjang, dan tentu saja kemungkinan berhasilnya menjadi lebih besar dibandingkan dengan memulai pola hidup sehat dengan mindset yang salah seperti self-hate atau tanpa self-respect.
Ketika orang memulai pola hidup sehat/ diet dengan motivasi self-hate (membenci dan/ atau tidak menghormati badannya sendiri), mereka cenderung tidak sabar dengan dietnya. Sehingga untuk mendapat hasil dengan cepat, mereka lebih memilih diet kilat/ instan dengan fokus pada “kurus secepatnya” dan bukan fokus untuk menjadi sehat.
Padahal, kesabaran adalah kunci utama keberhasilan jangka panjang. Akhirnya, diet menjadi terlalu menyiksa dan mengekang. Seperti yang sudah kita ketahui, diet yang terlalu ketat dan mindset yang terlalu kaku telah terbukti secara kuat dan konsisten dalam berbagai penelitian dapat menyebabkan eating disorder (binge eating, bulimia, dan lain-lain), gangguan mood, excessive concern with body shape/ size, dan dapat menggagalkan diet, weight gain/ weight re-gain, dan berkaitan erat dengan BMI yang lebih tinggi.
Sebaliknya, ketika diet dilakukan dengan santai/ fleksibel, smart, dan benar, diet akan menghasilkan hasil yang memuaskan, baik jangka panjang maupun jangka pendek, serta tidak menyebabkan resiko yang dapat terjadi ketika menjalankan diet yang terlalu menyiksa (2-6).
Keberhasilan diet diawali dari mindset kita. Mindset yang benar, akan membuat kita mengambil keputusan dan tindakan yang benar yang kemudian akan menjadi kebiasaan dan menentukan hasil yang akan kita dapat. Oleh karena itu, mindset yang tepat adalah awal dari segalanya.