Mohon tunggu...
Ricko Dina Dzakwan
Ricko Dina Dzakwan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Politeknik Keuangan Negara STAN

Hobi : Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Efektivitas Peningkatan Penerimaan Pajak di Indonesia Melalui Program Tax Amnesty Jilid III

2 Februari 2025   13:47 Diperbarui: 2 Februari 2025   13:47 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tax Amnesty atau pengampunan pajak merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan mengoptimalkan penerimaan pajak. Pengampunan pajak merupakan pemaafan dalam bentuk penghapusan pajak yang seharusnya terutang, dengan tidak dikenakan sanksi administrasi perpajakan maupun sanksi pidana dalam bidang perpajakan. Konsep pemaafan tersebut diimbangi dengan membayar uang tebusan dengan berbasis pengungkapan harta.

Program tax amnesty sebelumnya telah dilaksanakan dalam beberapa tahap:

  • Tax Amnesty Jilid I (2016-2017): Berhasil mengungkap aset yang belum dilaporkan senilai ribuan triliun rupiah, tetapi kepatuhan pasca-amnesti masih rendah.
  • Tax Amnesty Jilid II (2022): Diberlakukan dengan tarif yang lebih tinggi untuk wajib pajak yang belum mengikuti amnesti pertama. Namun, realisasi penerimaan pajak dari program ini tidak sebesar yang diharapkan.

Hasil Program Tax Amnesty Jilid I dan II (Sumber: databoks.katadata)
Hasil Program Tax Amnesty Jilid I dan II (Sumber: databoks.katadata)

Program ini mulanya dilaksanakan pada 2016-2017, tepatnya berlangsung pada 18 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017 dengan tarif bervariasi antara 2% hingga 10%. Pada 2022, pemerintah kembali menerapkan amnesti pajak lewat Program Pengungkapan Sukarela (PPS) alias tax amnesty jilid II yang juga dikenal sebagai Program Pengungkapan Sukarela (PPS), berlangsung dari 1 Januari hingga 30 Juni 2022 dengan tarif antara 6% hingga 18%, tergantung pada kategori wajib pajak.  Pada November 2024, rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) tentang tax amnesty masuk prioritas program legislasi nasional atau prolegnas 2025. 

Setelah dua kali pelaksanaan, kini program Tax Amnesty Jilid III kembali digulirkan pemerintah pada 2025 yang diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian negara. Program ini bertujuan untuk mendorong wajib pajak yang belum melaporkan aset mereka untuk mengungkapkan harta yang selama ini tersembunyi dengan imbalan pengurangan sanksi pajak. Program ini juga diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk memperbaiki kepatuhan mereka tanpa dikenakan sanksi yang berat.

"Ini salah satu mekanisme yang sedang disiapkan untuk memberi ruang, sebagaimana disampaikan Bapak Presiden kepada mereka-mereka yang ingin mengembalikan hasil-hasil kekayaan mereka, baik yang ada di dalam maupun luar negeri, melalui tax amnesty," tutur Budi dalam konferensi pers Rapat Tingkat Menteri Desk Koordinasi Pencegahan Korupsi dan Tata Kelola di Kejaksaan Agung pada 2 Januari 2025.

Rencana pelaksanaan tax amnesty jilid III ini sejalan dengan agenda pemerintah yang menetapkan revisi atas UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Masuknya RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) jilid tiga dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2025 telah mengundang perdebatan publik berupa pro kontra. Arief menilai program Pengampunan Pajak yang dilakukan berkali-kali justru akan menyuburkan praktik pengemplangan pajak. "Tax amnesty itu tidak kredibel kalau dilakukan lebih dari sekali. Jika seperti itu, it will defy the purpose. Orang bisa-bisa bakal ngemplang pajak karena tahu suatu saat bakal ada tax amnesty lagi," katanya dalam konferensi pers perdana DEN di Jakarta, Minggu (12/1/2025).

Pengampunan pajak akan menjadi sinyal bagi wajib pajak bahwa pengampunan akan terus ada. Wajib pajak bakal meremehkan kepatuhan karena mengantisipasi tax amnesty selanjutnya. "Dampak buruknya bagi kepatuhan dan penerimaan jangka panjang serta kredibilitas dan distrust terhadap otoritas pajak," ujar Fajry kepada Tempo Kamis, 16 Januari 2025. Efektivitas program ini masih diperdebatkan, mengingat pengalaman sebelumnya yang menghasilkan penerimaan pajak sementara tetapi belum signifikan dalam meningkatkan kepatuhan jangka panjang. Dalam konteks ini, penting untuk mengevaluasi efektivitas program ini dalam meningkatkan penerimaan pajak dan kepatuhan wajib pajak di Indonesia

Keefektifan Tax Amnesty Jilid III sangat bergantung pada bagaimana program ini dirancang dan diimplementasikan. Apabila pemerintah hendak melaksanakan program ini, terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam pelaksanaan Tax Amnesty Jilid III. Salah satunya adalah persepsi negatif di kalangan wajib pajak yang merasa bahwa program ini dapat menciptakan ketidakadilan, terutama bagi mereka yang telah mematuhi kewajiban pajak mereka secara konsisten. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa program ini dilaksanakan dengan transparansi dan keadilan yang tinggi untuk mendorong partisipasi yang lebih luas.

Di satu sisi, program ini dapat meningkatkan penerimaan pajak yang sangat dibutuhkan untuk mendukung program-program pembangunan dan pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Namun, di sisi lain, jika tidak dikelola dengan baik, program ini dapat memperburuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan. Masyarakat mungkin merasa bahwa pengampunan pajak hanya menguntungkan segelintir orang yang tidak patuh, sementara mereka yang telah memenuhi kewajiban pajak merasa diabaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun