[caption id="attachment_317265" align="aligncenter" width="634" caption="Sumber foto asli dari kompas.com"][/caption]
Publik mengenal nama Ribka Tjiptaning Proletariyati lantaran posisinya sebagai ketua komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia. Di komisinya, Ia mengetuai komisi yang memperhatikan masalah – masalah di bidang ketenagakerjaan, kependudukan, dan kesehatan. Nama beliau cukup tenar dan kontroversial di antara orang-orang parlemen yang dikenal publik. Kader partai moncong putih ini, salah satu kader yang dibicarakan publik dan namanya masuk bursa kabinet Jokowi – JK sebagai kandidat posisi Menteri Kesehatan. Saya pribadi, tidak heran jika nama tersebut muncul, karena saat masa kampanye Jokowi – JK nama Ribka kerap disebut akan menduduki posisi ini.
Publik mengenal Ribka Tjiptaning sebagai anggota dewan yang sebagian masyarakat menilai anggota dewan ini penuh kepentingan. Mengapa demikian? Tentu masih ingat dengan kasus hilangnya salah satu ayat di Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 yang hilang secara misterius dan ghaib bak makhluk halus. Ayat 2 pasal 113 di UU Kesehatan tersebut tiba-tiba lenyap dari dokumen sakral tersebut, publik mempertanyakannya namun Ribka mengelaknya. Padahal, Siti Fadhilah pun mengutarakan jika dokumen Undang-Undang pun masih lengkap ketika diserahkan ke badan legislasi DPR. Publik menilai Ribka bermain tangan untuk berupaya melenyapkan ayat tersebut bersama orang-orang yang tidak ingin ayat tembakau muncul di undang-undang yang menjadi pedoman kesehatan nasional. Memang diyakini Ribka tidak bermain sendiri melainkan ada campur tangan internal Kementrian Kesehatan yang juga terindikasi di sogok oleh pemilik kepentingan, ini salah satu case kenapa Ribka Tjiptaning harus di tolak.
Selain hal ini, publik juga dikagetkan dengan pernyataan Ribka Tjiptaning per tanggal 7 Maret 2013 yang menyatakan dokter lebih jahat di banding Polantas saat diskusi dialektika demokrasi bertema “Rakyat Miskin Sakit, Siapa Bertanggung Jawab?” di Gedung Nusantara III DPR RI. Pernyataan tersebut pastinya membuat kaget para pekerja medis yang mengetahui kabar berita ini. Statement ini tak pantas dilontarkan pejabat publik. Dokter yang kita kenal sebagai pahlawan jasa dengan menolong jutaan masyarkat yang sedang terbaring sakit melalui keahliannya, akan sakit hati jika direndahkan dengan pernyataan Ribka. Apakah dirinya tidak berkaca, padahal Ribka juga seorang dokter.
Selain ini, Ribka Tjiptaning juga dikedapati melontarkan statement yang tidak memihak pada kesehatan ibu dan anak. Ribka menilai Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI Eksklusif tidak penting. ASI yang kita kenal sebagai asupan gizi terbaik untuk anak disepelekan mentah-mentah oleh pejabat publik yang menangani persoalan kesehatan. Pernyataan ini membuat publik menilai Ribka Tjiptaning sebenarnya tidak memihak pada kesehatan masyarakat. Dapat dikatakan, Ribka sebagai oknum pejabat yang mengambil peranan penting di bidang kesehatan. Gerak- geriknya sangat mencurigakan dan disinyalir sebagai antek-antek pemegang kepentingan.
Semenjak Jokowi – JK membuka resmi platform terbuka untuk masyarakat dalam memberi masukan di bursa kabinet. Nama Ribka Tjiptaning menduduki peringkat pertama dalam meraih suara terbanyak di polling publik (www.kabinetrakyat.org). Saya rasa publik tidak mengenal track record-nya, saatnya publik dan rakyat harus cerdas mengenal sosok orang-orang yang akan menduduki posisi strategis di roda pemerintahan. Saya pun berinisiatif meluncurkan petisi online #TolakRibka melalui laman change.org (https://www.change.org/id/petisi/joko-widodo-tolak-ribka-tjiptaning-jadi-menkes-tolakribka) dengan mempetisi Joko Widodo sebagai presiden terpilih yang memiliki hak preogratifnya dalam menentukan tim yang akan bekerja selama 5 tahun mendatang. Mari bantu sebarkan, saatnya publik harus cerdas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H