Seiring perkembangan zaman, roda kehidupan terus berputar dan mengikuti tren yang sedang hits, tak terkecuali produk rokok. Rokok memang menjadi buah bibir bagi kalangan metropolis bahkan kelompok minoritas masyarakat miskin di Negeri ini. Rokok baginya adalah produk yang menjadi ‘aib’ yang tidak dapat di pisahkan dan mustahil mereka bisa terlepas dari rokok.
Ribuan zat yang terkandung dalam rokok entah mengapa begitu memukaunya sehingga jutaan masyarakat Negeri ini terpukau olehnya. Alih dalih Pemerintah merasa tergerak dan ingin menanggulangi fenomena ini, tapi apa daya jika kekuasaan pun harus di bayar oleh rokok, sehingga saat ini warga daerah lah yang harus turun tangan menjadi inisiator dalam menanggulangi dan membatasi produk rokok, salah satunya lewat aturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
[caption caption="Pencopotan Reklame Rokok di Jakarta Beberapa bulan lalu (Sumber : semarak.co)"][/caption]KTR menjadi program yang cukup masif yang terjadi di berbagai daerah, sebut saja Bogor, Kota yang paling dekat dari Jakarta menjadi kota yang cukup baik dalam melakukan implementasi larangan merokok di ruang publik dan larangan iklan rokok, walaupun pada beberapa waktu lalu sempat kecolongan adanya upaya  sponsor industri rokok yang berkedok yayasan masuk dan mendukung kegiatan olahraga di arena publik, namun bersyukur Bapak Walikota bisa bergerak cepat dan mencopot sponsor tersebut dari kegiatan acara.
Belum lama ini, DKI Jakarta yang di pimpin oleh Gubernur Basuki Tjahja Purnama atau yang bisa di sebut Ahok mulai mengimplementasikan Peraturan Gubernur (Pergub) No. 1 Tahun 2015 tentang larangan penyelenggaraan reklame rokok dan produk tembakau pada media luar ruang[1] per tanggal 1 Januari 2016.
Pergub tersebut menjadi himbauan penting pagi usaha penyedia reklame luar ruang di Jakarta untuk menolak pemasangan iklan produk rokok dan menampilkannya di space yang tersedia. Hal tersebut pula yang menjadi perhatian penting, karena sanksi yang diberikan tidak main-main, Ahok akan mencabut izin usaha penyedia reklame jika di pergoki adanya pemasangan iklan rokok. Bahkan, dalam pasal 1 Pergub No. 1 Tahun 2015 ini  menyatakan bahwa tujuan adanya peraturan tersebut semata-mata untuk melindungi anak-anak Indonesia dari pengaruh reklame rokok dan produk tembakau agar terhindar dari penggunaan rokok yang merupakan zat adiktif berbahaya.
Adanya aturan tersebut tentu sangat di apresiasi dan sebagai bukti bahwa masih ada pemimpin daerah yang peduli dan concern terhadap pentinganya kesehatan masyarakat. Sebagai informasi realisasi penerimaan pajak DKI Jakarta pada tahun 2015 sebesar Rp 29 triliun[2], dimana proporsi atau sumbangan dari pajak reklame iklan rokok tidak mencapai target sehingga jika kebijakan pelarangan iklan media luar ruang produk rokok di berlakukan mulai tahun ini tidak menjadi masalah bagi DKI Jakarta.
Pendapatan pajak bisa di maksimalkan melalui penerimaan pajak lainnya, seperti : kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), pajak restoran, hiburan, parkir, pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB), pajak hotel, serta Pajak Bumi dan Bangunan. Sebagai contoh kesuksesan Kota Bogor yang sudah terlebih dulu memliki kebijakan pelarangan iklan rokok, tanpa adanya iklan rokok PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kota Bogor tetap meningkat. Semoga DKI Jakarta tidak gentar dan jangan mau di usik oleh kepentingan kapitalisme industri rokok. Jakarta akan menjadi Kota yang jauh lebih sehat tanpa iklan rokok. Â
[1] Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta No. 1 Tahun 2015
[2] http://metro.tempo.co/read/news/2016/01/01/083732238/realisasi-penerimaan-pajak-dki-jakarta-89-54-persen
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H