Mohon tunggu...
Ricki Saputra
Ricki Saputra Mohon Tunggu... -

Ricki Saputra. www.rickisaputra.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mendengarkan Itu Berbagi

6 Juli 2011   00:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:54 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiada satupun manusia yang bisa hidup tanpa andil dan campur tangan orang lain. Makhluk sosial, demikian kiranya istilah yang tepat untuk mewakili pengertian tersebut. Memang benar sebagai pribadi setiap orang memiliki zona privasi masing-masing. Namun bukan berarti pula bahwa mereka bisa terus nyaman dengan hanya duduk diam di dalam zona privasi tersebut. Hingga tak jarang kadang kita pun datang kepada orang lain (baca: sahabat), untuk mencurahkan segala yang ada di pikiran dan hati, entah itu suka, entah itu duka. Dengan harapan, mengangkat sedikit beban pikiran yang ada di dalam diri.

Rata-rata momen curhat (baca: curahan hati) ini lebih didominasi oleh cerita-cerita duka, kesedihan hati, permasalahan hidup, dan atau hal-hal lain yang berbau kesulitan dan kesusahan dalam hidup. Hingga tak mudah memang untuk menjadi Pendengar yang Baik bagi Curhat-an sang teman. Karena secara natural, manusia rata-rata lebih memilih untuk didengarkan, daripada untuk mendengarkan. Dan alasan lain adalah, menjadi pendengar yang baik harus bisa memposisikan dan menyadari diri se-sadar-sadar-nya bahwa semua “cerita” dalam “curhat-an” tersebut adalah BUKAN masalah pribadi anda, melainkan masalah teman anda. Hingga Anda diharapkan sedemikian rupa mampu menahan emosi dan sebisa mungkin untuk tetap “berpikir secara jernih”. Jika “curhat-an” itu diibaratkan sebagai api, reaksi anda terhadap curhatan itu harus bersifat sebagai “air” yang mampu meredam bara api agar tidak menjadi lebih besar, dan bukan sebagai “minyak tanah” yang justru akan membuat api semakin besar dan liar. Itulah mengapa tidak semua orang bisa berperan menjadi Pendengar yang Baik.

Bagi saya, menjadi pendengar yang baik bagi semua curhat-an teman-teman adalah tidak mudah. Terutama dari sudut pandang Pengendalian Emosi. Tak jarang saya pun turut larut dan terjun terlalu jauh dalam lingkaran kisah curhat-an sang teman. Padahal prinsip saya, secara pribadi saya ingin agar dapat bisa selalu berada di luar lingkaran inti masalah dari cerita yang diutarakan kepada saya. Karena bagian dalam dari lingkaran inti masalah tersebut (menurut saya) termasuk dalam zona privasi dari sang teman.

Esensi dari Mendengarkan itu adalah Berbagi. Bukan Merubah.
Saat seorang teman mencurahkan segala unek-unek di kepalanya kepada anda, bukan berarti serta merta anda menjadi berhak untuk memutuskan segala sesuatu yang harus sang teman lakukan untuk mengatasi “permasalahan” dalam “curhat-an” tadi. Karena, (sekali lagi) curhatan itu adalah tetap masalah sang teman, dan bukan masalah anda. Anda berhak memberikan saran atau masukan sebagai buah dari pemikiran jernih anda, namun tetap keputusan untuk menerima/melakukan sesuai saran anda atau tidak, tetap sepenuhnya menjadi hak sang teman. Sekiranya sang teman tetap bersikukuh pada pendiriannya dan justru melakukan tindakan yang bertolak belakang dengan harapan anda melalui semua saran-saran yang anda berikan sebelumnya, terima-lah dengan lapang dada dan berjiwa besar. Dan cukup iringi keputusan beliau dengan doa sebagai seorang sahabat.

:)
:)
Cukup ingat dalam diri anda, bahwa anda telah hadir di masa-masa sulit mereka, sebagai pendengar yang baik terhadap kegundahan hati mereka.

Selamat Berbagi, Teman.

:)
:)

Dan untuk teman-teman yang setia menjadi teman curhat saya, Terima Kasih banyak, maaf telah merepotkan..
:)
:)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun